Mengapa Polisi Periksa Ulang Apartemen TKP Bunuh Diri Satu Keluarga?

Ahli psikologi forensik menilai peristiwa bunuh diri satu keluarga sebagai pidana.

Dok Republika
Warga berdoa di sekitar TKP sekeluarga bunuh diri, Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, Ahad (10/3/2024).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Antara

Baca Juga

Polisi kembali melakukan pemeriksaan ulang dengan olah tempat kejadian perkara (TKP) bunuh diri satu keluarga di Apartemen Teluk Intan Tomas Tower Penjaringan Jakarta Utara. Polisi sebelumnya juga sudah mendapatkan rekaman CCTV yang mengungkap kronologi empat orang lompat dari lantai 22 apartemen.

"Kami lakukan olah tempat kejadian ulang dan membaca lebih detail lagi, temuan untuk dikaitkan dengan peristiwa yang sudah terjadi," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Gidion mengatakan, pihaknya juga melakukan pemeriksaan mendalam dalam menghadapi kejadian tersebut. "Kami butuh pemeriksaan DNA (deoxyribo nucleic acid), autopsi psikologi dan digital forensik dan lainnya," katanya. 

DNA merupakan molekul yang memuat seluruh instruksi genetik yang dibutuhkan oleh semua organisme dalam seluruh siklus hidupnya. Informasi genetik yang terdapat dalam DNA diturunkan oleh orang tua atau induk ke generasi berikutnya melalui reproduksi.

Menurut Gidion, jika seluruh bukti dan fakta sudah lengkap secara komprehensif maka baru dapat disimpulkan penyebab terjadinya bunuh diri tersebut. Petugas juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap banyak pihak yang dijadikan saksi di lokasi kejadian perkara maupun lingkungan keluarga korban, tetapi masih belum dapat disimpulkan.

"Kuncinya adalah hasil pemeriksaan forensik DNA, autopsi psikologi sehingga mendapatkan keterangan yang lebih detail lagi," katanya. 

Sebelumnya, Gidion juga sudah mendatangi Apartemen Teluk Intan Tower Tipas Penjaringan Jakarta Utara yang menjadi lokasi bunuh diri sekeluarga pada Sabtu (9/3/2024). Dirinya menaiki lantai 22 apartemen tersebut didampingi Kapolsek Penjaringan serta tim Inafis yang masih bekerja di lokasi tersebut.

Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan, keempat korban bunuh diri di Apartemen Teluk Intan Penjaringan Jakarta sudah mempersiapkan diri untuk melakukan aksi nekat tersebut. "Persiapan itu terlihat dari gerak gerik mereka di CCTV sebelum melakukan aksi bunuh diri," kata Kompol Agus.

Agus mengatakan dari hasil rekaman kamera pemantau keempat korban menyebutkan, mereka adalah satu keluarga terdiri pria berinisial AE dan istrinya AIL serta dua anak mereka satu lelaki berinisial JWA (13) dan perempuan JL (16). Mereka datang ke Apartemen Teluk Intan sekitar pukul 16.20 WIB menggunakan mobil Grandmax B 2962 BIQ.

Keempatnya masuk ke lobi dan langsung menuju lift. Saat di lift, AE mencium kening istrinya AIL yang mengumpulkan semua telepon seluler korban ke dalam tasnya. Setelah keluar dari lift, mereka menaiki tangga darurat dan sampai di atap lalu meloncat dari atas.

"Dari gerak gerik kami menyimpulkan ini bunuh diri yang sudah dipersiapkan bersama," kata dia.

 

Cara Masyarakat Mencegah Aksi Bunuh Diri - (Republika.co.id)

Pada Senin (11/3/2024), empat jenazah korban bunuh diri di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, telah diserahkan kepada pihak keluarga. Empat jenazah korban itu kini sudah tak berada lagi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. 

Subkoordinator RSCM Yani Astuti mengatakan, empat jenazah korban itu sempat dilakukan proses autopsi. Proses autopsi dilakukan atas permintaan dari aparat kepolisian untuk kepentingan penyelidikan. 

"Benar saat ini kami mendapatkan permintaan untuk melakukan autopsi terkait kasus tersebut dan sedang dalam proses autopsi," kata Yani saat dikonfirmasi Republika, Selasa (12/3/2024) siang.

Yani menambahkan, pihaknya belum bisa menyampaikan ihwal perkembangan dan hasil autopsi empat jenazah korban. Informasi mengenai itu nantinya akan disampaikan secara resmi kepada pihak penyidik kepolisian.

