6 Cara Pasangan Menghindari Pertengkaran Tak Berguna

Efikasi diri yang lebih tinggi, pada gilirannya, meningkatkan kepuasan hubungan dan perilaku konstruktif dalam suatu konflik.

retizen /Suko Waspodo
.
Rep: Suko Waspodo Red: Retizen

Sumber gambar: Shutterstock

Selalu berada di tengah pertengkaran yang tidak perlu? Inilah yang dapat Anda renungkan.

Sebuah studi tahun 2024 yang diterbitkan dalam Personal Relationships menemukan bahwa selama konflik hubungan, berhenti sejenak untuk merenungkan situasi secara internal dapat secara signifikan menurunkan tekanan dan meningkatkan “kemanjuran diri” seseorang, atau kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan mereka untuk mengelola konflik dengan tepat. Efikasi diri yang lebih tinggi, pada gilirannya, meningkatkan kepuasan hubungan dan perilaku konstruktif dalam suatu konflik.

Para peneliti berpendapat bahwa sebagian besar orang sudah mengetahui perilaku mana yang bermanfaat bagi penyelesaian konflik dan hanya memerlukan waktu untuk memikirkan cara-cara tersebut. Mereka memberikan peserta latihan refleksi atas konflik signifikan yang baru-baru ini terjadi dengan pasangan mereka, dan meminta mereka untuk merenungkan enam pertanyaan berikut:

1. Renungkan mengapa konflik itu terjadi.

2. Renungkan bagaimana konflik seharusnya ditangani.

3. Renungkan bagaimana konflik secara umum harus ditangani.

4. Renungkan bagaimana orang secara umum harus menanggapi konflik dalam hubungan mereka.

5. Renungkan mengapa tanggapan seperti ini masuk akal.

6. Renungkan apa yang paling berguna untuk menangani konflik di masa depan.

Para peneliti menemukan bahwa latihan ini mendorong peserta untuk melakukan refleksi diri yang konstruktif dan disengaja, menjadi lebih obyektif dan penuh perhatian terhadap respons mereka dalam konflik, dan lebih memahami cara menavigasi situasi seperti itu di masa depan.

Perhatian terhadap Hubungan sebagai Alat Penyelesaian Konflik

“Bahkan ketika seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah secara efektif dalam hubungan mereka, rasa kesal yang tinggi terhadap pasangannya atau rendahnya efektivitas dalam kemampuan mereka untuk menyelesaikan konflik dapat menghambat kemampuan mereka untuk memobilisasi pengetahuan dan keterampilan tersebut secara efektif,” para peneliti menjelaskan. .

Latihan reflektif yang dilakukan para peneliti memungkinkan pasangan untuk memanfaatkan intuisi mereka mengenai apa yang benar-benar bermanfaat pada saat itu dan kemudian menerapkan pengetahuan ini, daripada menyerah pada respons yang lebih impulsif ketika emosi meningkat: “Temuan kami menunjukkan bahwa ketika orang mengambil genap 10 menit untuk merenungkan konflik hubungan mereka, hal ini dapat membawa pada peningkatan yang berarti dalam kesiapan mereka untuk menangani konflik di masa depan."

Daripada menghindari konflik dan emosi tidak nyaman yang terkait dengannya—yang seringkali merugikan hubungan—latihan seperti ini memungkinkan pasangan untuk saling berpaling dan memandang konflik sebagai pihak ketiga yang harus ditangani. Hal ini mengekang pola pikir “aku versus kamu” dan meningkatkan perasaan menjadi sebuah tim, bahkan di tengah konflik.

Selain itu, sebuah studi pada tahun 2021 menyoroti peran “hubungan yang penuh perhatian” dalam meningkatkan kualitas hubungan dan makna yang dialami dalam suatu hubungan. “Hubungan di mana kedua pasangan saling memperhatikan secara interpersonal adalah hubungan di mana kedua pasangan hadir satu sama lain, menyadari dan peduli dengan perasaan satu sama lain, mengambil jeda sebelum bereaksi dalam konflik, menunjukkan kasih sayang terhadap satu sama lain dan memiliki kesadaran diri. kasih sayang untuk diri mereka sendiri,” tulis pemimpin peneliti Natasha Seiter.

Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa pasangan dapat saling membantu memecahkan masalah dengan memberikan dukungan emosional, empati, kasih sayang, dan umpan balik positif tentang kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, sehingga meningkatkan efikasi diri mereka. Sebaliknya, ketika pasangan tidak tanggap, bermusuhan, atau kritis, hal ini akan menurunkan kepuasan hubungan secara drastis dan memperburuk konflik.

Selain itu, cara seseorang merespons pasangannya setelah konflik juga memengaruhi cara mereka terhubung kembali. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang membantu pasangan pulih secara emosional dari konflik termasuk melakukan “upaya perbaikan aktif” dengan mengakui peran seseorang dalam konflik dan meminta maaf atau mencoba mendapatkan perspektif baru.

Latihan kesadaran dan penjurnalan adalah alat yang berguna untuk mendapatkan perspektif, mengurangi tekanan, belajar dari konflik, dan memperluas pengampunan.

Meskipun sangat efektif dalam mengatasi permasalahan sehari-hari yang lebih kecil, praktik-praktik ini juga memberikan landasan bagi kesehatan dan ketahanan hubungan jangka panjang. Bagi pasangan yang bergulat dengan tantangan yang lebih besar atau terus-menerus, mencari dukungan dari terapis pasangan dapat memberikan panduan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang lebih dalam dan mendasar.

Secara keseluruhan, menerapkan kewaspadaan terhadap hubungan akan memberdayakan pasangan untuk terus berkembang bersama, mengatasi tantangan secara kolaboratif, dan mulai memandang konflik sebagai peluang untuk tumbuh dan terhubung.

***

Solo, Sabtu, 11 Mei 2024. 11:18 am

Suko Waspodo

 
Berita Terpopuler