Khotbah Natal Betlehem Palestina: Kita Mencari Tuhan, Dia Ada di Reruntuhan Gaza

Natal di Betlehem Tepi Barat dilakukan secara sederhana

Anadolu
Sebuah gereja di kota bersejarah Betlehem di Tepi Barat membuat dekorasi Natal tahun ini menggunakan puing
Rep: Kamran Dikarma Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Pendeta Munther Isaac mengangkat penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza ketika menyampaikan khotbah pada acara "Christ in the Rubble: A Liturgy of Lament” yang diselenggarakan Gereja Natal Lutheran Injili di Betlehem, Tepi Barat, Ahad (24/12/2023) malam waktu setempat. 

Baca Juga

Umat Kristen di Palestina telah memutuskan tak memeriahkan perayaan Natal sebagai bentuk solidaritas kepada warga Gaza.

"Kristus berada di bawah reruntuhan. Kita marah. Kita hancur. Ini seharusnya menjadi saat yang penuh suka cita. Sebaliknya, kita berduka. Kita takut," kata Pendeta Munther Isaac dalam khotbahnya, dikutip laman Anadolu Agency.

"Gaza yang kita tahu sudah tidak ada lagi. Ini adalah sebuah pemusnahan. Ini adalah genosida. Dunia sedang menyaksikan. Gereja-gereja sedang menyaksikan," tambah Isaac.

Dia mengungkapkan, warga Palestina merasa terganggu dengan diamnya Tuhan. “Kita telah mencari Tuhan dan menemukannya di bawah reruntuhan di Gaza. Jika Yesus dilahirkan hari ini, ia akan lahir di bawah reruntuhan di Gaza," ucapnya.

Isaac menekankan bahwa Natal bukanlah tentang Santa, pohon dan hadiah, serta lampu-lampu. "Pesan ini adalah pesan kami kepada dunia saat ini, dan pesannya sederhana saja: genosida ini harus dihentikan sekarang!” ujarnya.

Menurut Isaac, meski mendapat pukulan hebat, warga Palestina mampu bertahan. “Kami rakyat Palestina akan pulih. Kami akan bangkit. Kami akan bangkit kembali dari tengah kehancuran seperti yang selalu kami lakukan sebagai warga Palestina,” katanya.

Saat menyelenggarakan acara "Christ in the Rubble: A Liturgy of Lament”, Gereja Natal Lutheran Injili di Betlehem mendekorasi ruang gereja secara berbeda dengan Natal sebelumnya. 

Tahun ini gereja tersebut menampilkan boneka bayi Yesus terbungkus kain keffiyeh dan tergeletak di tumpukan puing-puing. Hal itu melambangkan kehancuran Gaza.

Kelompok Hamas telah memuji keputusan warga Kristen Palestina yang membatasi perayaan Natal tahun ini sebagai bentuk solidaritas kepada penduduk di Jalur Gaza. Israel diketahui masih menggempur wilayah tersebut dengan kampanye serangan udara.

“Hari libur umat Kristen kita datang tahun ini di tengah berlanjutnya agresi fasis yang dilancarkan oleh (pasukan) pendudukan (Israel) terhadap seluruh komponen rakyat Palestina yang menargetkan semua masjid dan gereja,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, Ahad lalu.

“Kami menghargai posisi umat Kristiani dari rakyat Palestina yang kami hormati yang membatasi perayaan mereka tahun ini dan bersatu dengan rakyat kami di Jalur Gaza, yang menjadi sasaran agresi brutal Zionis,” tambah Hamas dalam pernyataannya.

Umat Muslim dan Kristen Palestina bersatu ...

Hamas mengatakan, keputusan tersebut menegaskan bahwa rakyat Palestina, baik Muslim maupun Kristen, bersatu dalam jalur ketahanan dan sama-sama berjuang melindungi kesucian agama masing-masing. 

Baca juga: Alquran Abadikan Tingkah Laku Yahudi yang Bodoh tapi Berlagak Pintar

Pada Ahad kemarin atau sehari sebelum Natal dirayakan, Israel terus meluncurkan serangan udara ke seluruh Gaza. Sedikitnya 20.400 penduduk Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sementara korban luka melampaui 54 ribu orang.

Dalam serangannya ke Gaza, Israel berulang kali menargetkan infrastruktur sipil, termasuk gereja. Pada 19 Oktober 2023, misalnya, Israel mengebom Gereja Santo Porfiri.

Gereja tersebut merupakan salah satu gereja tertua di dunia yang dibangun antara tahun 1150 dan 1160-an. Serangan udara Israel ke gereja tersebut membunuh sedikitnya 18 orang.

Israel kembali menggempur Jalur Gaza setelah berakhirnya gencatan senjata pada Jumat (1/12/2023) pagi. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler