Sekolah Tetap Wajib Sediakan Ekstrakulikuler Pramuka, yang tidak Wajib Perkemahannya

Pramuka jadi ekstrakulikuler pilihan yang bisa diikuti atau tidak oleh siswa sekolah.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Anggota pramuka dari Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Kota Bandung mengikuti upacara. (ilustrasi)
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjelaskan, pihak sekolah diwajibkan untuk menyediakan ekstrakulikuler Pramuka kepada siswanya. Tapi, tidak semua sekolah mendapatkan izin untuk membuat dan menjalankan kegiatan perkemahan dalam ekstrakulikuler tersebut.

Baca Juga

“Pihak sekolah diwajibkan untuk menyediakan ekstrakurikuler Pramuka kepada para siswanya. Namun tidak semua sekolah dapat izin untuk membuat kegiatan perkemahan dan menjalankan perkemahan dalam ekstrakurikuler tersebut," jelas Kepala Badan Stadar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Dia menjelaskan, sekolah harus memenuhi sejumlah kriteria jika ingin menjalankan perkemahan dalam ekstrakurikuler kepanduan tersebut. Menurut pria yang kerap disapa Nino itu, sejumlah syarat itu diberlakukan untuk menjaga keamanan peserta didik. Perkemahan tak menjadi kewajiban dalam pelaksanaan ekstrakulikuler pramuka.

“Kami tidak wajibkan, karena berdasarkan pengalaman tidak semua sekolah itu bisa mengadakan perkemahan dengan baik dan aman," jelas Nino.

Dia mengungkapkan, pihaknya tak ingin dalam kegiatan perkemahan itu terjadi kecelakaan bagi guru pembina maupun siswa. Sebab, kata dia, perkemahan memiliki tingkat risiko keselamatan yang cukup tinggi jika digelar secara tidak sesuai prosedur.

“Berdasarkan data yang ada kegiatan tersebut sudah terdapat kasus yang kita tidak inginkan,” kata dia.

Anindito juga menegaskan, Kemendikbudristek masih mewajibkan sekolah menyediakan ekstrakulikuler pramuka pada Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Aturan tersebut tidak mengubah ketentuan bahwa pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah.

"Sekolah tetap wajib menyediakan setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu pramuka,” ujar dia.

Anindito menjelaskan, setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah wajib menyediakan pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka. Dia menjelaskan, Permendikbudristek itu mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekstrakurikuler.

“Lalu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka juga mewajibkan satuan pendidikan untuk memiliki gugus depan,” kata Nino.

Dia menegaskan, sejak awal, Kemendikbudristek tidak memiliki gagasan untuk meniadakan pramuka. Adapun Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 justru menguatkan peraturan perundangan dalam menempatkan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan.

Dalam praktiknya, kata dia, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian pendidikan kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi tidak wajib. Namun demikian, jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan. Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela.

“UU Nomor 12 Tahun 2010 menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Sejalan dengan hal itu, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela,” kata Nino.

Kemendikbudristek memastikan akan memperjelas ketentuan teknis mengenai ekstrakurikuler Pramuka dalam Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka yang akan terbit sebelum tahun ajaran baru. “Pada intinya setiap sekolah tetap wajib menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Ketentuan ini tidak berubah dari kurikulum sebelumnya,” jelas Nino.

 

Mala di Sekolah Kita - (Republika)

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menjelaskan, kepramukaan ke depan akan menjadi pilihan yang bisa pelajar pilih atau tidak di sekolah. Tapi, sekolah tetap diwajibkan untuk menyediakan ekstrakulikuler pramuka.

"Kepramukaan itu pilihan. Karena mungkin ada yang tidak ingin hobinya langsung kepada hal-hal yang dia ingini misalkan, sehingga bisa ke arah sana," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK warsito dalam diskusi dengan media di Jakarta, Senin (1/4/2024) malam.

Meski hanya menjadi pilihan bagi siswa, Warsito menegaskan, sekolah tetap diwajibkan untuk membuka ekstrakulikuler pramuka. Menurut dia, kedudukan ekstrakulikuler kepramukaan akan sama dengan ekstrakulikuler kepanduan lain seperti Palang Merah Remaja (PMR) dan lainnya.

"Tetapi yang membedakan, wajib satuan pendidikan memberikan fasilitas ataupun ekstrakurikuler terkait dengan keperamukaan," jelas Warsito.

Warsito mengungkapkan, kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan membuat petunjuk teknis terkait ekstrakulikuler tersebut. Petunjuk teknis itu memang akan dikeluarkan sebagai turunan dari Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

"Petunjuk teknis tentang ekstrakurkuler keperamukaan seperti apa. Itu akan dikeluarkan regulasi dari Permendikbudnya," jelas dia.

