Setelah Diboikot, McDonald’s Ambil Alih 225 Gerai di Israel 

McDonald’s menyatakan mereka tetap memiliki komitmen terhadap pasar Israel.

EPA-EFE/ANDY RAIN
Logo McDonald’s di gerai yan berada di London, Britain, Inggris, 14 November 2023.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Perusahaan makanan cepat saji, McDonald’s menyatakan akan membeli izin franchise di Israel dari Alonyal. Ini berarti mereka akan mengambil alih kembali kepemilikan 225 gerai yang mempekerjakan lebih dari 5.000 orang. 

Baca Juga

McDonald’s menghadapi aksi boikot dan unjuk rasa sejak pemegang franchise di Israel, Alonyal mengumumkan akan memberikan makanan gratis kepada militer Israel tak lama setelah terjadi serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. 

‘’Lebih dari 30 tahun, Alonyal Limited telah membawa kebanggaan ke Israel dan melayani komunitas kita,’’ ujar CEO dan pemilik Alonyal Omri Padan dalam sebuah pernyataan Kamis (4/4/2024) yang dilansir laman Aljazirah, Jumat (5/4/2024). 

McDonald’s menyatakan pula mereka tetap memiliki komitmen terhadap pasar Israel dan menjamin memberikan pengalaman positif bagi pelanggan dan karyawan. Mereka meyakini bahwa pasar akan berjalan dengan baik. 

‘’Setelah menuntaskan transkasi di beberapa bulan mendatang, McDonald’s akan memiliki dan mengoperasikan gerai Alonyal serta mempertahankan karyawan yang telah ada,’’ demikian McDonald’s. Namun belum ada informasi kapan penyelesaian transaksi ini. 

McDonald’s merupakan perusahaan global tetapi izin franchise sering dimiliki perusahaan mitra lokal dan beroperasi secara otonom. Sebelumnya, CEO McDonald’s Chris Kempczinski mengakui perushaaan yang dipimpinnya benar-benar terdampak akibat konflik Timur Tengah. 

Serangan Israel ke Gaza dan pengumuman akan memberikan makanan gratis ke militer Israel menyebabkan aksi boikot di kawasan Timur Tengah dan wilayah lainnya. Pada Februari lalu, Kempczinski menyatakan perang berimbas besar pada penjulan di Timur Tengah. 

Di negara-negara Muslim lainnya, penjualan McDonald’s juga mengalami dampak yang sama seperti di Indonesia dan Malaysia.’’Semakin lama konflik, perang ini berlangsung  kami tak bisa berharap ada peningkatan penjualan,’’ ujarnya. 

Pertumbuhan penjualan divisi jaringan makanan cepat saji di Timur Tengah, Cina, dan India selama Oktober-Desember hanya berkisar 0,7 persen. Angka ini tentu sangat jauh di bawah target yang sudah ditetapkan sebelumnya, 5,5 persen. 

Ini terjadi menyusul boikot dari pelanggan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Mereka menyerukan boikot McDonald’s sebagai respons pengumuman Alonyal yang menyatakan akan memberikan makan gratis ke militer Israel. 

Menyusul langkah pemegang franchise di Israel, pemegang franchise di Mesir, Yordania, dan Arab Saudi menyatakan tak sejalan dengan kebijakan tersebut dan secara kolektif menjanjikan donasi jutaan dolar AS untuk Palestina. 

Merek global lainnya, Starbucks juga dibikot karena dianggap pula memiliki sikap pro-Israel. Mereka juga menghadapi tudungan mempunyai kaitan keuangan dengan Israel. Kondisi ini juga berdampak pada penjualan mereka. 

CEO Starbucks Laxman Narasimhan pada Februari menyatakan terdapat pengaruh trafik dan penjualan di Timur Tengah juga AS. Ini terjadi di tengah aksi massa dan boikot terhadap perusahaan yang berbasis di Seattle ini. 

Domino’s, perusahaan pizza asal AS yang juga memiliki franchise di seluruh dunia, harus menanggung dampak buruk juga, menyusul postingan di media sosial tetapi tak menyeratkan bukti kuat yang menyatakan mereka memberikan makanan gratis kepada tentara Israel. 

Kampanye boikot....

Kampanye boikot produk dan perusahaan yang memberikan dukungan terhadap Israel membuahkan hasil. Pada suatu malam di Kairo, Mesir, terlihat seorang pekerja membersihkan meja-meja restoran McDonald’s yang terlihat kosong.

Di cabang lain jaringan restoran makanan cepat saji yang berlokasi di ibu kota Mesir itu juga tampak sepi. Jarang pembeli. Reuters, Rabu (22/11/2023) menyebut itu semua akibat kampanye boikot akar rumput yang dilakukan secara masif dan luas.

Boikot ditempuh sebagai respons atas serangan besar militer Israel terhadap Gaza. Paling tidak, merek-merek Barat merasakan benar dampak besar seruan boikot di Mesir dan Yordania. Tampak tanda-tanda yang sama di negara Arab lainnya, termasuk Kuwait dan Maroko.

Namun, dampak tak kentara terlihat di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Sejumlah perusahaan yang menjadi target boikot selama ini dipandang menyatakan sikap mendukung Israel dan lainnya diyakini memiliki keterkaitan keuangan dengan Israel atau berinvestasi di sana.

Bersamaan dengan berlangsungnya kampanye yang terus bergulir, seruan boikot menyebar luas di media sosial. Di sana, muncul postingan yang memuat daftar puluhan perusahaan dan produk yang memiliki kaitan dengan Israel.

Maka kemudian, konsumen mulai beralih ke produk lainnya sebagai alternatif, terutama menggunakan produk lokal sebagai pengganti. Di Mesir, karena ketatnya pembatasan untuk berunjuk rasa, sebagian warga menganggap boikot merupakan langkah tepat.

Melalui kampanye boikot, mereka merasa inilah langkah terbaik yang bisa mereka lakukan agar suaranya didengar. ‘’Saya rasa, meski tak berdampak masif terhadap perang, ini cara yang paling bisa kita lakukan,’’ kata warga Kairo, Reham Hamed (31 tahun).

Ia memboikot jaringan produk makanan cepat saji yang berasal dari AS dan sejumlah produk kebersihan. Di Yordania, warga pendukung boikot kadang-kadang memasuki Starbucks dan McDonald's yang telah jarang didatangi pelanggan menyarankan untuk beralih bisnis saja.

Sejumlah video yang memperlihatkan pasukan Israel mencuci pakaian mereka dengan merek deterjen terkenal, kemudian mengajak masyarakat yang melihat video tersebut memboikot merek deterjen tersebut. Dan tampaknya itu ampuh.

‘’Tak seorang pun membeli produk-produk tersebut,’’ ujar Ahmad al-Zaro, kasir di sebuah supermarket di ibu kota Yordania, Amman. Sebagai gantinya, menurut dia, pelanggannya membeli merek-merek produk lokal.

 
Berita Terpopuler