Pasal Larangan Penyerangan Nama Baik Masih Ada di UU ITE Hasil Revisi

Larangan penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain diatur di Pasal 27a.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi meenolak pasal-pasal karet dalam UU ITE. (ilustrasi)
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Nantinya, revisi tersebut akan dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang.

Baca Juga

Salah satu yang diatur dalam revisi UU ITE tersebut adalah penambahan ketentuan larangan penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain. Norma tersebut diatur dalam Pasal 27a RUU tersebut.

"Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik diatur dalam Pasal 27a," ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU ITE Abdul Kharis Almasyhari dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I, Rabu (22/11/2023).

Terdapat pula penambahan ketentuan mengenai larangan kepada orang yang sengaja mendistribusikan informasi elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Hal tersebut diatur dalam Pasal 27b.

Pasal 27b juga akan mengatur perbuatan melawan hukum dengan memaksa orang lewat ancaman kekerasan. Di mana ancaman tersebut ditujukan untuk mendapatkan suatu barang milik orang lain, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang.

 

 

Lalu, ada perubahan ketentuan mengenai penyebaran berita bohong atau informasi menyesatkan mengakibatkan kerugian materiil. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 28 Ayat 2 revisi UU ITE yang akan segera disahkan menjadi undang-undang.

"Serta larangan perbuatan yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik diatur dalam Pasal 28 Ayat 2," ujar Kharis.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menjelaskan, terdapat lima alasan pemerintah mengusulkan revisi UU ITE. Salah satunya adalah pandangan terkait sejumlah dalam UU ITE saat ini yang multitafsir dan karet.

"Penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE berbeda-beda di berbagai tempat. Oleh karena itu, banyak pihak yang menganggap norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat," ujar Budi.

"Penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE berbeda-beda di berbagai tempat. Oleh karena itu, banyak pihak yang menganggap norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat," ujar Budi dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I revisi UU ITE, Rabu (21/11/2023).

 

 

 

 
Berita Terpopuler