Ketua KPU Disarankan Mundur demi Menjaga Kredibilitas Pemilu

Permintaan mundur kepada Hasyim Asy'ari datang dari kalangan masyarakat sipil.

Republika/Prayogi
Ketua KPU Hasyim Asyari bersiap memberikan keterangan pers. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Febrianto Adi Saputro

Baca Juga

Kalangan masyarakat sipil menilai Ketua KPU Hasyim Asy'ari sudah selayaknya mundur dari jabatannya menyusul putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebelumnya, putusan DKPP menilai Hasyim dan enam anggota KPU yang lain dinilai melanggar etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati meminta Hasyim Asy'ari menyadari pelanggaran etikanya. Neni meminta Hasyim tak perlu lagi melanjutkan lagi tugasnya di KPU karena bisa menggerus kepercayaan publik terhadap KPU.

"Terlalu sering pelanggaran etik terjadi dan jika tidak bisa membenahi moral, integritas dan mengembalikan kepercayaan publik maka lebih baik mundur," ujar Neni kepada Republika, Senin (5/2/2024). 

Neni khawatir akan ada spekulasi negatif dan rasa tidak percaya terhadap KPU RI akibat ulah Hasyim. "Publik tentu akan sangat khawatir ketika akan menuju ke tahapan paling inti pemilu 2024 tetapi tidak mampu juga menjadi contoh yang baik untuk KPU provinsi dan kabupaten, kota bahkan sampai tingkat adhoc," ujar Neni. 

Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) juga menyarankan Hasyim Asy'ari mundur dari jabatannya. Tingkah laku Ketua KPU RI yang telah berulang kali melanggar etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras, dinilai telah nyata-nyata menafikan amanat konstitusi Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa penyelenggara Pemilu harus memiliki sikap Jujur dan Adil.

"Bahwa pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota KPU lain dalam melakukan penetapan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan suatu tindakan pengabaian terhadap amanat Konstitusi dalam pelaksanaan Pemilu yang harus dilakukan secara berintegritas," kata Peneliti PSHK FH UII Muhammad Addi Fauzani dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/2/2024).

PSHK FH UII juga mencatat bahwa putusan DKPP dalam memberikan sanksi 'Peringatan Keras Terakhir' kepada Ketua KPU terlihat sangat kompromistis dan mengabaikan prinsip keadilan Pemilu karena tidak sesuai dengan ketentuan sanksi Pasal 22 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. DKPP dalam peraturannya tersebut hanya mengatur mengenai sanksi: teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.  

"Terlebih terdapat fakta bahwa Ketua KPU telah dijatuhi paling tidak 3 kali sanksi peringatan keras," ucap Addi.

PSHK FH UII menganggap pelanggaran etik oleh penyelenggara Pemilu juga berimplikasi menurunkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap proses pelaksanaan Pemilu 2024 yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luberjurdil). Berdasarkan sejumlah catatan tersebut PSHK UII menyampaikan sejumlah rekomendasi.

"Kepada Ketua KPU RI sudah selayaknya mundur demi mengembalikan kepercayaan masyarakat akan Penyelenggara Pemilu yang Jujur dan Adil," ungkapnya.

PSHK FH UII juga mengimbau kepada seluruh anggota KPU RI agar berbenah dan fokus dalam menyelenggarakan Pemilu yang berintegritas. "Kepada DKPP dalam memutus setiap dugaan pelanggaran etik mestinya belandaskan pada hukum formil yang telah ditetapkan oleh DKPP sendiri sehingga tidak melahirkan putusan yang kompromistis yang mengabaikan prinsip Keadilan Pemilu," kata dia.

Diketahui, DKPP memvonis Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.

Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan dirinya tidak ingin mengomentari putusan DKPP yang memvonis dirinya dan dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Dia mengatakan, selama persidangan pihaknya telah diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, hingga argumentasi, terkait pengaduan tersebut. 

"Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP, ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan," kata Hasyim kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. 

 

Pemilu 2024 Dalam Angka - (Ali Imron)

Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan mengaku mengapresiasi keberanian DKPP untuk mengungkap adanya pelanggaran yang dilakukan Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Namun, ia menyebut tidak ingin berkomentar lebih lanjut mengenai perlunya dorongan untuk DKPP mencopot Hasyim sebagaimana dulu MKMK mencopot Ketua MK.  

"Kalau itu kami enggak ada komentar. Tapi prinsip kami adalah 'becik ketitik ala ketara', yang baik akan terlihat, yang buruk akan terkuak," kata Anies di sela-sela melakukan kegiatan kampanye akbar di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (6/2/2024). 

Anies hanya menekankan bahwa hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 akan tiba. Dia meminta agar semua pihak terutama penyelenggara pemilu dapat menjaga etika. 

"Ini tinggal 8 atau 9 hari ke depan, yuk ini sebagai peringatan, jangan ada yang melakukan pelanggaran etika supaya tidak mencederai pemilu besok," tegasnya.  

Sementara, Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 'AMIN' bersuara lebih keras dengan menilai bahwa, hasil dari putusan DKPP seharusnya bisa mendiskualifikasi paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Sebab, menurut Timnas AMIN, pencalonan pasangan itu tidaklah sah.

Hal itu berkaca dari hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang juga menjatuhi putusan pelanggaran berat pada eks Ketua MK Anwar Usman dalam memutuskan perkara batas usia capres/cawapres, sampai akhirnya dicopot. Putusan itulah yang melanggengkan Gibran hingga lantas bisa terdaftar di KPU sebagai peserta Pilpres.  

"Sudah dalam proses MKMK dinyatakan melanggar, yang seharusnya berkonsekuensi tidak bisa didaftarkan di KPU. Juga pendaftarannya di KPU pun ternyata masih melanggar. Dan seharusnya tidak layak dijadikan sebagai cawapres," kata Jubir Timnas Pemenangan AMIN, Muhammad Ramli Rahim dalam keterangannya, Selasa (6/2/2024).

Ramli menilai situasi saat ini telah membuat masyarakat bingung. Menurutnya, bagaimana mungkin sebuah keputusan dianggap tidak sah, namun tidak memiliki konsekuensi untuk membatalkan yang salah.

"Seharusnya putusan terkait Gibran ini dapat dibatalkan demi hukum atas pencalonannya," ujar Ketua Umum Konfederasi Nasional Relawan Anies (KoReAn) itu. 

Ramli melanjutkan, dengan Gibran tetap dicalonkan sebagai cawapres dalam Pilpres 2024, maka pencalonan Gibran dianggap jelas telah melanggar konstitusi. 

"Jadi keputusan DKPP lah yang memastikan gibran itu anak haram konstitusi," tegasnya. 

Ramli meminta kepada masyarakat untuk cerdas dalam menilai. Pasalnya, ia menganggap penguasa saat ini sudah tidak memedulikan permasalahan tersebut. 

"Jadi sekarang, apakah masyarakat mau memilih anak haram konstitusi yang jelas-jelas salah dalam proses pencalonan atau bagaimana,  yang jelas demokrasi kita sudah diinjak-injak oleh mereka yang tidak punya lagi rasa malu," tuturnya. 

Adapun, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka memberikan tanggapan singkat ketika ditanya soal vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari terkait penerimaan pendaftaran dirinya sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024) lalu. Menurutnya, Tim Kampanye Nasional (TKN) telah memberikan respons terkait hal tersebut.

“Ya dari TKN kemarin juga sudah ber-statement juga ya,” katanya singkat, Selasa (6/2/2024). 

Gibran tak menjawab lagi soal pertanyaan mengenai sanksi tersebut. Dirinya berlalu dan memasuki ruang kerjanya. 

 
Berita Terpopuler