Prajurit IDF Terus Terjerumus ke Lubang Kematian yang Sama

Berulang kali jebakan pejuang Palestina tewaskan prajurit IDF.

EPA-EFE/Abir Sultan
Tentara Israel membawa peti mati anggota cadangan yang tewas di Maghazi, Jalur Gaza, saat pemakamannya di pemakaman militer Gunung Herzl di Yerusalem, Selasa, 23 Januari 2024.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Seorang prajurit pasukan penjajahan Israel (IDF) kembali tewas akibat bom jebakan yang dipasang pejuang Palestina di Gaza pada Rabu (6/3/2024). Ini yang kesekian kalinya pasukan IDF dijebak para pejuang, memicu kritik soal kekacauan di kalangan tentara penjajah.

Media Israel Ynet News melansir, IDF kemarin melansir tewasnya Sersan Kepala David Sasson (21 tahun). Ia tewas terkena sebuah alat peledak meledak dalam pertempuran di Gaza selatan. 

Sasson adalah seorang prajurit di unit anjing militer Oketz. Kematiannya menjadikan total korban IDF sejak serangan darat di Gaza dimulai menjadi 247.

Militer mengatakan bahwa 12 orang lainnya terluka dalam pertempuran sengit di kawasan Hemed di Khan Younis, yang dikepung oleh pasukan Israel. Lima orang yang terluka, tiga dari pasukan komando dan dua dari unit anjing, menderita luka serius dalam pertempuran tersebut dan tujuh lainnya juga terluka.

Mantan jenderal tentara penjajahan Israel (IDF) sebelumnya mengungkapkan kegagalan dan kekacauan operasi militer di Jalur Gaza. Tentara-tentara Israel nyatanya masih berguguran di wilayah yang sebelumnya diklaim telah dikuasai IDF. 

“Hari ini kita kehilangan aset di Jalur Gaza utara yang baru kami peroleh dua bulan lalu dengan banyak korban jiwa dan cedera di kalangan tentara Israel. Pejuang Hamas telah kembali berbondong-bondong,” kata  Mayjen (purn) Itzhak Brik berbicara di Radio North 104.5FM seperti dilansir Jerusalem Post, kemarin.

“Saya pernah terlibat dalam perang Israel dan belum pernah mengalami kegagalan organisasi yang begitu parah. Hal ini tidak bisa dilanjutkan,” kata dia menambahkan. Ia mengungkapkan kondisi di lapangan saat ini, para pejuang Palestina telah kembali secara massal melalui terowongan di utara Jalur Gaza. 

Tentara IDF mengevakuasi semua tentaranya di lokasi itu dan tidak mengganti mereka dengan bala bantuan karena kurangnya prosedur operasi standar. “Hamas kembali mengendalikan warga Gaza, membangun kembali kemampuannya di wilayah tersebut,” ia menekankan.

Ia juga menyampaikan bahwa tentara Israel coba melakukan penggerebekan terhadap pejuang Palestina, namun justru terbunuh dan terluka oleh bahan peledak dan jebakan yang telah disiapkan Hamas. “Mayoritas orang kita yang tewas dan terluka parah tidak terluka akibat serangan satu lawan satu dengan Hamas tetapi dari bahan peledak dan perangkap. Dengan kata lain: Beberapa bulan setelah kita merebut Jalur utara, kita kehilangan wilayah itu lagi."

Itzhak Brik kemudian merujuk pada insiden di Khan Younis di mana tiga tentara IDF terbunuh oleh ledakan dua bahan peledak, saat melakukan operasi pencarian. “IDF berperang tanpa operasi yang direncanakan sebelumnya, sehingga menciptakan situasi yang tidak masuk akal di mana setiap unit memutuskan sendiri bagaimana memasuki rumah-rumah yang dicurigai. Hal ini sering terjadi dan tidak ada pembelajaran dari kesalahan,” kata Brik.

Ia mengungkapkan, peristiwa terbunuhnya pasukan IDF oleh jebakan bom pejuang Palestina terus berulang. IDF sejauh ini belum punya cara menangani hal tersebut. “Ini adalah skandal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam perang Israel, sebuah kelalaian total dalam disiplin operasional,” kata dia.

Sebelumnya, Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas mengumumkan pada Senin (26/2/2024) bahwa mereka meledakkan sebuah rumah yang digunakan IDF sebagai markas di selatan Jalur Gaza. Sebanyak 15 tentara Israel terkena serangan itu.

Rumah yang diledakkkan itu berada di Abasan al-Kabira, sebelah timur kota Khan Yunis. di Jalur Gaza selatan. Pihak al-Qassam mengeklaim bahwa serangan tersebut menyebabkan anggota pasukan penjajah tewas atau terluka.