Kendati demikian, ketika Republika mendatangi rumah duka RSCM pada Selasa siang, empat jenazah korban bunuh diri itu sudah tidak ada di tempat itu. Berdasarkan keterangan petugas, empat jenazah itu telah dikembalikan kepada pihak keluarga pada Senin sore.

 

Pihak keluarga disebut langsung datang ke RSCM tak lama setelah aksi bunuh diri itu terjadi pada Sabtu (9/3/2024). Namun, lantaran empat jenazah itu harus dilakukan autopsi terlebih dahulu, pihak keluarga tak bisa langsung membawanya. Baru setelah proses autopsi selesai, keluarga membawa pulang empat jenazah tersebut.

 

Republika kemudian mencari tahu informasi ke mana empat jenazah itu dibawa. Berdasarkan informasi yang dihimpun Republika, empat jenazah itu dibawa ke Grand Heaven, Penjaringan, Jakarta Utara, untuk dikremasi.

Salah seorang petugas keamanan di rumah duka Grand Heaven, Iqbal, mengatakan empat jenazah itu dibawa ke tempatnya bekerja pada Senin sekitar pukul 16.00 WIB. Sesampainya di Grand Heaven, empat jenazah itu langsung dikremasi.

"Kemarin kremasi di sini. Empat-empatnya. Sekarang mah sudah pada balik," kata dia saat ditemui di lantai 11 Grand Heaven, Selasa siang.

Menurut Iqbal, usai dikremasi, jenazah korban bunuh diri itu langsung dibawa oleh pihak keluarga untuk dilarungkan di kawasan Pantai Ancol, Jakarta Utara. "(Dilarung di) Ancol. Kremasi di bawah, habis dikremasi itu langsung dilarung di Ancol," kata dia saat ditemui di lantai 11 Grand Heaven, Selasa (12/3/2024).

Meningkatnya Kekerasan Terhadap Anak - (Republika)

  

 

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel tidak sepakat dengan kasus tewasnya empat orang anggota keluarga usai melompat dari Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan Jakarta Utara sebagai kasus bunuh diri. Menurutnya, kasus tersebut perlu dicatat sebagai tindak pidana.

“Dalam pendataan polisi, dan perlu menjadi keinsafan seluruh pihak, tetap peristiwa memilukan itu seharusnya dicatat sebagai kasus pidana,” kata Reza dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, kemarin.

Reza menjelaskan, tindak pidana yang dimaksudkan adalah terkait pembunuhan terhadap anak dengan modus memaksa anak untuk melompat dari gedung tinggi. Empat orang yang terjun dari atap apartemen itu, kata Reza, baru bisa dikatakan bunuh diri sekeluarga (bersama-sama), hanya jika bisa dipastikan bahwa masing-masing orang tersebut ada kehendak dan antarmereka ada kesepakatan (konsensual) untuk melakukan perbuatan demikian.

“Namun, ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak,” katanya.

Menurut Reza, implikasi dalam kasus ini adalah, bila kedua anak tersebut dianggap berkehendak dan bersepakat dalam peristiwa tersebut maka serta-merta gugur. “Dalam situasi apapun anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuan bagi aksi bunuh diri,” katanya memaparkan.

Reza menganalogikan, kasus ini dengan aktivitas seksual. Dari sudut pandang hukum, anak-anak yang terlibat dalam aktivitas seksual harus selalu didudukan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas seksual. Siapapun orang yang melakukan aktivitas seksual dengan anak-anak, kata Reza, secara universial selalu diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual.

“Anak-anak secara otomatis berstatus korban,” ujar Reza menerangkan.

Jika ditarik kembali ke kasus terjun bebas di Jakarta Utara tersebut, kata dia, terlepas kedua anak dalam kasus tersebut mau atau tidak mau, setuju atau tidak setuju, tetap-sekali lagi- mereka harus diposisikan sebagai orang yang tidak mau dan tidak setuju. Aksi terjun bebas tersebut, kata Reza, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual (kesepakatan).

“Karena tidak konsensual, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim tersebut,” ujarnya.

Atas dasar itulah, kata Reza, dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri. Karena, mereka dipaksa melompat, maka mereka justru jadi korban pembunuhan.

“Pelaku pembunuhnya adalah pihak yang -harus diasumsikan- telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,” katanya.

 
Berita Terpopuler