Tiga Kategori Cuaca Ekstrem Pernah Terjadi di Indonesia, Apa dan Bagaimana Cirinya?

Masyarakat diimbau tetap siaga menghadapi bencana hidrometeolologi.

ANTARA/Galih Pradipta
Mendung menyelimuti kawasan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta, Sabtu (15/10/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika merilis cuaca ekstrem akan terus berlanjut hingga sepekan ke depan dan diprediksi akan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Ahli Utama Bidang Klimatologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan tiga kategori bentuk cuaca ekstrem yang dapat terjadi dan sebelumnya sudah pernah terjadi di wilayah Indonesia. Ketiga kategori itu, yakni squall line, bow echo, dan Mesosclae Convenvtive Complex (MCC).

Squall line storm merupakan sistem badai yang terbentuk dari pertumbuhan awan secara horizontal dan memanjang pada lapisan atas dari awan atau anvil. Squall line dapat dibentuk dari beberapa sel hujan yang bergabung membentuk garis,” kata Erma dikutip dari siaran Youtube BRIN, Jumat (17/11/2023).

Erma mengatakan, badai squall line dan banjir rob Jawa-Bali pernah terjadi pada 25 Mei–5 Juni 2020. Selain itu pernah terjadi juga di 20-21 Mei 2020. Squall line pada bulan Mei tersebut mempunyai siklus hidup panjang, lebih dari 24 jam. Penjalarannya pun terjadi secara cepat, yakni 13,8 m/detik dan mengalami penguatan kembali setelah menyeberang Selat Sunda.

Bentuk cuaca ekstrem lainnya adalah bow echo. Erma menjelaskan, bow echo bisa terbentuk di dalam squall line, dapat dilihat di satelit ketika di dalam squall line terdapat ada yang membengkok seperti busur atau membentuk bumerang. Lengkungan itu, kata dia, terjadi karena ada pusaran angin atau siklonik di bagian ujung yang satu, dan antisiklonik di ujung yang satunya lagi.

“Di ujung lengkungannya juga ada angin kencangnya. Bahkan, ada downburst-nya juga, downburst (hujan) itu seperti awan yang jatuh ke bawah gitu ya saking hujannya itu bener-bener ‘brek’ diturunkan dari atas ke bawah dengan sangat intens dan deras,” ucap Erma.

Baca Juga

Angin kencang dengan kekuatan 56 km/jam...

Erma menerangkan, fenomena seperti puting beliung yang terjadi di Cimenyan, Bandung, Jawa Barat, pada 28 Maret 2021 disebabkan oleh bow echo. Bow echo itu terbentuk dipicu oleh prakondisi pembentukan MCC yang diremote oleh bibit siklon tropis Seroja.

“Pada fenomena ini terbentuk dua meso-vorteks yang memicu puting beliung dengan kekuatan 56 km/jam. Badai ekstrem yang terjadi bisa disertai angin yang kencang sekali. Angin kencang ini yang bisa merusak infrastruktur jika terjadi di darat,” kata dia.

Kepada Republika.co.id, dia menjelaskan lebih lanjut perkembangan dari bow echo, yakni comma echo. Menurut dia, bow echo yang terpelihara dapat membentuk comma echo yang ditandai dengan struktur antara kepala dan ekor yang sama-sama membesar karena terdapat pusaran angin atau vorteks yang terus membesar pada ujung-ujungnya.

Dampak dari comma echo lebih besar daripada bow echo. “Bentuk lengkungan pun semakin melengkung yang menunjukkan di bagian tengah lengkungan terjadi fenomena angin kencang atau wind gust dan hujan ekstrem yang seragam dan meluas seakan-akan ada ‘awan’ yang jatuh dari langit atau downburst,” tegas Erma lewat pesan singkat.

Banjir pada Maret di Bandung...

Karikatur opini banjir pulau Jawa - (republika)

Sementara itu, dia juga menjelaskan terkait MCC. Dimana, MCC merupakan sistem badai yang terbentuk dari gabungan beberapa klaster awan dalam formasi bulatan dengan struktur yang memenuhi suatu kriteria. Di dalamnya terdapat inti dan selimut awan serta harus memenuhi kriteria luas area minimum. Fenomena yang pernah terjadi juga banjir di Bandung pada 23-25 Maret 2021.

“Selain itu ada juga MCC kembar yang terjadi pada 15-16 Juli 2021 yaitu banjir bandang di Luwu,” ujar Erma.

Erma menambahkan, untuk menghadapi cuaca ekstrem ada tiga hal yang perlu dipersiapkan secara sempurna. Pertama, melakukan respons yang terbaik, melakukan rebuild alias membangun kembali yang terbaik, dan rekonstruksi yang terbaik terhadap kondisi cuaca ekstrem sebelum, pada saat, dan sesudahnya sehingga kita bisa beradaptasi yang terbaik terhadap cuaca ekstrem dan perubahan iklim.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, berdasarkan hasil monitoring El Nino-Southern Oscillation (ENSO) Dasarian I November 2023 menunjukkan, indeks ENSO ada di angka +1.81. Sementara IOD sebesar +1.38. Kondisi IOD positif tersebut diprediksi bertahan hingga akhir tahun 2023.

Sedangkan El Nino Moderat diprediksi terus bertahan hingga Februari 2024. Dibanding tahun lalu, sebagian Indonesia bagian Utara dan Tengah cenderung relatif sama sedangkan Indonesia bagian Selatan cenderung lebih rendah dibanding tahun lalu.

"Walaupun El Nino dapat mempengaruhi penurunan intensitas hujan pada musim hujan, tetapi potensi bencana hidrometeorologi, yaitu banjir, banjir bandang, dan longsor masih berpotensi tinggi terjadi," jelas dia.

Kesiapan menghadapi bencana hidrometeorologi...

Sebab itu, dia merekomendasikan masyarakat untuk melakukan kesiapan dalam menghadapi bencana hidrometeorologi. Langkah-langkah yang bisa dilakukan seperti kesiapsagaan logisitik penyelamatan dan pascabencana, membersihkan saluran air, memastikan aliran air tidak terhambat, dan menyimpan barang-barang berharga di tempat yang aman.

“Melakukan perencanaan evakuasi yang terorganisir saat terjadi bencana hidrometeorologis, dengan mematuhi komando dari aparat pemerintah setempat,” kata dia.

Masyarakat juga perlu menjaga kesehatan, terutama pada musim hujan dengan peralatan pelindung seperti membawa payung dan jas hujan. Dia juga mengingatkan masyarakat untuk memperbanyak konsumsi makanan bergizi seperti buah, sayur-sayuran, dan vitamin, dan juga air putih yang cukup

“Selalu memantau info BMKG di berbagai kanal media, terutama media sosial terkait pemantauan informasi prakiraan cuaca dan peringatan dini berbasis dampak akan bencana hidrometeorologi,” tegas Andri.

Infografis Mengapa Mudah Sakit Saat Cuaca Ekstrem? - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler