Waketum Gerindra Setuju Pendapat Bamsoet, Pemerintah tak Perlu Ada Oposisi

Habiburokhman setuju demokrasi Indonesia tidak perlu mencontoh Amerika ada oposisi.

undefined
Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Gerindra, Habiburokhman.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, menanggapi celotehan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang mengusulkan agar tak perlu adanya oposisi dalam pemerintahan RI. Dia mengaku sangat setuju dengan pernyataan wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu.

"Wah bagus banget itu, keren itu, jadi namanya demokrasi pasti terus berproses mencari bentuknya, kita mencari format ideal untuk kita sendiri. Nggak harus kayak di Amerika harus ada oposisi, bisa jadi di Indonesia nggak perlu oposisi, dan musyawarah mufakat, keren Mas Bamsoet," ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

Baca: SBY dan Prabowo, Penghuni Paviliun 5A Akmil yang Jadi Presiden

Sebelumnya, mantan ketua umum Partai Golkar, Muhammad Jusuf Kalla (JK) juga memandang wajar jika partai politik bersikap pragmatis usai berlangsung Pemilu 2024. Hal tersebut ia alami pada Pemilu 2014, saat Golkar tak mengusung dirinya dengan Joko Widodo (Jokowi), tetapi akhirnya bergabung dengan koalisi pemerintahan.

"Begitu menang kita, bergabung Golkar itu, itu biasa aja politik itu," ujar JK dalam sambutannya di Aula Juwono Sudarsono Universitas Indonesia, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).

Eks ketua umum Golkar tersebut mengatakan, tidak ada satupun partai politik yang didirikan untuk menjadi oposisi atau lawan dari pemerintah. Oposisi adalah kecelakaan bagi partai politik yang selalu pragmatis dalam mengambil keputusan.

Baca: Prabowo Tinjau SMP di Beijing yang Sediakan Makan Siang Gratis

"Sekali lagi tidak ada partai yang didirikan atau mau jadi oposisi, oposisi bagi partai adalah kecelakaan. Jadi karena itu banyak pragmatis," ujar JK.

Gerindra belum bersikap...

Habiburokhman menjelaskan, DPR mengedepankan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Termasuk, ihwal revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Dia menyampaikan, seluruh fraksi di DPR RI sepakat untuk mengikuti UU MD3 yang ada saat ini. Kendati demikian, Fraksi Gerindra DPR tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju terkait wacana merevisi UU MD3.

"Belum (ada sikap terkait revisi UU MD3), belum, kita lihat nanti," ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis.

Menurut wakil ketua Komisi III DPR tersebut, revisi UU MD3 tak hanya berkaitan dengan posisi ketua DPR. Adapula isu lain terkait masa sidang, pengaturan reses, pelantikan alat kelengkapan dewan (AKD), hingga tugas lembaga legislatif dalam mengawasi pemerintah.

"Itu bentuk kedewasaan, memang biasanya, biasanya ya, saling menghargai bahwa yang memperoleh suara terbanyak itu ketua. Biasanya seperti itu," ujar Habiburokhman.

 
Berita Terpopuler