'Apa Kapasitas Moeldoko Bela Satpol PP Garut yang tak Netral Dukung Gibran?'

Moeldoko sebut Satpol PP institusi yang belum jelas posisinya di pemerintahan.

Republika/Dessy Suciati Saputri
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nawir Arsyad Akbar, Bayu Aji Prihamdana, Antara

Baca Juga

Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mempertanyakan kapasitas Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menyebut Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut tak melanggar netralitas. Padahal, yang berhak menentukannya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Diketahui, dalam beberapa hari belakangan terdapat video viral di media sosial yang memperlihatkan sejumlah anggota Satpol PP Kabupaten Garut. Mereka menyatakan dukungannya kepada Gibran Rakabuming Raka.

"Saya tidak mengerti dengan kapasitas apa Pak Moeldoko mengatakan itu, Pak Moeldoko kan KSP dan yang bisa mengatakan apakah itu melanggar netralitas atau tidak ya Bawaslu, bukan Moeldoko," ujar Todung di Posko Teuku Umar, Jakarta, Kamis (4/1/2024).

Menurutnya, Satpol PP merupakan bagian dari aparatur negara yang seharusnya netral pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Meskipun anggota yang ada dalam video tersebut diklaim Moeldoko bukan merupakan aparatur sipil negara (ASN).

"Jadi menurut saya ini menunjukkan ya, disiplin yang lemah dalam tubuh Satpol PP di Garut itu dan saya membaca dan mendengar penjelasan dari Kepala Satpol PP di sana, tapi menurut saya kita ini kan tidak apa ya, tidak bodoh dalam melihat situasi semacam itu," ujar Todung.

Diketahui, Moeldoko mengeklaim tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Satpol PP Kabupaten Garut yang menyatakan dukungan kepada Gibran. Justru ia menyebut, Satpol PP sebagai institusi belum mendapat posisi yang jelas dalam pemerintahan.

Moeldoko mengaku pernah mendapatkan keluhan dari Satpol PP yang menyampaikan kebingungan soal status mereka sebagai ASN. Ia menduga, dukungan tersebut merupakan upaya mereka untuk menyampaikan keluhannya kepada capres-cawapres.

Diketahui bahwa ASN, TNI, Polri harus netral dalam pemilu. Hal ini diatur dalam Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, berbunyi: Salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah "netralitas".

Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Selain itu aturan untuk PNS juga dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Pilkada/Pileg/Pilpres tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2004 Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

 

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Muhaimin Iskandar pun menilai, pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, yang menilai dukungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Garut mendukung Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 bukan suatu pelanggaran, menyakiti nurani dan etika. Muhaimin mengatakan hal itu usai menghadiri acara di Pondok Pesantren Darul Muwahhidin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis.

"Pernyataan Pak Moeldoko menyakiti nurani dan etika," kata Muhaimin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Muhaimin, sebagai pegawai honorer maupun aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di lingkup pemerintahan, petugas Satpol PP harus bersikap netral di Pemilu 2024. Apabila netralitas ASN itu dilanggar oleh oknum Satpol PP di suatu daerah, kata Muhaimin, maka dikhawatirkan akan terjadi tindakan yang menguntungkan pasangan calon tertentu. 

"Kalau Satpol PP tidak netral, gimana bahayanya kita ini? Pilih kasih, gambar yang didukung yang akan dibiarkan, gambar yang saingannya akan diturunkan. Ini harus dilawan," tegas Muhaimin.

Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Garut telah menerima informasi terkait video sejumlah anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang memberikan dukungan kepada Gibran. Saat ini, Bawaslu masih melakukan penelusuran terkait temuan itu.

Menurut Ketua Bawaslu Kabupaten Garut Ahmad Nurul Syahid, pihaknya sudah mendapatkan video yang viral itu sejak Selasa (2/1/2024). Setelah mendapatkan video itu, Bawaslu langsung melakukan pleno dan membentuk tim dalam melakukan penelusuran terkait video itu.

 

Bawaslu juga telah mengagendakan untuk memanggil seluruh anggota Satpol PP Kabupaten Garut yang terekam dalam video itu. Seluruh anggota Satpol PP tersebut akan dimintai keterangan terkait proses pembuatan video tersebut.

Setelah itu, kata dia, Bawaslu Kabupaten Garut akan kembali menggelar pleno untuk menentukan pelanggaran yang dilakukan. Apabila dinyatakan ada pelanggaran, Bawaslu akan memberikan rekomendasi kepada pembina ASN di daerah masing-masing.  

 

 

Sebelumnya, video berdurasi 19 detik yang memperlihatkan sekumpulan anggota Satpol PP di Garut yang mendukung calon wakil presiden nomor urut 2, viral di media sosial. Dalam video berdurasi 19 detik itu, terlihat 13 orang anggota Satpol PP Garut menyampaikan narasi bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin muda di masa depan.

Narasi mereka dipimpin oleh satu orang. Dalam video itu dijelaskan bahwa mereka berasal dari Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja, Kabupaten Garut.

Anggota lainnya kemudian mengikuti narasi yang disampaikan di akhir kalimat, lalu mereka mengangkat foto cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka.

"Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami dari Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut menyatakan Indonesia membutuhkan pemimpin muda di masa depan. Mas Gibran Rakabuming Raka, terima kasih," ungkapnya.

Karikatur Opini Republika : Waspada Hoax Pemilu - (Republika/Daan Yahya)

Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin memastikan para oknum Satpol PP Kabupaten Garut yang viral karena memberi dukungan pada salah satu calon wakil presiden, diberikan sanksi. Karena, ditegaskan Bey, aparatur negara harus bersikap netral dalam pesta demokrasi lima tahunan, guna memastikan Pemilu berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, dengan harapan dapat melahirkan pemimpin yang baik.

"Satpol PP itu kan aparatur daerah, perangkat daerah karenanya harus netral. Kemudian (mereka) sudah dikenakan sanksi, sesuai mekanisme," ujar Bey usai meninjau RSUD Sumedang, Rabu (3/1/2024).

Bey menjelaskan bahwa para oknum Satpol PP tersebut menerima hukuman yang berbeda berupa penghentian gaji, sebagai sanksi dan bila kembali berulah, Bey memastikan akan ada hukuman yang lebih berat.

"Saya tidak hafal. Tapi satu (orang) tiga bulan tidak mendapatkan gaji dan yang lain satu bulan. Nanti kalau melakukan lagi, sanksinya bisa lebih berat," tuturnya.

Ilustrasi Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) - (Republika/Mardiah)

 
Berita Terpopuler