Warga Desa Titie Baroe Aceh Timur Unjuk Rasa, Desak Imigran Rohingya Dipindahkan

Saat ini puluhan imigran Rohingya ditampung di Idi Sport Center di Desa Titi Baroe.

EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Anak-anak imigran Rohingya di sebuah tempat penampungan sementara di Provinsi Aceh. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH TIMUR -- Warga Desa Titi Baroe, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, mendesak instansi terkait segera memindahkan puluhan imigran Rohingya yang saat ini ditampung di Idi Sport Center (ISC). Desakan diawali dengan unjuk rasa para pemuda desa.

Baca Juga

"Semalam pemuda desa semua berunjuk rasa di lokasi penampungan Rohingya di ISC. Mereka mendesak imigran tersebut segera dipindahkan," kata Keuchik atau Kepala Desa Titi Baroe, Muhammad Adam, di Aceh Timur, Jumat (15/12/2023).

Sebelumnya, sebanyak 50 imigran Rohingya ditampung di ISC setelah diturunkan dari kapal di kawasan pantai Desa Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, pada Kamis (14/12) sekitar pukul 03.45 WIB. Sebelum ditampung di pusat olahraga masyarakat Kabupaten Aceh Timur tersebut, puluhan imigran Rohingya sempat lari dan bersembunyi di semak-semak sebelum akhirnya ditemukan.

Muhammad Adam mengatakan penolakan keberadaan imigran Rohingya di pusat olahraga tersebut karena mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari. "Tempat penampungan Imigran Rohingya itu lapangan futsal. Lapangan itu setiap hari dipakai semua kalangan, baik anak-anak maupun pemuda dari beberapa kecamatan di Aceh Timur," ujarnya. 

Menurut dia, keberadaan imigran Rohingya tersebut menyebabkan aktivitas olahraga masyarakat terganggu. Oleh sebab itu, masyarakat mendesak imigran tersebut segera dipindahkan.

"Persoalan ini sudah kami sampaikan kepada pemerintah daerah. Kami juga mengimbau masyarakat tidak berbuat hal-hal yang merugikan terkait keberadaan imigran Rohingya tersebut," katanya.

Kepala Satuan Polisi (Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Kabupaten Aceh Timur Teuku Amran mengatakan pihaknya sudah menerima informasi masyarakat yang meminta imigran tersebut dipindahkan dari tempat penampungan di ISC.

"Sampai saat ini belum adanya keterangan resmi dari pihak UNHCR, selaku yang menangani imigran Rohingya, sehingga pemerintah daerah menampung mereka di ISC. Kalau pihak UNHCR sudah datang, imigran Rohingya tersebut segera dipindahkan," kata Teuku Amran.

Aliran Pengungsi Rohingya - (Republika)

 

 

Bayar Rp 50 juta hingga Rp 66 juta

Salah satu imigran Rohingya, Sulaiman, yang mendarat di Desa Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, mengaku membayar Rp 50 juta hingga Rp 66 juta per orang untuk menaiki kapal dari Bangladesh ke Indonesia. Saat ditemui di Aceh Timur, Kamis (14/12/2023), Sulaiman berbicara dengan bahasa Melayu.

"Kami ada agen. Kami bayar per orang 15 ribu ringgit (setara Rp50 juta). Bahkan ada juga yang bayar 20 ribu ringgit (setara Rp 66 juta) per orang," kata Sulaiman. 

Sebelumnya, Sulaiman bersama 49 orang imigran Rohingya lainnya diturunkan dari kapal di kawasan pantai Desa Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, pada Kamis sekira pukul 03.45 WIB. Mereka sempat lari dan bersembunyi di semak-semak sebelum akhirnya ditemukan aparat.

Sulaiman mengaku tujuan mereka sebenarnya bukan ke Indonesia, tetapi ke Malaysia untuk bekerja. Namun, kapal kecil yang mereka tumpangi tersebut mengalami kerusakan di tengah laut.

"Seharusnya lima hari kami sudah sampai, tetapi karena kapal kami rusak di perairan Thailand sehingga 20 hari baru tiba. Kami telepon agen untuk dijemput," kata Sulaiman.

Setelah diturunkan ke perairan Kabupaten Aceh Timur, kapal yang menjemput mereka langsung pergi untuk menjemput para imigran lainnya. "Kami semua dalam satu kapal ada 124 orang. Selepas kami diturunkan, kapal tersebut langsung pergi untuk menjemput yang lainnya," kata Sulaiman dengan bahasa Melayu terbata-bata.

 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang mengumpulkan tiga provinsi sasaran pengungsian sementara Rohingya untuk dapat rapat forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda).

"Sekarang sedang kami (pemerintah) galang tiga provinsi sasaran pengungsi Rohingya, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, untuk rapat forkopimda bersama mencari tempat sementara dan harus betul-betul sementara demi kemanusiaan," kata Mahfud di kawasan Gambir, Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Langkah itu, kata Mahfud, demi kepentingan kemanusiaan. Kendati demikian, tetap mementingkan kepentingan nasional. "Akan tetapi, kemanusiaan kita juga harus memperhatikan kepentingan nasional kita karena kepentingan nasional kita juga banyak manusia-manusia yang memerlukan," katanya.

Mahfud menjelaskan bahwa sebenarnya Indonesia berhak untuk tidak menerima pengungsi Rohingya karena tidak menandatangani ratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Akan tetapi, diplomasi Indonesia adalah diplomasi kemanusiaan.

"Indonesia itu berhak mengusir menurut hukum internasional. Akan tetapi, diplomasi Indonesia adalah diplomasi kemanusiaan sehingga semua yang datang ditampung," ujarnya.

Akan tetapi, lanjut dia, saat ini masyarakat lokal yang biasa menerima pengungsi Rohingya sudah mulai memprotes langkah pemerintah tersebut. "Ini sudah bertahun-tahun malah bertambah, terus ditampung di sana, bertambah lagi, ditampung di sana, bertambah lagi. Yang sekarang ini masyarakat lokalnya sudah mulai protes 'Pak, kami juga miskin, kenapa nampung orang?' Dan seterusnya," kata Mahfud.

 
Berita Terpopuler