Akankah Bupati Sidoarjo Penuhi Panggilan KPK Sebagai Tersangka Hari Ini? 

Ahmad Muhdlor Ali hari ini pertama kali dipanggil sebagai tersangka oleh KPK.

Republika/Putra M. Akbar
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menjawab pertanyaan wartawan saat jeda pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/2/2024). Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif untuk Aparatur Sipil Negara di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali pada Jumat (19/4/2024). Pemanggilan ini merupakan yang pertama setelah Gus Muhdlor berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi. 

Baca Juga

"Telah dijadwalkan pemanggilan terhadap yang bersangkutan untuk hadir di gedung KPK pada Jumat 19 April 2024," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dikutip pada Jumat (19/4/2024). 

KPK mengingatkan Gus Muhdlor agar menjawab panggilan itu dengan hadir secara fisik. Tercatat saat berstatus saksi, Gus Muhdlor pernah sekali tak memenuhi panggilan KPK karena meminta dijadwal ulang. 

"Kami ingatkan tersangka kooperatif hadir  sesuai jadwal tersebut," ujar Ali.

KPK menyebut pemanggilan kali ini bisa dimanfaatkan Gus Muhdlor untuk mendapat informasi yang utuh mengenai perkara yang menjeratnya. Gus Muhdlor pun dapat memberi keterangan lengkap kepada penyidik KPK. 

"Agar ada kesempatan langsung menjelaskan duduk persoalan perkara dimaksud dengan jelas di hadapan penyidik KPK," ujar Ali. 

Kuat dugaan KPK bakal langsung menahan Gus Muhdlor setelah pemanggilan itu. Ini merujuk tradisi "Jumat Keramat" di KPK di mana hari Jumat kerap dipakai lembaga antirasuah sebagai momentum menahan tersangka korupsi. 

Bahkan tersangka lain dalam kasus ini yaitu Kepala BPPD, Sidoarjo Ari Suryono pun ditahan pada hari Jumat (23/2/2024). Pentersangkaan Ari setelah tiga kali diperiksa dalam kasus ini yaitu pada 2 Februari, 16 Februari dan 19 Februari 2024.

Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo) dan Ari Suyono. 

Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati. 

Kasus ini mencuat setelah OTT di Sidoarjo pada Januari 2024. Saat itu, tim KPK menangkap 11 orang yaitu Siska Wati (Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo), Agung Sugiarto, (suami Siska dan juga Kabag Pembangunan Setda Pemkab Sidoarjo), Robith Fuadi yang merupakan kakak ipar Bupati Sidoarjo, Aswin Reza Sumantri selaku asisten pribadi Bupati Sidoarjo. 

Kemudian Rizqi Nourma Tanya (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Sintya Nur Afrianti (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Umi Laila (Pimpinan Cabang Bank Jatim), Heri Sumaeko (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Rahma Fitri (Fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo) Tholib (Kepala Bidang BPPD Pemkab Sidoarjo), dan Nur Ramadan, anak Siska. 

Tapi saat itu yang dijadikan tersangka baru Siska dan Ari saja. Sisanya dilepaskan oleh KPK.

Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut. 

Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. 

KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.

 

Karikatur Opini Republika : Pungli KPK (Lagi) - (Republika/Daan Yahya)

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK segera memanggil Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali. Gus Muhdlor baru saja jadi tersangka dalam kasus potek insentif ASN. 

Gus Muhdlor sempat diperiksa KPK sekitar empat jam pada 16 Februari 2024. Namun saat itu kapasitasnya baru sebagai saksi. Kini, status hukumnya telah berubah jadi tersangka. 

"Maka langkah awal yang harus dilakukan oleh KPK ada segera memanggil Muhdlor Ali dalam statusnya sebagai tersangka," kata Peneliti ICW Diky Anandya kepada Republika, Rabu (17/4/2024). 

Diky menduga KPK bakal menahan Gus Muhdlor pascapemeriksaan perdananya sebagai tersangka. Menurutnya, penahanan tersebut wajar dilakukan karena bagian dari proses hukum. 

"Setelah dilakukan pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka, lazimnya penahanan akan segera dilakukan," ujar Diky. 

ICW pun menduga menduga adanya aroma politik di balik kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali. Gus Muhdlor baru saja dijadikan tersangka oleh KPK dalam perkara itu. 

Peneliti ICW Diky Anandya mempertanyakan penetapan tersangka Gus Muhdlor dilakukan pasca-Pilpres 2024. Hal ini diduga menyangkut arah dukungan Gus Muhdlor di Pilpres 2024.

"Bahwa pada akhirnya penetapan tersangka dilakukan setelah proses pemilihan umum, ini juga telah menimbulkan insinuasi negatif di tengah masyarakat," kata Diky.

Diky menilai penetapan tersangka terhadap Gus Muhdlor sebenarnya bisa dilakukan setelah OTT di Sidoarjo. Apalagi peran Gus Muhdlor dalam kasus itu sudah disampaikan KPK secara terang.

"Padahal jika dicermati lebih lanjut, dari keterangan pers KPK sendiri disebutkan bahwa peran Muhdlor Ali sudah cukup terang dalam perkara ini," ujar Diky.

Oleh karena itu, Diky menduga kasus ini berpeluang dipolitisasi. Terlebih lagi, kubu Gus Muhdlor berencana melawan KPK dengan mengajukan praperadilan.

"Dalam perkara ini, terutama sikap yang ditunjukkan Muhdlor Ali sendiri, memberikan kita gambaran yang jelas mengenai potensi politisasi penegakan hukum," ujar Diky.

Muncul dugaan, awalnya Gus Muhdlor mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024. Sebab Gus Muhdlor disokong PKB selaku parpol pengusung Anies-Imin di Pilbup Sidoarjo.

Tetapi, Gus Muhdlor tiba-tiba beralih dukungan dengan hadir dalam deklarasi mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pondok Pesantren (Ponpes) Bumi Shalawat, Desa Lebo, Sidoarjo, Kamis (1/2/2024). Kehadirannya itu tak jauh dari momentum lolosnya Gus Muhdlor dari OTT di Sidoarjo.

"Kita tahu bahwa tak lama setalah rumah dinasnya digeledah, Ia justru menggelar semacam deklarasi untuk mendukung calon presiden tertentu," ujar Diky.

KPK sudah membantah dugaan aroma politik di balik penetapan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka. Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan lembaga antirasuah tak terpengaruh dengan tudingan politisasi perkara Gus Muhdlor. Ali menjamin penetapan status tersangka terhadap Gus Muhdlor merupakan bagian dari penegakan hukum. 

"Kami tidak akan terpengaruh dengan opini semacam itu. Kacamata kami murni penegakan hukum, dan itu sudah pasti," kata Ali kepada wartawan, Rabu (17/4/2024).

Ali mengajak publik memperhatikan kasus di Pemkab Sidoarjo ini sejak awal penanganan. Ali mengingatkan kasus ini diproses KPK sebelum penyelenggaraan Pilpres 2024.

"Silakan bisa cek saja perjalanan perkaranya dari laporan masyarakat yang diterima KPK sebelum hiruk pikuk perpolitikan di Indonesia," ujar Ali.

Ali menegaskan laporan itu terus dikembangkan oleh KPK tanpa memperhatikan kondisi politik nasional. Hasilnya, kini Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK merasa ada cukup bukti. 

"Hingga hari ini kami selesaikan laporan tersebut," ujar Ali.

KPK didera persoalan - (Republika/berbagai sumber)

 
Berita Terpopuler