Tersangka Korupsi Timah Hidup Bergelimang Harta, Ini Ayat Alquran tentang Harta

Harta harus dimanfaatkan untuk kebaikan.

ANTARA FOTO/Muhammad Harsal
Pekerja melintas di samping mobil mewah milik Harvey Moeis yang disita di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Kejaksaan Agung menyita dua unit mobil mewah Mini Cooper dan Rolls-Royce milik Harvey Moeis terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Rep: Hasanul Rizqa Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kita dikejutkan dengan pengungkapan dugaan korupsi timah. Kejaksaan Agung menjelaskan kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 271 triliun.

Baca Juga

Sejumlah tersangka yang sudah diamankan merupakan tokoh publik yang selama ini diketahui memiliki harta berlimpah. Ada yang kerap menumpangi pesawat jet pribadi, hidup mengenakan barang-barang mahal, dan juga menyimpan uang kas miliaran rupiah.

Bagaimanakah Islam berbicara tentang harta?

Hadits dan ayat Alquran tentang harta

Pada zaman modern sekarang kekayaan tentu identik dengan kemewahan. Hal ini tak bisa dihindari, bahkan kebanyakan manusia mencari harta bertujuan hanya untuk bisa menikmati apa yang disebut kemewahan, tapi akan berbahaya jika itu menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu." (HR Bukhari dan Muslim).

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ

mang kāna yurīdul-ḥayātad-dun-yā wa zīnatahā nuwaffi ilaihim a’mālahum fīhā wa hum fīhā lā yubkhasụn

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.

Menjadi orang berharta harus selalu ingat perintah dan larangan Allah. Mereka yang hidup bergelimang harta harus menjadi orang-orang bertakwa.

وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا

wa iżā aradnā an nuhlika qaryatan amarnā mutrafīhā fa fasaqụ fīhā fa ḥaqqa ‘alaihal-qaulu fa dammarnāhā tadmīrā

Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

Ulama yang hidup kaya 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Imam Abu Hanifah atau yang kemudian dikenal dengan Imam Hanafi tidak hanya terkenal dengan kepakarannya dalam agama, hingga mencetuskan mazhab fikih. 

Mengutip Sirot Fajar dalam buku Hidup Bahagia Tanpa Keluh Kesah, Abu Hanifah adalah seorang pedagang yang kaya raya. Fokus usahanya ialah menjual kebutuhan sandang, termasuk kain-kain impor dari bahan sutra dan bulu.

Sebelum menerima nasihat dari Imam Amir bin Syurahbil Asy Sya'bi, dirinya sering sekali bepergian dari satu negeri ke negeri lain untuk berniaga. 

Barulah sesudah Asy Sya'bi menyarankannya agar berkonsentrasi pada dunia ilmu-ilmu agama, dia mengurangi intensitas perjalanan bisnis. 

Sebagai orang yang alim dan berada, Imam Hanafi sangat antusias dalam beramal. Bila ia mengeluarkan nafkah kepada diri dan keluarganya, saat itu pula sedekahnya dikeluarkan dengan jumlah yang sama kepada orang-orang lain yang membutuhkan. 

Sebagai contoh, ketika sang imam memakai baju baru, maka ia langsung membelikan orang-orang miskin sejumlah baju baru dengan nilai dan harga yang sama, atau bahkan lebih, dengan pakaiannya itu. Begitu pula saat ia mendapatkan berbagai rezeki, semisal makanan, minuman, dan lain-lain. 

Tiap akhir tahun, Imam Hanafi selalu melakukan tutup buku. Saat itu, dirinya akan menghitung seluruh laba perniagaannya. Dari keuntungan yang ada, ia mengambil sekadarnya saja untuk mencukupi kebutuhan pribadi. 

Adapun jumlah yang lebih besar dialokasikannya untuk bersedekah dan hadiah. Para qari, ahli hadits, ulama fikih, serta anak-anak muda yang sedang menuntut ilmu-ilmu agama. Merekalah yang menjadi sasaran Imam Hanafi dalam bederma. 

 

Di berbagai kesempatan, tokoh yang wafat pada 150 H ini kerap berpetuah, dirinya hanyalah peran tara yang melaluinya Allah mendatangkan sebagian dari rezeki-Nya kepada hamba-hamba-Nya. “Demi Allah, aku tidaklah memberi orang-orang sedikit pun dari hartaku. Sebab, itu adalah karunia dari Allah bagi kalian yang melalui tanganku.”

 
Berita Terpopuler