Biden Desak Jaminan Keselamatan dan Bantuan Kemanusiaan di Rafah

Biden dan Netanyahu juga mendiskusikan upaya-upaya pembebasan sandera.

EPA-EFE/Sipa USA
Presiden AS Joe Biden berbicara setelah dirilisnya laporan penasihat khusus tentang dokumen rahasia yang ditemukan di rumah pribadi Biden, (8/2/2024).
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak meneruskan rencana operasi militer ke Kota Rafah di Jalur Gaza selatan tanpa adanya jaminan keselamatan yang terencana untuk pengungsi Palestina. Pernyataan tersebut disampaikan Biden kepada Netanyahu melalui saluran telepon pada Ahad (11/2/2024), demikian menurut pernyataan Gedung Putih.

Baca Juga

"Presiden menegaskan kembali posisinya bahwa operasi militer di Rafah tidak boleh berlangsung tanpa adanya rencana yang kredibel dan dapat diterapkan demi menjamin keselamatan dan dukungan hidup bagi lebih dari satu juta orang yang mengungsi di sana," menurut pernyataan tersebut.

Selain itu, Biden dan Netanyahu juga mendiskusikan upaya-upaya pembebasan sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza. Presiden AS turut menegaskan perlunya menjamin keamanan jangka panjang untuk Israel sekaligus mengalahkan Hamas.

Meski demikian, ia juga menyatakan mendukung upaya-upaya yang menjamin bantuan kemanusiaan bisa secara konsisten dihantarkan kepada masyarakat sipil Palestina yang tidak bersalah. Sebelumnya pada Kamis (8/2/2024), Biden menyatakan bahwa aksi balasan Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober lalu sudah pada tahap "keterlaluan".

Merespons pernyataan Biden, Netanyahu pada Ahad menegaskan, operasi militer Israel di Jalur Gaza merupakan langkah yang tepat. Selain itu, Netanyahu juga mengatakan tidak mengerti apa yang Biden maksudkan terkait serangan balasan Israel terhadap serangan Hamas dalam percakapan mereka.

 

 
Berita Terpopuler