Seberapa Tangguh Pertahanan Iran Jika Israel Menyerang?

Presiden Iran Ibrahim Raisi tak gentar dengan janji serangan balasan Israel.

AP Photo/Vahid Salemi
Sejumlag rudal diangkut truk saat parade Hari Angkatan Bersenjata di pangkalan militer utara Teheran, Iran, Rabu (17/4/2024).
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Israel menjanjikan serangan balasan atas serangan Iran pada Ahad (14/4/2024) dini hari lalu. Kabinet perang Israel menggelar rapat beberapa kali untuk membahas serangan balasan ini. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Herzi Halevi balasan itu pasti dilakukan. 

Baca Juga

Presiden Iran Ibrahim Raisi tak gentar dengan janji serangan balasan Israel. ‘’Kami akan membalas dengan masif dan lebih keras jika Israel memutuskan melakukan operasi militer langsung di tanah Iran,’’ katanya, Rabu (17/4/2024). Lalu seberapa kuat pertahanan Iran? 

Senjata Pertahanan Lokal 

Dalam beberapa dekade, Iran bergantung pada kemampuan sendiri dalam bidang ekonomi, demikian pula di sektor militer. Dihantam sanksi dan embargo selama berpuluh-puluh tahun, pertahanan udara Iran menghadapi tantangan. 

Mereka mengandalkan pesawat tempur dan peralatannya, termasuk F-4 dan F-5 buatan AS, peninggalan sebelum revolusi 1979. Revolusi saat menggulingkan monarki dukungan barat yang dipimpin oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi.

Sekarang Iran mengoperasikan pesawat tempur yang sebagian besar buatan Rusia, yakni Sukhoi dan MiG yang berasal dari masa Uni Soviet. Iran juga membangun pesawat tempurnya sendiri, seperti Saeqeh dan  Kowsar yang merujuk rancangan pesawat tempur AS. 

Meski demikian, menurut laman berita Aljazirah, Rabu, muncul pertanyaan apakah pesawat-pesawat ini mampu menandingi pesawat F-35 yang banyak dimiliki Israel? Pengiriman puluhan Sukhoi-35 yang dalam pembicaraan dengan Rusia, bisa memperkuat pertahanan udara Iran. 

Rudal Jarak Jauh

Iran berusaha menutupi ‘lubang’ pertahanan udara karena pesawat-pesawat yang sudah tua dengan pengembangan rudal. Mereka khususnya fokus pada peningkatan sistem pertahanan udara. Pertahanan lain juga dilakukan. 

Yakni dengan membangun pangkalan udara, depot rudal, dan fasilitas di kedalaman wilayah pegunungan agar tak menjadi sasaran bom anti-bunker buatan AS yang digunakan Israel. Selama enam bulan berperang di Gaza, Israel secara masif menggunakan bom tersebut.

Rudal dengan jangkauan paling jauh yang dikembangkan sendiri oleh Iran adalah Bavar-373. Rudal ini mulai digunakan pada 2019 setelah pengembangan dan pengujian selama satu dekade. Sejak saat itu, rudal jarak jauh ini mengalami perkembangan signifikan. 

Pada November 2022, Iran memajang Bavar-373 yang lebih canggih dengan deteksi radar yang juga meningkat dari 350 km menjadi 450 km. Bavar-373 ini juga dilengkapi rudal surface-to-air canggih, yaitu Sayyad 4B.

Rudal ini mampu mengunci target, termasuk rudal balistik jarak jauh, drone, pesawat tempur stealth pada jarak hingga 400 km, melacak 60 target dan enam target tambahan secara bersamaan serta mampu menghantam mereka pada jarak hingga 300 km. 

Media pemerintah melaporkan, dalam sejumlah aspek sistem pertahanan Iran ini lebih unggul dibandingkan buatan Rusia, S-300 bahkan bisa disandingkan dengan sistem yang lebih maju lagi, S-400 yang selama ini dinilai sebagai salah satu yang tercanggih di dunia. 

Di samping itu, selain sistem pertahanan rudal Tor, Iran mengoperasikan S-300 yang dibuat Rusia. Teheran menerima S-300 setelah menandatangani kesepakatan program nukli dengan sejumlah negara besar pada 2016.