Zementara, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melihat tidak wajibnya ekstrakulikuler pramuka diikuti oleh siswa sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Gerakan Pramuka. Di mana, dalam peraturan tersebut dikatakan, Pramuka adalah kegiatan yang bersifat sukarela. 

“Sebagai negara hukum, tentu kita harus merujuk dan berpedoman kepada aturan yang lebih tinggi, yaitu UU Gerakan Pramuka, yang mengatakan bahwa Pramuka adalah kegiatan yang sifatnya sukarela,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim kepada Republika, Selasa (2/4/2024).

Satriwan menambahkan, meskipun ekstrakulikuler Pramuka sekarang bersifat sukarela, pihaknya berharap sekolah dan madrasah wajib menawarkan dan menyediakan Pramuka. Itu diperlukan untuk menyalurkan minat dan bakat anak dalam bidang kepanduan.

Menurut dia, jika semua pemangku kepentingan pendidikan seperti guru, siswa, dan orang tua termasuk masyarakat pada umumnya menginginkan ekstrakulikuler Pramuka sebagai kegiatan ekskul wajib di sekolah atau madrasah, maka pemerintah harusnya terlebih dulu merevisi UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

"Harusnya dibunyikan dalam UU bahwa Pramuka adalah kegiatan ekskul wajib bagi setiap siswa sekolah dan madrasah. Kalau itu tak dilakukan, keberadaan ekskul Pramuka ya akan lemah selamanya, karena sifatnya yang sukarela alias tak wajib," kata dia.

Di samping itu, dia juga mengatakan, pada Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, Pramuka menjadi ekstrakulikuler pilihan alias tak wajib bagi seluruh siswa. Itu berarti, jika ada siswa yang memilih ikut ekstrakulikuler Pramuka, sekolah wajib menyediakannya. 

"Sekolah juga wajib menawarkan Pramuka sebagai salah satu pilihan ekskul bagi siswa, siswa diberi keleluasaan memilih atau tidak," kata Satriwan.

Jika sekolah atau madrasah sudah ada Organisasi Gugus Depan (Gudep) Pramuka yang eksis, maka siswa yang memilih ikut Pramuka tentunya akan menjadi Pengurus Gudep. Tetapi sekolah atau madrasah tidak boleh lagi mewajibkan seluruh siswa mengikuti ekskul Pramuka.

“Karena sifat organisasi Pramuka adalah sukarela sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2010, pasal 20 ayat 1 yang menyebut Gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis,” jelas dia.

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menuturkan, bagi P2G yang lebih mendesak kini dan ke depan adalah bagaimana satuan pendidikan mampu membangun transformasi kegiatan Pramuka. Saat ini diperlukan ekosistem pembelajaran Pramuka yang menyenangkan, mengembirakan, penuh inovasi, menantang, dan berkualitas bagi siswa. Pramuka tidak lagi dengan pendekatan konvensional, formalistik, dan militeristik.

"Bagaimana agar tidak ada lagi kekerasan, bullying, senioritas, relasi kuasa di semua kegiatan ekskul sekolah seperti Pramuka, Paskibara, atau Pecinta Alam, ini tantangan kita bersama," terang dia.

Iman menjelaskan, kegiatan ekskul tertentu masih diasosiasikan dengan kekerasan, senioritas sehingga peserta didik sebenarnya tidak tertarik mengikutinya. Kalau satuan pendidikan sudah mampu menciptakan kegiatan Pramuka yang gembira, humanis, dan menantang jauh dari kekerasan dan senioritas, tentu siswa akan tertarik mengikutinya.

"P2G yakin, kalau Pramuka sudah bertransformasi menjadi ekskul yang fun, menarik, egaliter, anti-bullying, maka para siswa pasti akan berbondong-bondong ingin masuk Pramuka. Tanpa diwajibkan negara sekalipun," lanjut guru honorer itu. 

Dia mengatakan, P2G meyakini keberadaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan adalah sangat urgen dan vital. Itu bertujuan untuk memfasilitasi dan menggali minat, bakat, dan potensi siswa di bidang apapun. Seperti kepanduan, kepaskibraan, lingkungan hidup, kesehatan, olahraga, seni, budaya, penelitian, digital, dan sebagainya.

Menurut dia, guru, orang tua, dan masyarakat mesti menyadari kembali bahwa kegiatan pembelajaran melalui ekstrakurikuler sebagai wahana strategis untuk membentuk karakter Pancasila bagi para peserta didik dengan pilihan yang rupa warna, ada Pramuka, Paskibraka, Pecinta Alam, UKS, KIR, PMR, Olahraga, Teater, Digital, Seni Budaya, dan sebagainya.

“Sekolah harus mampu mendisain kegiatan ekstrakurikuler yang menarik, bermanfaat, menggembirakan, dan anti kekerasan dalam bentuk apa pun,” jelas Iman.

Komik Si Calus : Sekolah - (Republika/Daan Yahya)

 

 
Berita Terpopuler