Komoditas Sagu Berpotensi Dikembangkan

Sagu tak terdampak musim dan potensial jadi alternatif sumber karbohidrat.

ANTARA/FB Anggoro
Warga mengangkat mot (potongan) batang sagu di sebuah Walang Goti atau tempat pemarutan sagu di Dusun Waimamina Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Ahad (1/8/2021).
Rep: Iit Septyaningsih Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, komoditas pangan sagu berpotensi dikembangkan. Itu karena, pohon tersebut dapat tumbuh di setiap musim.

Baca Juga

"Pohon sagu dapat tetap tumbuh meski saat banjir ataupun pada saat masa kekeringan karena kemarau panjang. Maka pohon sagu tidak terdampak fenomena alam seperti La Nina dan El Nino," ujar Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika dalam keterangan resmi yang dilansir Selasa (12/3/2024).

Ia menjelaskan, sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional. Itu karena Indonesia memiliki lahan sagu yang diperkirakan mencapai 5,5 juta hektar. 

"Luasnya lahan sagu tersebut dapat menjadi cadangan pangan sumber karbohidrat yang besar untuk dalam negeri maupun dunia. Meski demikian pengolahan sagu dalam negeri belum secara masif dilakukan," kata Putu.

Kemenperin terus mendorong pengembangan hilirisasi sagu di dalam negeri melalui dukungan peningkatan produksi pati sagu dan diversifikasi produk olahan pati sagu. Pada 2023, Kemenperin bekerja sama dengan beberapa industri besar produsen pati sagu guna meningkatkan utilisasi produksinya.

Disebutkan, utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah yaitu di bawah 30 persen. Ini sebagai dampak dari keterbatasan industri untuk memperoleh bahan baku empulur sagu.

Dijelaskan, empulur sagu memiliki sifat yang mudah rusak karena cepat teroksidasi, sehingga industri tidak dapat memperoleh bahan baku empulur sagu dari lokasi yang jauh. Pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu guna mengembangkan model bisnis industri pati sagu dengan menggunakan sagu basah produksi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai bahan baku industri pati sagu. 

Pemanfaatan sagu basah UMKM ini dapat memperlambat proses oksidasi sehingga jangkauan bahan baku industri pati sagu semakin luas serta dapat memberikan nilai tambah pada petani sagu. Selain pengembangan model bisnis sagu, Kemenperin juga mendukung diversifikasi produk olahan pati sagu.

Pati sagu saat ini sebagian besar banyak dikenal sebagai bahan untuk membuat papeda, namun saat ini sudah mulai tumbuh industri pengolahan sagu menjadi produk yang modern seperti mi instan dan beras analog. "Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras," kata Putu.

 

 
Berita Terpopuler