S-300 yang pertama kali dioperasikan pada akhir 1970-an, dirancang untuk menembak jatuh pesawat, drone, dan rudal jelajah serta balistik dalam jarak hingga 150 km. Tor hanya mampu membidik pada jarak lebih rendah yaitu hingga 16 km. 

Lapisan Sistem Pertahanan Anti-Rudal 

Iran mengoperasikan beragam pertahanan rudal yang dikembangkan sendiri selain rudal jarak jauh untuk membuat berlapis-lapis pertahanan. Di antaranya sistem pertahanan jarak menengah termasuk Arman, Tactical Sayyad, dan Khordad-15.

Sistem pertahanan ini mampu melindungi langit Iran dari rudal dengan jangkauan jarak 200 km pada beragam ketinggian. Arman yang dirilis pada November 2022, bisa diletakkan di bagian belakang truk militer serta siap dioperasikan hanya dalam hitungan menit. 

Arman punya dua versi yaitu menggunakan radar aktif atau pasif yang dipindai secara elektronik. Ini akurat dan sulit untuk dikacaukan perangkat lain. Arman dirancang untuk menangkal senjata balitistik, artinya digunakan di medan pertempuran berjarak di bawah 300 km. 

Sistem pertahanan Arman ini dilengkapi rudal guna menjatuhkan rudal dengan presisi tinggi, rudal anti-bungker yang dirancang untuk menghancurkan infrastruktur bawah tanah. Mereka juga mempunyai sistem jarak pendek Azarakhsh, Majid, dan Zoubin. 

Garda Revolusi dan angkatan bersenjata Iran juga mempunyai banyak jenis rudal balistik dan jelajah dengan berbagai jarak jangakauan. Ada pula yang mencapai 2.000 km. Selain itu mereka punyai drone serangan seperti yang digunakan pada serangan Ahad dini hari lalu. 

Potensi Serangan Siber

Lebih dari satu dekade, Israel tak mengandalkan perang konvensional untuk menyasar kepentingan Iran. Beberapa kali mereka menyabotase fasilitas nuklir Iran. 

Pada Juni 2010, virus Stuxnet ditemukan di komputer-komputer yang berada di pembangkit nuklir Iran, Kota Bushehr. Virus ini kemudian menyebar ke fasilitas lainnya. Sekitar 30 ribu komputer di 14 fasilitas terdampak hingga September 2010. 

Setidaknya 1.000 dari 9.000 sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Natanz dihancurkan. Melalui penyelidikan, Iran menuding Israel dan AS berada di balik serangan virus itu. 

Belum genap setahun, yaitu April 2011, virus Stars terdeteksi oleh badan pertahanan siber yang disusupkan untuk menhancurkan fasilitas nuklir Iran. Lagi-lagi, Iran menyalahkan AS dan Israel atas serangan virus ini. 

Lalu, pada November 2011 Iran menemukan virus baru, Duqu yang basisnya ada pada Stuxnet. Para pakar mengungkapkan, Duqu dibuat untuk menghimpun data untuk serangan siber selanjutnya. Mereka meyakini virus ini mempunyai kaitan dengan Israel. 

April 2012,  Iran menyalahkan AS dan Israel atas malware yang disebut Wiper, yang menghapus hard drives komputer milik Kementerian Perminyakan dan National Iranian Oil Company.

Sebulan kemudian, Mei 2012, Iran mengumumkan adanya virus Flame yang digunakan untuk mencuri data dari komputer pemerintah. The Washington Post melaporkan, Israel dan AS biasa menggunakannya untuk mengumpulkan data intelijen. 

Moshe Yaalon yang kemudian menjabat wakil perdana menteri tak mengonfirmasi keterlibatan Israel dalam kasus ini tetapi mengakui Israel akan menggunakan berbagai cara untuk merusak sistem nuklir Iran. 

Pada Oktober 2018, Pemerintah Iran menyatakan telah memblokir invasi gerenasi baru virus Stuxnet. Pada Mei 2020, serangan siber berdampak pada komputer yang mengendalikan lalu lintas maritime di Pelabuhan Shahid Rajaee, Iran selatan. 

Ini menyebabkan kapal-kapal mengantre panjang. The Washington Post mengutip sejumlah pejabat AS mengungkapkan bahwa Israel dalang serangan ini, meski Israel tak mengakuinya. 

 

 
Berita Terpopuler