Brigade Al-Qassam menambahkan dalam pernyataan terpisah bahwa mereka menghancurkan tank Merkava Israel dengan peluru “Al-Yassin 105” di daerah Abasan al-Kabira. 

Al-Qassam menyatakan bahwa pejuangnya mampu menargetkan pasukan Israel yang terdiri dari 4 tentara dengan rudal anti-personel dan kemudian menghabisi mereka dari jarak nol di wilayah Abasan al-Kabira.

Sebulan sebelumnya sebelumnya, dua puluh satu tentara Israel tewas pada Senin (22/1/2024) ketika pejuang Palestina meledakkan jebakan bom yang meruntuhkan dua bangunan dengan tentara di dalamnya di selatan Gaza.

Bangunan-bangunan tersebut direncanakan akan dibongkar oleh tentara ketika orang-orang bersenjata Palestina menembakkan RPG ke sebuah tank yang mengamankan pasukan. Ledakan kemudian terjadi di gedung-gedung tersebut, yang menyebabkan bangunan runtuh.

Halaman selanjutnya: IDF alami multikrisis

Multi krisis

Ketika agresinya terhadap Jalur Gaza terus berlanjut, tentara pendudukan Israel menghadapi krisis bertubi-tubi  yang mempengaruhi kinerja militernya. Pada saat yang sama mereka menghadapi ketabahan yang legendaris dari faksi-faksi perlawanan Palestina.

Meskipun lebih dari lima bulan telah berlalu sejak agresi Israel di Gaza, perlawanan masih melancarkan serangan berturut-turut terhadap pasukan penjajah, dan keberhasilan operasinya menunjukkan kebuntuan yang dialami tentara pendudukan, dan pendarahan hebat. yang terjadi didalamnya berupa kerugian perwira, tentara dan kendaraan militer.

Aljazirah Arabia mengutip para analis menyimpulkan munculnya krisis serius di kalangan tentara pendudukan merupakan indikasi kuat kegagalan besar dalam perang di Jalur Gaza. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang siapa yang berperang, mengingat pembicaraan tentang kehadiran tentara asing di medan perang, selain puluhan perusahaan keamanan dan tentara bayaran.

Penulis dan peneliti politik Moin Manna percaya bahwa perang di Gaza merupakan kegagalan besar bagi tentara pendudukan yang menghabiskan kekuatan mereka, terutama pasukan darat, yang telah bobrok akibat serangan perlawanan. Dia menunjukkan bahwa permintaan yang berulang-ulang untuk gencatan senjata adalah manifestasi dari kelelahan yang dialami oleh pendudukan di Gaza.

Berbicara kepada Aljazirah ia mengatakan bahwa tentara tidak mampu setelah berperang lebih dari lima bulan, untuk mencapai prestasi nyata di Jalur Gaza. Mereka belum berhasil menghabisi terowongan pejuang Palestina pada tingkat taktik, maupun pada tingkat lainnya.

Dia menambahkan bahwa krisis yang dihadapi tentara pendudukan dalam perang di Gaza muncul dari ketidakmampuan mereka untuk mengidentifikasi target sebagai akibat dari kebutaan intelijen yang mereka hadapi, selain kejutan taktis yang mereka hadapi di lapangan.

Di antara krisis yang sedang dialami IDF adalah menipisnya jumlah pasukan. Media Israel melaporkan bahwa tentara Israel kekurangan personel, dan membutuhkan sekitar 7.000 tentara tambahan. Surat kabar Yedioth Ahronoth mengutip pernyataan dari tentara pendudukan bahwa setengah dari pasukan yang dibutuhkan akan didistribusikan untuk misi tempur.

Pasukan Elite Israel Terpukul - (Republika)

Krisis selanjutnya adalah pengunduran diri massal. Channel 14 Israel mengungkap gelombang besar pengunduran diri massal yang mencakup sejumlah besar perwira dan pejabat di departemen juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, sebagai protes terhadap pelaksanaan operasi militer di Jalur Gaza.

Laporan pers mengungkapkan bahwa tentara di pasukan elit dan brigade cadangan mengumumkan penolakan mereka untuk bergabung dengan tentara untuk berpartisipasi dalam perang di Gaza.

Surat kabar Haaretz melaporkan dalam sebuah laporan bahwa sekelompok tentara Israel di Brigade elit Givati ​​​​menolak untuk berpartisipasi dalam perang di Jalur Gaza. Mereka menuduh para jenderal mengabaikan keselamatan psikologis dan fisik mereka.

Sedangkan krisis yang dihadapi tentara pendudukan dalam perang di Gaza muncul dari ketidakmampuan mereka untuk mengidentifikasi target sebagai akibat dari kebutaan intelijen yang mereka hadapi, selain kejutan taktis yang mereka hadapi di lapangan.

 
Berita Terpopuler