Beredar Isu Dekan Ditegur Rektor dan SE Larangan LGBT akan Dibatalkan, Ini Penjelasan UGM

SE larangan aktivitas LGBT diterbitkan Fakultas Teknik UGM pada 1 Desember 2023.

Republika/Wahyu Suryana
Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Rep: Silvy Dian Setiawan, Febrianto Adi Saputro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Sandi, menyebut bahwa surat edaran (SE) tentang larangan LGBT yang dikeluarkan Dekan Fakultas Teknik (FT), Selo dalam proses review. Andi pun menepis adanya kabar yang menyebutkan bahwa SE tersebut akan dibatalkan.

Baca Juga

SE tersebut dikeluarkan pada 1 Desember 2023. "Saya mengatakan belum sampai pada tahap untuk membatalkan, jadi ini masih dalam proses review," kata Sandi kepada Republika, Kamis (28/12/2023) malam.

Sandi menyebut bahwa review dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam isu LGBT tersebut. Baik itu dari dekanat maupun pimpinan universitas, termasuk unit-unit lainnya di UGM.

"Karena kami punya satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Kok sampai ke situ (satgas ikut dilibatkan), karena itu skop kerja mereka," ujar Sandi.

Review terhadap SE yang sudah dikeluarkan tersebut didasarkan atas beberapa hal. Mulai dari konvensi-konvensi internasional yang sudah diratifikasi Indonesia, kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), serta kebijakan UGM yang tertuang dalam rencana strategis (renstra).

"Jadi tiga batu uji review yang sedang dilakukan sekarang. Ketika hasilnya seperti apa? Teman-teman (jurnalis nanti) akan kami sampaikan juga," jelasnya.

Sandi menuturkan, setidaknya proses review ini diperkirakan akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hal ini mengingat perspektif dari seluruh pihak yang diikutkan dalam proses review harus dilihat.

"Seperti kasus profesor kehormatan itu cukup lama (prosesnya). Itu untuk duduk bersama-sama itu agak panjang waktunya, dan ketika duduk itu perspektif setiap orang harus dilihat. Saya pakai ukuran paling lama, saya tidak bisa ngomong paling cepat, paling lama itu bisa hingga empat bulan," kata Sandi.

"Memang agak lama, di institusi pendidikan semua harus dilihat dari segala aspek ya," ucap Sandi.

Komik Si Calus : No LGBT - (Republika/Daan Yahya)

 

 

Terkait SE larangan aktivitas LGBT ini, juga sempat beredar kabar bahwa Rektor UGM Ova Emilia menegur Dekan FT, Selo. Namun, Sandi menampik hal tersebut.

Sandi menegaskan, bahwa tidak ada teguran secara spesifik oleh Rektor UGM ke Dekan FT berkaitan dengan SE tersebut. "Jadi Bu Rektor itu bukan menegur Dekan Teknik secara spesifik dengan dipanggil terus dimarahi, tidak, tidak ada itu," katanya. 

Sandi menjelaskan bahwa Rektor UGM mengumpulkan semua dekan yang ada di UGM untuk rapat usai digelarnya acara Nitilaku pada 17 Desember lalu. Dalam rapat tersebut, rektor menyampaikan agar dalam mengeluarkan kebijakan yang substansinya berkaitan dengan masalah-masalah sensitif untuk disampaikan dan dikoordinasikan dengan pimpinan universitas.

"Pascaacara Nitilaku Agama itu, para dekan dikumpulkan oleh Bu Rektor, seluruh fakultas dan sekolah di UGM itu dihadirkan, semua ada 20 (dekan) dan Bu Rektor menyampaikan bahwa kalau akan mengeluarkan kebijakan yang substansinya itu berkaitan dengan politik, seksualitas, HAM dan masalah-masalah sensitif lainnya, mohon disampaikan dan dikoordinasikan dengan pimpinan universitas, dalam hal ini terdiri dari rektor dan para wakil rektor," ucap Sandi.

"Saya pun hadir (dalam rapat itu) karena saya yang diminta untuk mengkoordinasi pertemuan pasca-nitilaku itu," ungkap Sandi.

Sandi menuturkan bahwa tujuan agar kebijakan yang akan dikeluarkan disampaikan dan dikoordinasikan dengan pimpinan universitas dengan maksud bisa memitigasi dampak dan mengelola benefitnya. "Karena bagaimana pun unit fakultas atau sekolah (di UGM) itu tetap bagian dari UGM. Jadi satu unit itu mengeluarkan kebijakan, mau tidak mau nanti diluar akan berdampak secara keseluruhan kepada UGM," jelasnya.

