Usulan Tiga Fase Gencatan Senjata dari Hamas yang Ditolak Netanyahu dan Optimisme Blinken

Netanyahu menolak usulan gencatan senjata Hamas demi klaim kemenangan total.

DPR
Tentara Israel dengan persenjataan berat berada dekat perbatasan Gaza (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Lintar Satria

Baca Juga

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Hal itu diketahui setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak proposal dari Hamas atas tiga fase gencatan senjata yang mencakup 4,5 bulan.

Menurut dokumen penawaran yang dilihat oleh Reuters dan dikonfirmasi oleh sumber di kalangan Hamas, selama fase 45 hari pertama semua sandera wanita Israel, pria di bawah 19 tahun dan yang tua dan sakit akan dibebaskan, dengan imbalan pembebasan 1.500 wanita dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara Israel. Israel pun diminta menarik pasukan dari daerah berpenduduk Gaza.

“Tahap pertama dari kemungkinan kesepakatan Gaza mencakup masuknya tidak kurang dari 500 truk bantuan, kembalinya para pengungsi dan pergerakan bebas di seluruh Gaza,” sumber itu.

Lalu, fase kedua atau 45 hari kedua akan mencakup pembebasan sandera laki-laki yang tersisa dan penarikan penuh pasukan Israel dari seluruh Gaza. Pada fase ketiga, akan terjadi pertukaran jasad para korban perang.

“Hamas mensyaratkan penyelesaian negosiasi untuk mengakhiri perang sebelum akhir tahap kedua,” lanjut sumber itu.

Israel telah melancarkan serangan mematikan di Gaza usai serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 27.708 warga Palestina dan melukai 67.174 lainnya, sementara hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur.

Pada Rabu (7/2/2024), Benjamin Netanyahu menolak usulan terbaru dari Hamas untuk gencatan senjata. Netanyahu bersikeras menargetkan kemenangan total atas Hamas adalah satu-satunya solusi, karena menurutnya, tidak ada alternatif lain selain menghancurkan Hamas.

“Hari baru adalah hari setelah Hamas. Semua Hamas," katanya pada konferensi pers, dilansir dari Arab News, Kamis (8/2/2024).

 

"Hanya kemenangan total yang akan memungkinkan kita untuk memulihkan keamanan di Israel, baik di utara maupun di selatan,” sambungnya.

Seorang pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, menggambarkan pernyataan Netanyahu sebagai intimidasi politik yang menunjukkan niat pemimpin Israel untuk melanjutkan perang di Gaza. Sementara, pejabat Hamas lainnya, Osama Hamdan, mengatakan delegasi Hamas yang dipimpin oleh pejabat senior Hamas Khalil Al-Hayya akan melakukan perjalanan pada Kamis (8/2/2024) ke Kairo, untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata dengan mediator Mesir dan Qatar.

Pekan lalu, Israel menyatakan rencana mereka untuk menyerbu Rafah, rencana yang dinilai Sekjen PBB Antonio Guterres, "akan menambah apa yang sudah menjadi mimpi buruk bagi kemanusiaan dengan konsekuensi regional yang tak terperikan".

Di Rafah, daerah selatan Gaza, saat ini terdapat sekitar 2,3 juta rakyat Palestina yang terdesak di perbatasan dengan Mesir. Rencana penyerbuan oleh Israel ke Rafah diperkirakan akan membuat korban jiwa berjatuhan dalam jumlah yang sangat besar.

 

Pada Rabu (7/2/2024), pejabat kesehatan Palestina menyatakan, serangan udara Israel membunuh tiga warga di sebuah rumah di Rafah. Pejabat itu menambahkan, seorang pejaba polisi dan anggota Hamas, Majdi Abdel-Al, ikut terbunuh saat mobil yang mereka tumpangi untuk mengawal truk bantuan pengungsi, dibom Israel.

 

 

 

 

Meski Netanyahu telah menolak usulan Hamas, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan masih ada harapan kesepakatan akan tercapai. Blinken mengatakan ia melihat ruang negosiasi dan delegasi Hamas yang dipimpin Khalil Al-Hayya akan berkunjung ke Kairo untuk membahas kesepakatan gencatan senjata dengan negosiator Qatar dan Mesir.

"Jelas ada hal-hal yang tidak bisa diterima dalam apa yang (Hamas) ajukan," kata Blinken di konferensi pers Rabu (7/2/2024) malam di hotel di Tel Aviv dikutip Reuters, tanpa merinci apa saja yang tidak bisa diterima itu.

"Namun kami juga melihat adanya ruang untuk melanjutkan negosiasi, untuk melihat apakah kami bisa mencapai kesepakatan. Itulah yang ingin kami lakukan," katanya, menambahkan.

Sebelum pulang ke AS, Blinken akan menggelar pertemuan dengan keluarga korban sandera di Israel. Para keluarga sandera mendesak Netanyahu untuk memprioritaskan pembebasan sandera yang dibawa Hamas ke Gaza dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu.

Berdasarkan jajak pendapat yang dirilis lembaga think-tank non-partisan, Israel Democracy Institute, pekan ini, sebanyak 51 persen responden percaya pembebasan para sandera seharusnya menjadi tujuan utama perang. Sementara 36 persen mengatakan tujuan utama perang ini adalah untuk menggulingkan Hamas.

 

BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

 
Berita Terpopuler