Genosida Israel Picu Lonjakan Islamofobia di Jerman

Umat Islam di Jerman bisa jadi sasaran pembunuhan.

EPA/Marius Becker
Kaum Muslim Jerman.
Rep: Imas Damayanti/Dwina Agustin/Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pusat Muslim di Jerman Aiman Mazyek menyesalkan adanya lonjakan Islamofobia di negaranya. Hal ini seiring dimulainya genosida Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu melalui serangan Hamas. 

Dilansir di Anadolu Agency, Rabu (29/11/2023), dia menyebut komunitas Muslim telah mengalami begitu banyak serangan yang menyasar banyak hal, termasuk serangan ke masjid-masjid dalam beberapa pekan dibandingkan sebelumnya. 

"Kami mengalami serangan terhadap Muslim dan juga mereka yang dianggap Muslim dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, ini sangat mengkhawatirkan,” kata Aiman ​​Mazyek. 

Pihaknya pun mengaku sangat khawatir jika menyangkut rasa aman komunitas Muslim Jerman dengan adanya lonjakan Islamofobia. Mazyek memperingatkan umat Islam bisa menjadi sasaran upaya pembunuhan seperti yang terjadi di negara bagian Vermont, Amerika Serikat. Sebanyak tiga warga Palestina baru-baru ini terluka dalam serangan penembakan hanya karena mengenakan syal Palestina atau keffiyeh, dan berbicara dalam bahasa Arab. 

Pada 6 November 2023, pemerintah Jerman juga menyatakan keprihatinan atas meningkatnya serangan anti-Muslim akibat perang Gaza. Setiap serangan terhadap Muslim di Jerman karena alasan agama atau lainnya dinilai sama sekali tidak dapat diterima. 

Juru bicara Pemerintah Jerman Steffen Hebestreit mengatakan hampir lima juta umat Muslim di Jerman berhak untuk dilindungi. Di mana negara sudah sepatutnya menjalankan tugas tersebut.

Kebencian Anti-Muslim...

Kejahatan kebencian anti-Muslim dan serangan terhadap masjid telah meningkat secara signifikan di Jerman sejak meningkatnya konflik Israel-Hamas. Hasil ini disampaikan dalam laporan oleh organisasi Muslim terbesar di Jerman Turkish-Islamic Union for Religious Affairs (DITIB).

Baca Juga

Sekretaris jenderal kelompok Muslim Turki Eyup Kalyon mengatakan, propaganda yang dilakukan oleh politisi sayap kanan dan liputan media yang bias mengenai perkembangan terkini telah memicu sentimen anti-Muslim di negara tersebut. “Menurut laporan kantor anti-diskriminasi kami, telah terjadi 81 serangan terhadap masjid sejak awal tahun ini. Hampir setengahnya terjadi setelah 7 Oktober,” katanya dikutip dari Anadolu Agency, awal Oktober lalu

Menurut Kalyon, semakin banyak masjid yang menerima ancaman rasis. Pada bagian barat laut Jerman, pelaku tidak dikenal mengirimkan pesan rasis, membakar halaman Alquran, melemparkan daging dan kotoran babi ke masjid, dan menggambar simbol Nazi di dinding beberapa masjid. Dia meminta pemerintah dan pihak berwenang untuk mengambil tindakan efektif untuk menjamin keamanan mereka.

“Kami mengharapkan negara untuk menjamin keamanan masjid-masjid kami, seperti yang diharapkan juga dilakukan pada tempat ibadah, gereja, dan sinagoga lainnya. Agar kami dapat menjalankan agama kami dengan bebas, keamanan masjid kami harus terjamin,” kata Kalyon.

Kalyon mengatakan, DITIB menerima laporan meningkatnya insiden rasis dan serangan verbal terhadap perempuan Muslim berhijab di jalanan. Dengan populasi lebih dari 84 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis dengan jumlah hampir 5,3 juta penduduk Muslim.

Islam di Jerman...

Pada 2021, jumlah Muslim yang tinggal di Jerman mencapai lebih dari lima juta. Berdasarkan sebuah penelitian, angka ini naik hampir satu juta dibandingkan lima tahun yang lalu.

Menurut Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi (BAMF), asal dan religiositas menjadi jauh lebih beragam. Jumlah Muslim dengan latar belakang migrasi di Jerman meningkat sekitar 900 ribu  dalam enam tahun terakhir. Saat ini, jumlahnya antara 5,3 hingga 5,6 juta, sesuai dengan proporsi populasi antara 6,4 dan 6,7 persen.

Muslim asal Turki masih menjadi kelompok terbesar. Namun, mereka tidak lagi menjadi mayoritas absolut dengan jumlah 45 persen.

Pergeseran ini terjadi karena masuknya Muslim yang signifikan dari negara-negara Timur Tengah dan sekitarnya. Jumlah imigran dari lingkungan ini mengalami peningkatan selama enam tahun terakhir. Tercatat, 1,5 juta orang dari negara-negara Arab sekarang tinggal di Jerman.

Dilansir di Europian News, menurut penelitian yang ada, orang dengan latar belakang migrasi dari negara asal yang didominasi Muslim secara signifikan lebih religius daripada orang yang tidak memiliki latar belakang migrasi. Jumlah mereka sekitar 82 persen.

Lebih dari dua pertiga di antaranya mematuhi aturan mengonsumsi produk halal dan 40 persennya beribadah setiap hari. Hampir tidak ada perbedaan lintas generasi atau lintas usia untuk kelompok ini. Namun, studi tersebut menunjukkan wanita cenderung lebih religius dibandingkan pria.

Minoritas paling dibenci...

Sebuah laporan pemerintah Jerman pada Rabu lalu menyoroti masalah rasialisme anti-Muslim di negara tersebut.

Dilansir dari Anadolu Agency, Kamis (12/1/2023), laporan tersebut menyajikan tentang keadaan rasialisme di Jerman pada konferensi pers di Berlin. Reem Alabali-Radovan, menteri negara untuk migrasi, pengungsi dan integrasi, menekankan penting untuk menyebutkan dan mendiskusikan rasisme anti-Muslim dalam laporan status ini.

Ia menambahkan, isu rasialisme anti-Muslim telah berulang kali muncul selama pembicaraannya dengan perwakilan komunitas Muslim Jerman. Menurut laporan itu, Muslim setelah Sinti dan Roma di antara minoritas yang paling dibenci orang Jerman.

Berdasarkan sebuah survei, sedikit lebih dari seperlima dari mereka yang ditanya memiliki pendapat negatif terhadap umat Islam. Sepertiga dari narasumber berpandangan jumlah Muslim di Jerman harus dibatasi, dan 27 persen percaya ada terlalu banyak Muslim di Jerman.

Laporan itu juga menunjukkan fakta umat Islam telah menjadi sasaran kejahatan rasial dan serangan setiap hari. Pada 2021, tercatat 732 kejahatan Islamofobia, serta 54 serangan terhadap institusi dan perwakilan Muslim, menurut laporan tersebut.

 
Berita Terpopuler