Kisah Peneliti Mesir Dihalangi Terbitkan Informasi Berbahaya Bagi Israel

Rencana Zionis ini mencakup upaya mendistorsi Islam.

EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Seorang warga Yaman melewati spanduk bergambar bendera Israel dan AS di dek kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Mesir Mustafa Mahmoud menyinggung banyak rencana Zionis Israel melalui serangkaian buku yang membahas ancaman Israel. Rencana Zionis ini mencakup upaya mendistorsi Islam dengan menggunakan dan mendukung kelompok Islam ekstremis untuk menghancurkan peradaban Islam dari dalam.

Mahmoud dalam bukunya berjudul Al 'Aab Al Sirk Al Siyasi (Permainan Sirkus Politik), menyebut Israel sebagai "anak manja Amerika". Dalam buku ini, dia mengungkap rencana lain Israel, yaitu mencapai wilayah hulu Sungai Nil dan mengancam Mesir.

"Intelijen Prancis telah mengungkapkan operasi persenjataan ekstensif Israel terhadap milisi Tutsi dan Hutu yang berperang di Rwanda, Burundi, dan Zaire (Kongo), untuk menyebarkan kematian di benua Afrika di sekitar kawasan Great Lakes, dan untuk memenangkan persahabatan geng kriminal di sana sebagai persiapan untuk berbagai hal di masa depan," tulisnya.

Mahmoud juga menyoroti keinginan Israel mengakses perairan Sungai Nil melalui Sinai, sebagai upaya untuk mempersempit pemblokiran sumber air Sungai Nil. Israel berencana mengendalikan sumber-sumber Sungai Nil dengan mengendalikan wilayah Great Lakes. Juga memprovokasi perang serta perselisihan sektarian dan rasis antara umat Kristen di selatan dan Muslim di utara di Sudan. Ini tak lepas dari konspirasi negara-negara tetangga di Afrika.

"Hubungan Israel dengan Abyssinia dan Eritrea serta mempersenjatai keduanya dan memasok peralatan militer kepada mereka, adalah hal-hal memiliki keterkaitan dan menjadi pintu gerbang ke Laut Merah, negara-negara Tanduk Afrika, dan Laut Merah. Semua ini adalah stasiun strategis yang selalu berada di bawah pengawasan dan ambisi Israel," ungkapnya.

Mustafa Mahmoud yang meninggal dunia pada 2009 silam, semasa hidupnya juga telah menguraikan rencana Zionis dan dukungan Amerika kepada Israel. Mahmoud mencoba mengantisipasi kehadiran Israel di kawasan Arab melalui berbagai produksi, baik buku maupun tayangan program televisi Mesir bertajuk Sains dan Iman untuk tujuan yang sama.

Baca Juga

Namun, penayangan program televisi tersebut...

Namun, penayangan program televisi tersebut dicegah oleh otoritas Mesir kala itu. Bahkan, keluarga Mahmoud diminta untuk mencegah penerbitan berbagai artikel di surat kabar, sekaligus untuk menghentikan program terkenal tersebut. Ini karena Mahmoud yang bersikeras mengungkap akar dan ambisi negara pendudukan Israel.

Adham, putra Mustafa Mahmoud, mengatakan rezim Presiden Mesir Hosni Mubarak mencegah artikel ayahnya diterbitkan pada pertengahan tahun 1990-an. Setelah ayahnya wafat, Adham menjelaskan dalam tayangan di televisi bahwa mantan direktur Kantor Presiden Republik untuk Urusan Politik, Osama El-Baz, mengirimkan surat kepada Ketua Dewan Direksi surat kabar Al-Ahram saat itu, Ibrahim Nafi.

Lalu, Osama El-Baz meminta Ibrahim Nafi untuk mencegah pemuatan artikel Mustafa Mahmoud setelah menerbitkan artikel yang membuat marah para pemimpin Israel dan organisasi Yahudi. Penyebabnya tidak hanya karena penolakan terhadap tulisan-tulisan Mahmoud tetapi juga mencakup isi program "Sains dan Iman" yang menunjukkan Israel memainkan peran besar dalam menghentikan penayangan program tersebut di saluran terestrial Mesir.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh jurnalis Al-Harrani, penulis buku Mudzakkarat Mustafa Mahmoud (Biografi Mustafa Mahmoud). Ia menjelaskan, mendiang Mahmoud menghadapi isolasi politik pada akhir tahun 1990-an oleh negara karena pemikirannya bertentangan dengan negara pada saat itu.

Posisi negara Mesir menjadi jelas ketika Mustafa Mahmoud meninggal dunia. Sebab, tidak ada pejabat Mesir yang hadir. Hal ini mendorong jurnalis Wael Al-Ibrashi untuk berkomentar pada saat itu mengenai sikap resmi pemerintah yang mengabaikan Mahmoud.

Al-Ibrashi mengatakan, Mustafa Mahmoud adalah sosok yang berbahaya bagi Israel karena dialah satu-satunya yang menghadapi Israel melalui doktrin, sejarah, dan ilmu pengetahuan yang cermat. Ini menyebabkan rasa malu yang parah bagi pejabat negara Mesir, yang mungkin menjadi alasan mengapa mereka mengabaikannya selama masa sakit Mahmoud hingga akhir hayat.

Sumber: Aljazirah

 
Berita Terpopuler