Aglomerasi Jakarta di Bawah Kendali Wapres, Respons Gibran, dan Peringatan dari Anies

Di RUU DKJ, dewan aglomerasi Jabodetabekjur akan berada di bawah kendali wapres.

republika
DKI Jakarta (ILustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Eva Rianti, Antara

Baca Juga

Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) 31 rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). DIM tersebut mendefinisikan konsep aglomerasi untuk Jakarta dan wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).

Awalnya, pemerintah tiba-tiba membuka peluang aglomerasi Jabodetabekjur menjadi metropolitan. Namun, Baleg dan pemerintah akhirnya menyepakati DIM 31 dan menyatakan Jabodetabekjur berada dalam kawasan aglomerasi.

"Setuju ya rumusan yang pemerintah? Setuju ya?," tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi disetujui oleh anggota DPR dan pemerintah, Kamis (14/3/2024).

Dalam penjelasan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kawasan aglomerasi adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi.

"Sekalipun beda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global," ujar Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU DKJ.

Suhajar melanjutkan, aglomerasi itu adalah kawasan saling memiliki keterkaitan fungsional, dalam hal ini adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur. Keterkaitan fungsional tersebut dihubungkan oleh sistem jaringan infrastruktur dan kesinkronan antarruang.

"Kalau menyangkut kekhususan, itu kan di pasal-pasal berikutnya sudah kita tegaskan. Artinya di pasal-pasal berikutnya, kekhususan-kekhususan yang tadi Bapak maksudkan tadi sudah tercantum, ini kita hanya mendefinisikan aglomerasinya saja," ujar Suhajar.

Sebelum kesepakatan tersebut, anggota Baleg Johan Budi Sapto Pribowo menyoroti konsep aglomerasi untuk Jabodetabekjur. Sebab, daerah-daerah tersebut berada dalam provinsi berbeda-beda.

Di samping itu, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur memiliki kewenangannya tersendiri dengan Jakarta. Apalagi Jakarta akan memiliki kekhususan dan akan menjadi kota yang difokuskan di sektor ekonomi.

"Kita mau jadikan yang mana ini? Sehingga kita kalau mau memilih yang pertama maka kita memaknai aglomerasi sebagai hubungan Jakarta dengan Depok, Bekasi dan, lain-lain tanpa menghilangkan tadi (kewenangan daerah lain)," ujar Johan.

Penertiban Penerima Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul - (Infografis Republika)

 

Baleg DPR menerima pendapat terkait tidak tepatnya jika kewenangan kawasan aglomerasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur diserahkan langsung ke wakil presiden. Menurut Baleg DPR, tak tepat jika kewenangan ke wakil presiden langsung diatur dalam RUU DKJ.

Akhirnya, Baleg memasukkan norma bahwa ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden. Di mana penunjukannya kepada wakil presiden atau siapapun akan diatur lewat peraturan presiden (perpres). 

"Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, kita problem ketatanegaraan kita menjadi selesai," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU DKJ, Kamis (14/3/2024). 

Sebelum kesepakatan tersebut, anggota Baleg DPR Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari menyoroti kewenangan kawasan aglomerasi Jabodetabekjur diserahkan ke wakil presiden. Ia menjelaskan, Indonesia menerapkan sistem presidensial, di mana tanggung jawab negara ada di presiden. Sehingga, tidak tepat jika kewenangan kawasan aglomerasi Jabodetabekjur diberikan kepada wakil presiden.

"Problemnya ketika kemudian rumusannya adalah undang-undang ini memberikan kewenangan kepada wakil presiden. Maka di dalam hukum administrasi negara itu kan kewenangan atributif," ujar Taufik dalam rapat.

"Artinya (kewenangan kawasan aglomerasi diberikan ke wakil presiden) tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dengan konsep presidensial menurut konstitusi," sambungnya.

Seusai memimpin rapat dengan pemerintah, Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi mengatakan sistem aglomerasi di daerah Jakarta yang diusulkan dalam RUU DKJ tidak mungkin dipimpin  seorang gubernur atau setingkat menteri. Menurut dia, penataan kawasan aglomerasi dipimpin seorang wakil presiden karena bisa membawahi dan mengoordinasikan semua bidang mulai infrastruktur transportasi, kependudukan, hingga tata ruang.

"Itu nggak mungkin kalau gubernur, dan nggak mungkin juga kalau menteri, tapi kalau wakil presiden itu bisa membawahi semuanya, itu konsep dasarnya," kata Baidowi usai memimpin rapat panitia kerja pembahasan RUU DKJ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Berdasarkan rapat tersebut, menurut dia, wilayah-wilayah yang diusulkan untuk masuk ke kawasan aglomerasi di antaranya Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, hingga Cianjur. Bahkan menurutnya, ada juga usulan agar wilayah Sukabumi pun masuk ke dalam aglomerasi tersebut.

Di samping itu, dia juga mengatakan bahwa daerah Jakarta tidak akan berstatus sebagai pusat kawasan aglomerasi. Hal tersebut diantisipasi agar tidak mereduksi otonomi wilayah-wilayah lainnya.

"Jadi jangan sampai kawasan aglomerasi itu dimaknai, mengatur Depok, Tangerang, begitu, tapi lebih kepada koordinasi teknis pada perencanaan dan terkait dengan penataan untuk mengawasi persoalan klasik yang ada di Jakarta," kata dia.

Di wawancara terpisah, Gibran Rakabuming Raka irit bicara ketika ditanya isu krusial terkait RUU DKJ. Salah satunya adalah polemik aglomerasi Jakarta dan daerah sekitarnya yang nantinya akan diserahkan kewenangannya kepada wakil presiden.

“Ya ditunggu saja kepastiannya,” katanya di Balai Kota Solo, Kamis (14/3/2024). 

Saat diminta pendapat apakah setuju dengan rencana itu, Gibran hanya memberikan jawaban singkat. Ia juga meminta untuk menunggu saja kepastianya seperti apa. 

“Ditunggu aja kepastiannya, kalau belum pasti jangan statement,” ujarnya. 

Calon presiden (capres) nomor urut 01 dalam Pilpres 2024 yang juga merupakan mantan gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan menanggapi polemik Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang bakal ada dewan aglomerasi yang dinahkodai oleh wakil presiden. Ia mewanti-wanti agar rencana dalam beleid tersebut tidak memunculkan kerumitan baru di kawasan aglomerasi Jakarta.

“Kalau dari pengalaman kita di Jakarta sebenarnya kerja sama antardaerah itu bisa terjadi dengan baik,” kata Anies kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (13/32024).

Ia menjelaskan, memang perlu ada kelonggaran untuk Jakarta bisa melakukan kegiatan pembangunan di luar Jakarta atau di kawasan penyangga. Secara riil, ia mencontohkan beberapa persoalan di antaranya banjir dan masalah transportasi publik.

Persoalan banjir misalnya, Anies menyebut perlu dibangun waduk-waduk di luar Jakarta untuk bisa mengendalikan volume air yang masuk ke Jakarta. Sementara jika ingin membangun waduk di luar Jakarta, uang dan kemauannya bisa tersedia tetapi mengalami kendala pada kegiatan pembangunan atau proses pengerjaan yang di luar kendali Pemprov DKI Jakarta.

Kemudian contoh dari segi transportasi publiknya. Anies menilai memang perlu ruang bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kegiatan di luar wilayah Jakarta dalam hal memperluas layanan transportasi umum. Sehingga terbentuklah Perseroan Terbatas Transportasi Jakarta (PT Transjakarta).

Lebih lanjut menanggapi soal dewan aglomerasi yang diwacanakan akan dipimpin wakil presiden, Anies menekankan adanya lembaga baru harus bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan dari Jakarta dan wilayah sekitarnya, agar bisa berjalan dengan sinkron.

“Sehingga tidak menimbulkan kerumitan baru. Kadang-kadang kita membuat lembaga baru tapi lembaga baru ini belum tentu menyelesaikan masalah yang sesungguhnya ada,” kata dia.

“Jadi kalau saya boleh usul sebaiknya prosesnya lebih bottom up, kumpulkan yang selama ini mengelola Jakarta dan sekitarnya, tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya, dari situ UU ini dibuat menyesuaikan,” lanjutnya.

Tiga Opsi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler