Studi Ungkap Parasetamol Bisa Ganggu Pensinyalan Jantung, Bahkan dalam Dosis Rendah

Parasetamol merupakan obat pereda nyeri.

Pixabay
Parasetamol (ilustrasi). Peneliti menemukan bahwa penggunaan parasetamol dalam jangka panjang dengan dosis sedang hingga tinggi dapat mendorong terjadinya masalah jantung.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat pereda nyeri yang diketahui aman dan sangat umum digunakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Namun, studi terbaru pada hewan tikus menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol bisa mengganggu jalur pensinyalan jantung meski dalam dosis yang rendah.

"Kami menemukan bahwa penggunaan asetaminofen dalam konsentrasi yang dianggap aman, setara dengan 500 mg/hari, menyebabkan sejumlah jalur pensinyalan di dalam jantung mengalami perubahan," ungkap dr Gabriela Rivera dari University of California di AS, seperti dilansir The Sun pada Selasa (16/4/2024).

Temuan ini diperoleh dari sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti terhadap tikus. Dalam studi ini, tim peneliti membagi tikus-tikus ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama diberikan air putih tawar setiap hari, sedangkan kelompok kedua diberikan air putih dengan campuran parasetamol. Dosis parasetamol yang diberikan kepada tikus setara dengan parasetamol yang diberikan pada manusia dewasa dalam dosis 500 mg/hari.

Setelah tujuh hari, tim peneliti menganalisis jaringan jantung pada semua tikus yang dilibatkan dalam studi. Analisis ini dilakukan untuk memeriksa perubahan protein pada jaringan yang dapat menjadi indikator fungsi jantung.

Tim peneliti lalu menemukan adanya perubahan pada protein-protein yang berkaitan dengan sejumlah jalur pensinyalan biokimia. Tim peneliti menambahkan, jumlah jalur pensinyalan yang terdampak oleh parasetamol juga melebihi ekspektasi.

"Kami berekspektasi ada dua atau tiga jalur yang mengalami perubahan tetapi kami menemukan lebih dari 20 jalur pensinyalan berbeda yang terdampak (mengalami perubahan)," ujar dr Rivera.

Selain itu, tim peneliti menemukan bahwa penggunaan parasetamol dalam jangka panjang dengan dosis sedang hingga tinggi dapat mendorong terjadinya masalah jantung. Masalah jantung ini bisa terjadi akibat penumpukan toksin atau stres oksidatif yang muncul saat tubuh mencerna parasetamol.

Baca Juga

Pada dasarnya, tubuh bisa melakukan pembersihan sebelum toksin-toksin seperti ini menimbulkan masalah. Akan tetapi, proses pembersihan ini menjadi lebih sulit dilakukan ketika seseorang meminum parasetamol dengan dosis sedang hingga tinggi secara konsisten dalam jangka panjang.

Dokter Rivera menyatakan bahwa studi lebih lanjut pada manusia terkait pengaruh parasetamol terhadap jantung perlu dilakukan. Namun, berdasarkan temuan dalam studi terbaru ini, dr Rivera merekomendasikan orang-orang untuk menggunakan parasetamol dalam dosis efektif serendah mungkin dan dalam durasi sependek mungkin.

Parasetamol dipasarkan dalam bentuk yang beragam, mulai dari tablet, kapsul, sirup, bubuk, hingga suppositoria. Dosis parasetamol di tiap bentuk obat ini juga bervariasi.

Oleh karena itu, orang-orang perlu membaca instruksi pada kemasan sebelum menggunakan parasetamol. Untuk orang dewasa, dosis yang biasanya digunakan adalah 500 mg atau 1 gr. Namun, untuk individu dengan berat badan di bawah 50 kg, dosis maksimal yang bisa digunakan bisa berbeda dan perlu dikonsultasikan dengan dokter atau apoteker.

 
Berita Terpopuler