Arya Wedakarna Diminta Segera Kosongkan Ruang Kerja

Arya Wedakarna belum merespons pesan singkat ketika ditanya soal pengosongan ini.

Antara/Ni Putu Putri Muliantari
Anggota DPD RI asal Bali, Arya Wedakarna resmi dipecat Presiden Jokowi.
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) diminta segera mengosongkan ruang kerja keanggotaan DPD di Jakarta, maupun di Bali. Kepala Kantor Sekretariat Jenderal DPD Bali, Putu Rio Rahdiana menuturkan, Arya Wedakarna juga dilarang menggunakan kop surat dan administrasi lain yang mengatasnamakan anggota DPD RI.

Menurut Putu Rio Rahdiana, pengosongan kantor atau ruang kerja Arya Wedakarna di Kantor DPD Bali sudah dilayangkan melalui surat DPD RI bertanggal 5 Maret 2024. Dalam surat tersebut, kata Putu, meminta agar Arya Wedakarna segera mengambil seluruh barang-barang pribadinya yang berada di kantor Gedung DPD di Jakarta maupun di Bali.

Selambatnya sampai pada 12 Maret 2024 maret mendatang. Pengosongan itu, kata Putu, karena akan ada anggota DPD asal Bali yang akan menggantikannya.

“Sampai hari ini (8/3/2024), memang beliau (Arya Wedakarna) belum mengosongkan ruangannya. Tetapi kami masih menunggu sampai tenggat waktu tanggal 12 (Maret) yang sudah disampaikan oleh kesekjenan pusat (Jakarta)," kata Putu saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Putu menambahkan, belum ada perubahan keputusan atas tenggat waktu pengosongan ruang kerja tertanggal 12 Maret 2024. “Kalau kita kan tetap mengacunya tanggal 12 Maret sesuai dengan surat yang sudah disampaikan itu. Kalau tidak juga dikosongkan, ya kita menunggu arahan dari kesekjenan pusat. Tetapi sampai hari ini, surat itu tidak berubah. Berarti tetap kita kasih waktu sampai dengan tanggal 12 (Maret) itu,” ujar Putu.

Tentunya, kata Putu, surat pemberitahuan pengosongan tempat kerja itu, sudah dilayangkan sejak 5 Maret. Artinya kata Putu, Arya Wedakarna sudah diberikan toleransi selama tujuh hari untuk mengambil barang-barang pribadinya dari kantor DPD Senayan maupun di provinsi Bali.

Keputusan Presiden pemecatan Arya...

Baca Juga

Pengosongan terhadap Arya Wedakarna dari Gedung DPD itu tertuang dalam surat DPD Nomor RT/01/215/DPDRI/III/2024 dan ditandatangani oleh Deputi Bidang Administrasi Lalu Niqman Zahir. Surat tersebut perihal penghentian hak-hak keuangan, administrasi, dan fasilitas lainnya sebagai anggota DPD RI.

Surat DPD itu, pun sebetulnya lanjutan dari proses administratif atas Keputusan Presiden (Keppres) 35 P/2024 22 Februari 2024 yang isinya menyangkut pemberhentian Arya Wedakarna sebagai anggota DPR RI dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Keppres pemecatan terhadap Arya Wedakarna itu, pun sebetulnya proses administratif dari eksekutif atas putusan Badan Kehormatan (BK) DPD, Jumat (2/2/2024) lalu. BK DPD dalam keputusannya menyatakan Arya Wedakarna terbukti melakukan pelanggaran kode etik, dan melanggar sumpah, serta janji jabatan sebagai anggota DPD. BK DPD menghukum Arya Wedakarna dengan sanksi berat berupa pemecatan atau pemberhentian tetap.

“Bahwa dengan telah diresmikannya pemberhentian Bapak (Arya Wedakarna) sebagaimana dalam Keputusan Presiden tersebut, maka dengan demikian segala hak keuangan administratif serta fasilitas lainnya telah dihentikan,” begitu isi surat DPD tersebut.

Selanjutnya dalam surat tersebut dimintakan kepada Arya Wedakarna, agar tak lagi menggunakan fasilitas-fasilitas gedung atau ruang kerja serta fasilitas lainnya. Termasuk larangan menggunakan kop surat, dan administrasi lainnya yang mengatasnamakan anggota DPD RI Provinsi Bali.

“Selanjutnya terhadap fasilitas ruang kerja anggota DPD RI di Ibu Kota Negara maupun di Ibu Kota Provinsi, akan dipersiapkan untuk anggota DPD RI pengganti antar waktu. Untuk itu kami mohon kiranya Bapak (Arya Wedakarna) dapat mengambil barang-barang pribadi di kedua ruang kerja tersebut paling lambat tanggal 12 Maret 2024,” begitu sambung isi surat DPD tersebut.

Terkait perintah pengosongan ruang kerja tersebut, Arya Wedakarna sampai dengan Jumat (8/3/2024) tidak bisa dihubungi. Pesan singkat dari Republika untuk meminta tanggapan atas keputusan DPD tersebut pun belum direspons.

 
Berita Terpopuler