Untuk itu, Sandi menegaskan bahwa hal yang disampaikan oleh Rektor UGM tidak hanya ditujukan kepada Dekan FT. Namun, pesan yang disampaikan itu untuk semua dekan di UGM, sehingga tidak ada teguran yang disampaikan secara spesifik kepada Dekan FT berkaitan dengan SE larangan LGBT.

"Jadi kalau dikatakan itu cuma imbauan, iya memang imbauan. Tapi yang menjadi concern kita ini kan (kebijakan) yang keluar ke publik, terus Pak Dekan itu ditegur, tidak ada (teguran) itu. Jadi secara spesifik (teguran) kepada Pak Dekan itu tidak ada, semua kita diskusi, seluruh 20 dekan dan semua pimpinan universitas (dalam rapat usai acara Nitilaku)," katanya. 

Sandi pun menuturkan bahwa isu LGBT merupakan isu sensitif dan ada yang pro maupun kontra berkaitan dengan isu tersebut. Meski begitu, dikatakan Sandi bahwa dalam prinsipnya UGM ingin menjadi tempat yang inklusif bagi siapapun yang menjalani proses pendidikan. 

Ketika ada satu kelompok yang saling melanggar aturan berkaitan dengan ketertiban, katanya, maka UGM berwenang untuk menyelesaikan. "UGM ingin mengatakan bahwa UGM adalah tempat yang inklusif bagi semua dan menjadi penjaga ketentraman bagi semuanya, tidak hanya kelompok tertentu saja. Itu juga menjadi rencana strategis Bu Rektor selama masa kepemimpinannya," ungkap Sandi.

Karikatur Opini Republika : Say No to LGBT - (Republika/Daan Yahya)

  

 

Sebelumnya, Fakultas Teknik UGM menerbitkan Surat Edaran (SE) dengan nomor 2480112/UN1/FTK/I/KM/2023 tentang larangan aktivitas LGBT di lingkungan Fakultas Teknik. SE tersebut ditandatangani oleh Dekan FT UGM, Prof Selo, pada 1 Desember.

"Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan lingkungan pembelajaran yang kondusif dalam penyelenggaraan Tridharma serta untuk mencegah penyebarluasan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung dan/atau terlibat dalam lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada," dikutip dari laman resmi FT UGM.

Terdapat dua poin yang ditekankan dalam surat edaran tersebut. Pertama, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada menolak dan melarang aktivitas dan penyebarluasan LGBT bagi seluruh Masyarakat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan norma yang berlaku di Indonesia.

Kedua, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada bisa memberikan sanksi maksimal terhadap dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan yang terbukti memiliki perilaku dan/atau melakukan penyebarluasan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung LGBT.

Wakil Dekan Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik UGM, Sugeng Sapto Surjono pernah mengungkapkan alasan FT UGM mengeluarkan Surat Edaran larangan LGBT. Menurutnya, aturan tersebut dipicu dari adanya laporan mengenai seorang pria berpenampilan perempuan yang menggunakan fasilitas toilet perempuan. Hal tersebut kemudian menimbulkan ketidaknyaman oleh mahasiswi. 

"Itu menjadikan mereka sangat resah dan melaporkan kepada kami dan itu sudah beberapa waktu lalu," kata Sugeng, belum lama ini.  

Sugeng mengatakan, menurut mahasiswi yang melaporkan hal tersebut, yang bersangkutan  pada saat masuk universitas tercatat sebagai seseorang berjenis kelamin laki-laki. Ia juga menegaskan adanya Surat Edaran tersebut adalah sebagai payung hukum pihak fakultas untuk mengambil langkah persuasif. Termasuk, menjadi dasar aturan dalam memanggil dan memeriksa sosok terlapor.

Dalam menyikapi hal tersebut, Sugeng menuturkan FT UGM berupaya mengutamakan pendekatan secara personal sebaik mungkin. Pihaknya juga tidak ingin ada kelompok yang merasa didiskreditkan.

"Harapannya seperti itu, secara pelan-pelan kita klarifikasi dulu juga apakah datanya benar yang bersangkutan itu memang bergender pria dan sebagainya. Nanti kita akan minta untuk dilakukan pendekatan secara persuasif," ucapnya.

Kondisi LGBT di Asia Tenggara - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler