Di Tengah Genosida Israel dan Islamofobia, Muslim di Jerman Semakin Terasing

Islamofobia sering diabaikan di Jerman.

Daily Sabah
Islamofobia Melonjak di Jerman.
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jerman adalah rumah bagi sekitar 5,5 juta umat Islam. Namun, sejak konflik Hamas-Israel pada 7 Oktober 2023, komunitas Muslim di negara ini semakin terasing oleh wacana publik ketika mereka bergulat dengan tuduhan antisemitisme dan lonjakan Islamofobia.

“Kecurigaan terhadap umat Islam, marginalisasi kepentingan umat Islam secara de facto dan suara umat Islam telah menciptakan krisis kepercayaan serius yang harus kita atasi selama bertahun-tahun,” ujar Ketua Dewan Umum Umat Islam di Jerman (ZMD) Aiman Mazyek seperti dikutip dari Euractiv, Jumat (1/12/2023).

Banyak umat Islam merasa mereka bertanggung jawab atas tindakan segelintir orang. “Para politikus terus mengatakan bahwa kita tidak boleh menjadikan umat Islam sebagai tersangka umum, tapi setiap kalimat berikutnya membuat mereka menjadi tersangka umum,” kata imam masjid Ahmadi di Berlin Sharjil Khalid.

Sejalan dengan meningkatnya insiden antisemit, umat Islam di Jerman juga mengalami peningkatan kebencian yang ditujukan kepada mereka.

Sebuah organisasi nirlaba yang didukung pemerintah, CLAIM mengungkapkan pada paruh kedua Oktober 2023, jumlah insiden anti-Muslim telah meningkat menjadi rata-rata tiga kali sehari, termasuk 10 serangan terhadap masjid, dengan sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi.

Khalid dan Mazyek menggambarkan suasana intimidasi, dengan meningkatnya serangan terhadap perempuan berhijab dan siswa Muslim yang diasingkan dan ditantang pendapatnya oleh guru. Namun, seperti yang dilaporkan Euractiv pada Desember lalu, Islamofobia sering diabaikan di Jerman.

Baca Juga

Sebuah laporan yang dilakukan oleh...

Sebuah laporan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Integrasi dan Migrasi Jerman (DeZIM) sebelum serangan pada Oktober menemukan bahwa sejak 2017, antara 700 dan 1.000 kasus kejahatan Islamafobia telah dilaporkan ke polisi. Banyak kasus lainnya diyakini tidak dilaporkan. Ditemukan juga bahwa satu dari dua orang di negara tersebut setuju dengan pernyataan anti-Muslim.

Sementara itu, beberapa pengamat berpendapat bahwa perdebatan publik yang sebagian disebabkan oleh kesalahan historis Jerman dalam Holocaust (Pembantaian Yahudi di Jerman) hanya menyisakan sedikit ruang untuk merangkul penderitaan warga Palestina.

Khalid berpendapat kaum muda Muslim khususnya merasa media dan pemimpin Jerman gagal mengatasi penderitaan warga sipil Palestina. “Namun, bagi banyak orang, sulit untuk memahami ribuan anak-anak Palestina yang telah meninggal (sebagai akibat dari pembalasan Israel) tidak ditangani dengan tindakan yang sama, kekuatan yang sama dari Pemerintah Jerman,” kata Khalid.

Jerman menegaskan kembali dukungannya terhadap solusi dua negara untuk Palestina. Pemerintah Jerman pada Senin (27/11/2023) bersikeras mereka terus mendukung solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Pemerintah Jerman juga mendapat kritik atas cara mereka menangani masalah ini, khususnya pada Konferensi Islam (DIK) yang baru-baru ini diadakan, sebuah forum yang diprakarsai oleh Kementerian Dalam Negeri untuk mempertemukan komunitas Muslim, negara, dan masyarakat sipil.

Edisi minggu lalu menimbulkan kontroversi ketika temanya diubah dari Islamafobia menjadi anti-Semitisme, sementara organisasi Muslim terbesar di negara itu, ZMD, tidak diundang karena alasan yang tidak jelas. Khalid, yang menghadiri DIK, mengatakan umat Islam merasa seperti dibicarakan, tetapi tidak diajak bicara.

Mengatasi anti-semitisme...

Mengatasi Antisemitisme

Umat Islam di Jerman, termasuk para pemimpin Islam menghadapi tekanan dari masyarakat sipil untuk mengatasi antisemitisme yang berasal dari kalangan mereka.

“Dalam situasi ini, organisasi-organisasi Islam harusnya fokus pada umat Islam dan menurut saya sangat sedikit yang datang dari mereka. Pernyataan publik memang bagus, tapi tidak menghasilkan apa-apa,” kata presiden Dewan Umum Yahudi Jerman Josef Schuster kepada Euractiv, tapi ia menambahkan bahwa ia tidak percaya pada pengelompokan anti-Semitisme.

“Saat ini, antisemitisme terlihat jelas di Jerman dan membahayakan kaum Yahudi. Namun, kita tidak boleh percaya bahwa antisemitisme sayap kanan tiba-tiba menghilang,” kata Schuster.

Sementara itu, seorang anggota parlemen Partai Hijau terkemuka dan advokat berpengaruh untuk isu-isu Muslim, Lamya Kaddor setuju tanggung jawab ada pada asosiasi tetapi ia memperingatkan agar tidak menjadikan umat Islam sebagai tersangka. “Penting untuk membedakan antara warga negara Muslim dan organisasi Islam,” kata Kaddor.

Perwakilan Muslim menekankan bahwa saat ini penting untuk memperjelas orang Yahudi dan Muslim pada dasarnya memiliki kepentingan yang sama.

 
Berita Terpopuler