Kisah Awal Kuil Sulaiman, Tabut Perjanjian, dan Yahudi

Palestina saat itu merupakan wilayah Ottoman dengan minoritas Yahudi.

EPA-EFE/ATEF SAFADI
Warga berjalan di gang dekat rumah keluarga Sub-Laban di kawasan Muslim Kota Tua Yerusalem, Senin (12/6/2023).
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencarian Tabut Perjanjian dan pembangunan kembali Kuil Sulaiman dimulai pada abad ke-19. Dua hal ini merupakan salah satu faktor pecahnya perang di Palestina.

Baca Juga

Israel mulai mencari Tabut Perjanjian berdasarkan klaim sejarah oleh orang-orang Yahudi sebagai persiapan mengeluarkan Deklarasi Balfour. Deklarasi Balfour adalah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris selama Perang Dunia I untuk menyatakan dukungan terhadap pembentukan tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Palestina saat itu merupakan wilayah Ottoman dengan minoritas Yahudi. Tulisan-tulisan Yahudi juga muncul di surat kabar besar Barat yang menyerukan pembangunan kembali Kuil Sulaiman atau Haikal Sulaiman di Palestina.

Langkah praktis pertama ke arah itu terjadi pada 20 Maret 1918, ketika delegasi Yahudi yang dipimpin oleh Chaim Weizmann tiba di Yerusalem. Dia meminta gubernur militer Inggris pada saat itu, Jenderal Storrs mendirikan universitas Ibrani di Yerusalem menyerahkan Tembok Buraq.

Namun, sebenarnya apa Tabut Perjanjian itu? Dan apa yang dimaksud Kuil Sulaiman?

Kuil Sulaiman dianggap...

 

 

Kuil Sulaiman dianggap oleh umat Yahudi sebagai tempat ibadah yang suci. Pada masa antara Nabi Musa dan Nabi Sulaiman, umat Yahudi belum mempunyai tempat ibadah yang suci dan permanen. Adapun loh batu Sepuluh Perintah Allah ditempatkan dalam peti yang disebut Tabut Perjanjian.

Tabut ini disebut Tabut Perjanjian baik dalam agama Yahudi maupun Kristen. Sedangkan dalam Islam disebut Tabut Sakinah, sebagaimana disebutkan dalam Alquran yaitu Surat Al Baqarah ayat 248:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ اِنَّ اٰيَةَ مُلْكِهٖٓ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ اٰلُ مُوْسٰى وَاٰلُ هٰرُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ࣖ

"Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kerajaannya ialah datangnya Tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dibawa oleh malaikat. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagimu, jika kamu orang beriman."

Tabut Perjanjian itu dinaungi oleh sebuah naungan semacam tenda yang dikenal sebagai "Khoimah Al Ijtima". Tenda ini sering menemani orang-orang Yahudi ke mana pun mereka pergi.

Adapun kisah Kuil Sulaiman telah melewati beberapa tahapan sepanjang sejarah sejak dibangun oleh Nabi Sulaiman AS. Masa kepemimpinan Nabi Sulaiman berlangsung antara tahun 965 dan 928 SM.

Pada masa Nabi Sulaiman...

 

Pada masa Nabi Sulaiman, bangunan ini disebut Al Haikal, dan merupakan tempat keberadaan Tabut Perjanjian yang berisi Sepuluh Perintah Allah. Namun, bangunan ini dihancurkan oleh pemimpin Babilonia Nebukadnezar pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman saat menginvasi Ursyalim (sekarang Yerusalem) pada tahun 586 SM.

Pada 538 SM, Persia menguasai Suriah dan Palestina. Raja Cyrus mengizinkan beberapa tahanan Yahudi untuk kembali ke Yerusalem. Dia memerintahkan pembangunan kembali Kuil Sulaiman, dan Palestina tetap berada di bawah kekuasaan Persia sampai Alexander dari Makedonia menaklukkannya pada tahun 332 SM.

Meskipun kendali atas Al Quds atau Yerusalem berpindah-pindah pada masa pemerintahan penerusnya antara Ptolemeus dan Seleukia, populasi di era Helenistik dipengaruhi oleh peradaban Yunani.

Pada sekitar tahun 165 SM, Raja Seleukia Antiokhus IV menghancurkan Kuil Sulaiman dan memaksa orang-orang Yahudi untuk pindah agama ke agama pagan Yunani. Pemaksaan pindah agama kepada orang-orang Yahudi dilakukan oleh Raja Seleukia Antiokhus IV karena dia mengetahui adanya konspirasi untuk melawan pemerintahannya.

Hingga kemudian, pecah pemberontakan Makabe. Alhasil, kaum Yahudi memperoleh kemerdekaan di Yerusalem di bawah kekuasaan kaum Hasmonean pada tahun 135 hingga 76 SM.

Setelah masa kekacauan...

 

Setelah masa kekacauan, pasukan Romawi menguasai Suriah dan Palestina. Pada tahun 63 SM, pemimpin Romawi Pompey memasuki Yerusalem dan memberikan otonomi kepada orang-orang Yahudi. Pada tahun 37 SM, Herodes, yang berasal dari Edom, diangkat menjadi raja Galilea. Bahkan dia pindah agama ke Yahudi. Pemerintahannya berlanjut di bawah nama Romawi hingga tahun ke-4 Masehi.

Pada masa pemerintahan Kaisar Nero, pecahlah revolusi Yahudi melawan Romawi. Saat itu pemimpin "Titus" pada tahun 70 M memimpin pendudukan kota Yerusalem. Kuil Sulaiman dibakar dan sebagian besar penduduk Yahudi di Yerusalem berada dalam kondisi terpuruk.

Pada tahun 135, revolusi Yahudi baru terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Hadrian, yaitu ketika orang-orang Yahudi menuntut pembangunan kembali Kuil Sulaiman. Namun, pemberontakan tersebut dapat dikendalikan pada tahun yang sama.

Pemberontakan itu menyebabkan kehancuran kota Yerusalem dan pembentukan koloni Romawi setempat. Dampaknya, orang-orang Yahudi dilarang masuk Yerusalem. Dan di saat itulah Yerusalem dikenal dengan Elia Kapitolina.

Setelah Kaisar Konstantinus masuk Kristen antara tahun 330 dan 683 M, nama Yerusalem dipulihkan. Ibu kaisar, Helena, membangun gereja di wilayah tersebut. Nama Elia tetap digunakan di kalangan masyarakat sampai masa penaklukkan umat Islam, yakni ketika Khalifah Umar bin Khattab mengambil alih kekuasaan pada tahun 15 H/636 M.

 

Sumber: Arabic Post

 
Berita Terpopuler