Orang Tua Perlu Tahu, Ini Penyebab Remaja Rentan Alami Kecanduan

Fase remaja adalah periode rentan anak mengalami adiksi.

Pxhere
Remaja menyendiri (Ilustrasi). Remaja rentan mengalami adiksi karena proses pengambilan keputusan masih bersifat impulsif atau tanpa berpikir panjang serta lebih mengedepankan emosinya.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kesehatan jiwa dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ(K) menyebutkan fase remaja merupakan periode rentan mengalami adiksi. Risiko itu ada salah satunya karena kondisi perkembangan otak anak yang belum sempurna atau matang.

"Populasi remaja merupakan populasi yang sangat rentan untuk mengalami adiksi karena area otaknya yang mengatur emosi, menilai situasi, dan mengambil keputusan masih berkembang sehingga perilaku impulsifnya masih terus tinggi," kata Kristiana dalam sebuah diskusi daring, dikutip Ahad (31/3/2024).

Dokter lulusan Universitas Indonesia itu menjelaskan, perkembangan prefrontal cortex atau bagian depan otak yang berfungsi untuk membuat keputusan, mengatur emosi, dan menilai situasi baru memasuki tahap sempurna di usia 21 atau 22 tahun. Oleh karena itu, saat usia remaja atau bahkan pada anak-anak proses pengambilan keputusan masih bersifat impulsif atau tanpa berpikir panjang serta lebih mengedepankan emosinya.

"Area untuk mengambil keputusannya belum matang sehingga perilakunya impulsif 'Aku kesal dimusuhin sama teman ya udah deh aku ngeganja aja karena perasaanku lebih enak kalau aku ngeganja' atau 'Ya udah deh aku main games aja yang lama karena perasaan aku lebih enak ketika aku main games'," ujar Kristiana.

Baca Juga

Selain faktor perkembangan otak, menurut Kristiana, faktor biologis lain yang memengaruhi munculnya adiksi adalah sistem pengeluaran hormon dopamin. Lalu, ada juga faktor keturunan.

"Mereka yang mengalami adiksi dipengaruhi oleh biologi juga yang berperan. Biologi ini artinya ada genetik juga yang berperan misalnya sistem dopamin yang di dalam tubuh kita juga, misalnya. Secara biologis yang lain genetik itu ada keluarga kita yang pernah mengalami gangguan adiksi," ujarnya.

Di samping faktor biologis, Kristiana juga menyebutkan adiksi juga bisa timbul dari pola asuh yang keliru. Gaya pengasuhan orang tua yang terlalu membebaskan maupun terlalu mengekang anak turut andil dalam hal ini.

"Pola asuh yang sifatnya permisif, apa-apa boleh, tidak ada aturan yang jelas atau pola asuh yang sifatnya otoriter semuanya tidak boleh, harus dari orang tua, tidak ada komunikasi yang hangat itu adalah risiko tinggi untuk anak mengalami adiksi," jelas Kepala Divisi Psikiatri Adiksi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM itu.

Oleh karena itu, dia mendorong orang tua untuk menerapkan pola asuh yang hangat, mengedepankan rasa empati, dan komunikasi yang baik. Itu dapat membantu mencegah adiksi pada anak-anak dan remaja.

 
Berita Terpopuler