Tegaskan Kembali Pasal 299 UU Pemilu, Isyarat Jokowi akan Tetap Berkampanye?

Jokowi menegaskan, UU Pemilu mengatur hak seorang Presiden berkampanye saat pemilu.

Dok Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Istana
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Febryan A, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat dan seluruh pihak agar tidak membuat interpretasi yang berbeda terkait pernyataannya soal Presiden bisa berkampanye dan memihak. Ia menegaskan bahwa pernyataanya terkait Presiden boleh memihak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sudah jelas semuanya kok. Jadi sekali lagi jangan ditarik ke mana-mana. Jangan diinterpretasikan ke mana-mana. Saya hanya menyampaikan ketentuan aturan perundang-undangan karena ditanya,” kata Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).

Jokowi menegaskan, aturan terkait kampanye telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menurut dia, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak untuk melaksanakan kampanye.

“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Jelas. Jadi yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu. Jangan ditarik ke mana-mana,” ujar Jokowi.

Selain itu, Jokowi menjelaskan, dalam Pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga diatur mengenai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh presiden dan wakil presiden jika melakukan kampanye. Yakni tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.

“Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti diluar tanggungan negara,” ungkap dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan seorang Presiden juga diperbolehkan untuk melakukan kampanye saat pemilu berlangsung. Selain itu, Jokowi menyebut seorang Presiden juga boleh memihak pasangan calon tertentu.

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Selain merupakan pejabat publik, kata dia, presiden juga merupakan pejabat politik. Kendati demikian, Jokowi menegaskan bahwa dalam berkampanye, Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas negara.

"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini ngga boleh, berpolitik ngga boleh, Boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.

Untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan, Jokowi pun menekankan agar dalam berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara. Saat ditanya apakah ia akan menggunakan kesempatan berkampanye itu, Jokowi tidak menjawab jelas.

"Ya boleh saja saya kampenye tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," kata dia.

Ia hanya mengatakan akan melihat waktu yang tepat untuk berkampanye. "Ya nanti dilihat," ujarnya.

Selain itu, Jokowi juga sempat ditanya apakah dirinya sudah memihak kepada satu paslon tertentu. Namun ia justru bertanya balik kepada awak media.

"Itu yang saya mau tanya, memihak ndak," kata Jokowi sambil tertawa kecil.

 

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa pernyataan Presiden RI Jokowi yang menyebutkan bahwa presiden dan menteri memiliki hak demokrasi dan politik untuk mengikuti kampanye adalah bagian dari edukasi demokrasi. Seusai melaksanakan shalat Jumat di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat, Moeldoko mengatakan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Jadi, konteks Presiden kemarin adalah dalam memberikan pembelajaran berdemokrasi. Ikuti undang-undangnya," kata Moeldoko.

Sebagai informasi, aturan soal kampanye diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada bagian kedelapan tentang kampanye pemilu oleh presiden dan pejabat negara lainnya. Aturan terkait dengan diperbolehkannya presiden mengikuti kampanye, tertuang dalam Pasal 299 poin pertama yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, dan poin kedua disebutkan pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Dalam undang-undang tersebut, kata Moeldoko, jelas dinyatakan bahwa presiden dan wakil presiden boleh melaksanakan kampanye. Namun, yang tidak diperbolehkan adalah pada saat melaksanakan kampanye menggunakan fasilitas negara.

"Kecuali pengamanan, itu masih ada. Undang-undang yang kita pegang, jangan berdasar asumsi atau perasaan karena kita adalah negara hukum, bukan negara asumsi," kata Moeldoko.

Namun, Moeldoko menegaskan, bahwa Presiden Jokowi tidak sedang mempersiapkan diri untuk melaksanakan kampanye dari salah satu pasangan calon tertentu. Selain itu, juga belum ada informasi apakah Presiden Joko Widodo akan mengajukan cuti.

"Konteks yang disampaikan Presiden, bukan serta-merta menyiapkan dirinya untuk berkampanye. Terkait dengan pengajuan cuti, kita jangan buru-buru melihat ke sana," kata Moeldoko.

 

Calon Presiden (capres) RI Ganjar Pranowo mempersilakan Presiden RI Jokowi dan menteri memihak dan ikut berkampanye di Pilpres 2024. "Ya, silakan saja karena beliau sudah menyampaikan itu," ujar Ganjar di Stadion Golo Dukal, Langke Rembong, Manggarai, NTT, Jumat.

Menurut dia, tak ada aturan yang melarang presiden berkampanye. Namun, kata dia, sikap tersebut mengambil risiko besar dalam demokrasi.

"Secara regulasi tidak melanggar, hanya memang ketika situasinya mungkin agak berbeda, semua akan membandingkan pada saat kami di-briefing gubernur, kepala daerah semua harus netral," jelasnya.

"Akan tetapi, kondisi ini akan mengambi risiko besar pada demokratisasi dan demokrasi yang akan berjalan," sambung dia.

Sementara capres Prabowo Subianto menyebut, pihaknya berpegang terhadap peraturan yang mengatur soal keberpihakan presiden. "Saya kira sudah ada diskursus dan sudah diatur oleh peraturan semuanya (soal presiden boleh berpihak dan berkampanye). Saya kira kita berpegang kepada itu saja," kata Prabowo kepada wartawan usai menyambangi Kantor KWI, Jakarta, Jumat (26/1/2024).

Ketika dikonfirmasi apakah pernyataannya itu berarti seorang presiden boleh memihak dan kampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara, Prabowo enggan menjawab. "Anda jangan tarok kata-katamu di mulut saya, dong," kata Menteri Pertahanan itu merespons.

Adapun, capres  Anies Rasyid Baswedan meminta para ahli hukum tata negara untuk memverifikasi dan mengkaji pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan kepala negara boleh berkampanye serta memihak pada pemilihan umum (pemilu). Hal tersebut disampaikan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut saat melakukan kampanye akbar di kawasan GOR Haji Agus Salim, Kota Padang, Sumatra Barat.

"Saya minta ahli hukum tata negara untuk memverifikasi apakah itu (pernyataan) sesuai dengan ketentuan hukum yang ada," kata Anies di Padang, Kamis (25/1/2024).

Menurut Anies, ketika seseorang disumpah untuk mengemban suatu jabatan, maka pada saat itu juga harus mengikuti aturan hukum yang berlaku. Sebab itu ketika presiden, menteri, gubernur dan walikota atau bupati menjabat, maka harus bertindak sesuai ketentuan hukum pula.

"Jadi, ketika kemarin Bapak Presiden menyampaikan, saya minta pakar hukum tata negara untuk memverifikasinya," kata dia.

Deretan menteri dan wakil menteri di balik Timses 3 Capres-Cawapres - (Dessy Suciati Saputri/Bilal Ramadhan)

 
Berita Terpopuler