Suku Bunga AS Diperkirakan tidak Naik, Rupiah Menguat

Mata uang rupiah meningkat 59 poin atau 0,38 persen menjadi Rp 15.436 per dolar AS.

Republika/Thoudy Badai
Petugas menghitung uang dolar AS di tempat penukaran valuta asing PT Valuta Inti Prima di Cikini, Jakarta.
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan, penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan ekspektasi suku bunga acuan AS takkan dinaikkan lagi.

Baca Juga

“Semalam, data penjualan rumah baru AS bulan Oktober mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, minus 5,6 persen. Penurunan kemungkinan karena suku bunga KPR (Kredit Perumahan Rakyat) yang meninggi. Hasil ini memperkuat ekspektasi pasar soal suku bunga The Fed (Federal Reserve) tersebut,” ucap dia, Selasa (28/11/2023).

Seperti diketahui, data penjualan rumah AS menurun 5,6 persen dibandingkan dengan perkiraan untuk turun 4 persen. Indeks manufaktur Fed Dallas turut menurun ke posisi minus 19,9 dibandingkan dugaan penurunan sekitar minus 17.

Indeks dolar AS juga terlihat semakin menurun di kisaran 103,15 dari sebelumnya 103,40. “Di sisi lain, perekonomian Indonesia yang stabil membantu memberikan sentimen positif ke rupiah,” ucap Ariston.

Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong melihat pula sentimen lain dari faktor eksternal, yaitu penantian investor terhadap pidato dari sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed) yang mempengaruhi penguatan Rupiah. Investor mengantisipasi pidato less hawkish atau dovish dari pejabat-pejabat The Fed menyusul serangkaian data ekonomi AS yang lemah.

Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah meningkat 59 poin atau 0,38 persen menjadi Rp 15.436 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.565 per dolar AS. Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa naik ke posisi Rp 15.450 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.527 per dolar AS.

 
Berita Terpopuler