Varian JN.1 Terkenal Bikin Covid-19 Sangat Menular, Apa Gejalanya?

Tes antigen dan PCR masih efektif dalam mendeteksi Covid-19 akibat varian JN.1.

www.pixabay.com
Covid-19 (ilustrasi). JN.1 adalah strain kedua yang paling umum di AS, mencakup sekitar 21 persen kasus Covid-19..
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Covid-19 akibat varian JN.1 tumbuh dan menyebar cepat di Amerika Serikat beberapa pekan terakhir. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebut JN.1 menyumbang lebih dari seperlima dari seluruh infeksi Covid-19 di negara tersebut.

Dikutip dari laman Today, Ahad (17/12/2023), subvarian HV.1 masih menjadi strain dominan di AS. Selama periode dua mingguan yang berakhir pada 9 Desember 2023, HV.1 menyumbang sekitar 30 persen kasus Covid-19 di AS. Sementara itu, JN.1 adalah strain kedua yang paling umum, mencakup sekitar 21 persen kasus.

Para ilmuwan terus memantau JN.1 yang telah menimbulkan kekhawatiran karena tingkat pertumbuhan yang cepat dan banyaknya mutasi. Varian baru ini terkait erat dengan jenis virus yang ada sebelumnya, sebab merupakan cabang langsung dari BA.2.86, alias "Pirola", yang menyebar di AS sejak musim panas.

Baca Juga

Brain fog usik penyintas Covid-19. - (Republika)


Semua varian Covid-19 yang paling umum di AS saat ini juga masih turunan dari varian omicron, yang mulai beredar pada akhir 2021. Sementara, JN.1 pertama kali terdeteksi pada September 2023 dan sejauh ini ada di setidaknya 12 negara.

"Bayangkan (varian tersebut) sebagai anak dan cucu dari omicron. Mereka adalah bagian dari keluarga besar yang sama, namun masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda," kata profesor penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center, William Schaffner.

Pada awal November 2023, JN.1 menyumbang kurang dari satu persen kasus Covid-19 dan hanya beberapa pekan kemudian, jumlah kasusnya di AS mencapai lebih dari 20 persen. Itu cukup mengkhawatirkan, meskipun hingga saat ini, tidak ada bukti bahwa JN.1 menyebabkan kasus infeksi yang parah.

Belum diketahui apakah JN.1 menyebabkan gejala yang berbeda dari varian lainnya. Gejala JN.1 tampak serupa dengan gejala yang disebabkan oleh strain lain, antara lain sakit tenggorokan, hidung tersumbat, pilek, batuk, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, demam, menggigil, dan hilangnya fungsi indra perasa atau penciuman.

Menurut CDC, jenis dan tingkat keparahan gejala yang dialami seseorang biasanya lebih bergantung pada kesehatan dan kekebalan masing-masing dibandingkan varian yang menyebabkan infeksi. Lantas, apakah JN.1 lebih mudah menular?

"Salah satu kesamaan yang dimiliki (varian omicron) ini adalah bahwa mereka sangat menular, dan ketika varian baru muncul, mereka tampaknya sama menularnya atau bahkan lebih menular dibandingkan varian sebelumnya," ungkap Schaffner.

Pakar lain berpendapat JN.1 sedikit lebih mudah menular dibandingkan virus induknya karena ada peningkatan jumlah kasus yang tidak terlihat pada BA.2.86. Namun, masih terlalu dini untuk mengatakan bagaimana tepatnya sifat penularan atau pelepasan kekebalan JN.1 dibandingkan dengan varian lain.

Kabar baiknya, JN.1 tidak menimbulkan peningkatan risiko kesehatan masyarakat dibandingkan varian lain yang beredar saat ini. Semua tes diagnostik Covid-19, termasuk tes antigen dan tes PCR masih efektif dalam mendeteksi JN.1 serta varian lainnya.

Begitu pun vaksin Covid-19 yang diperbarui di AS diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap JN.1 serta varian lainnya. Untuk mencegah penyebaran JN.1, masyarakat diminta proaktif melakukan isolasi mandiri jika  terinfeksi Covid-19, menghindari kontak dengan orang sakit, mengenakan masker di ruangan yang ramai, serta rajin mencuci tangan dengan sabun dan air.

 
Berita Terpopuler