Tanpa Anwar Usman, MK Tolak Gugatan Syarat Usia Capres-Cawapres yang Loloskan Gibran

Gugatan syarat usia capres-cawapres dimohonkan oleh mahasiswa Unusia, Brahma Aryana.

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) bersiap membacakan sumpah jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta, Senin (13/11/2023). Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi ketua MK menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan dari jabatan ketua oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena terbukti melanggar etik berat.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak pengujian syarat usia capres-cawapres dalam perkara 141/PUU-XXI/2023 pada Rabu (29/11/2023). Putusan ini diketok tanpa keterlibatan mantan ketua MK Anwar Usman yang kini berstatus hakim biasa. 

Baca Juga

Dalam konklusinya, MK menyatakan berwenang mengadili permohonan pengujian tersebut. Pemohon pun dianggap memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Namun, pengujian ini berakhir dengan sia-sia. 

"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan pada Rabu (29/11/2023). 

MK turut menolak permohonan putusan provisi dalam perkara ini. Delapan hakim MK bulat dalam pengambilan putusan ini. 

"Amar putusan, mengadili dalam provisi menyatakan permohonan provisi tidak dapat diterima dan dalam pokok permohonan menolak permohonan untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo. 

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaknai oleh putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum. Pasal itu juga tidak bertentangan dengan perlindungan hak atas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. 

"Oleh karena itu, menurut mahkamah, dalil-dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo. 

Perkara ini diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) tanpa Anwar Usman pada 23 November 2023. Anwar Usman tak dilibatkan dalam perkara ini karena sebelumnya dijatuhi sanksi berat oleh MKMK dalam kasus pelanggaran etik dalam putusan gugatan syarat capres/cawapres.

Sanksi terhadap Anwar menyusul deretan pelaporan terhadap MK akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan calon wakil presiden cawapres pada Senin (16/10/2023). Sebanyak enam gugatan ditolak.

Tetapi, MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang kemudian membuat Gibran Rakabuming Raka memiliki kualifikasi sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun, tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim.

 

 

 

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

 

Sebelumnya, gugatan syarat capres-cawapres ini dimohonkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana. Brahma ingin agar usia di bawah 40 tahun yang bisa mencalonkan diri sebagai capres-cawapres hanyalah yang pernah/sedang menjabat Gubernur atau Wakil Gubernur. 

Dalam petitum yang telah disempurnakan, Pemohon meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur".

Brahma menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Berdasarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. 

Terkait hal itu, MK menyoroti putusan MKMK yang tidak bisa mengomentari atau menilai substansi putusan MK. Oleh karena itu, MK menyebut tidak ada pilihan lain selain menegaskan bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Dari putusan MKMK dimaksud, telah membuktikan dan menegaskan bahwa MKMK tidak sedikit pun memberikan penilaian bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat hukum, tetapi justru menegaskan bahwa putusan dimaksud berlaku secara hukum dan memiliki sifat final dan mengikat," ucap Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan MK.

Lebih lanjut, MK menyatakan sekiranya masih terdapat persoalan konstitusionalitas norma sebagaimana dipersoalkan pemohon maka MK tetap pada pendiriannya bahwa pada umumnya berkenaan dengan penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang.

"Oleh karena itu, terhadap persoalan dalam permohonan a quo pun, mahkamah memandang tepat jika hal ini diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menilai dan merumuskannya," ucap Daniel.

 

Amar Putusan MKMK untuk Anwar Usman - (infografis Republika)

Hakim Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya, menyatakan, putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 secara hukum sudah berlaku semenjak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Dengan demikian ketentuan syarat usia capres/cawapres bersifat final dan mengikat. 

"Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final," kata Enny.

MK menegaskan, terhadap putusan syarat usia capres/cawapres tidak dapat dilakukan upaya hukum. Hal itu disebabkan MK sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang.

"Sistem itu mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk 'upaya hukum'," ujar Enny.

 
Berita Terpopuler