Mengenal Fatah dan Hamas, Dua Kubu di Palestina yang Ingin Diadu Domba AS

Hamas menang telak dalam pemilihan parlemen pada 2006, mengalahkan Fatah.

Faksi gerakan Islam di Palestina: Hamas dan Fatah
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Hamas dan Fatah adalah dua partai paling dominan di kancah politik Palestina. Hamas telah menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza sejak 2007, setelah mengalahkan partai Fatah yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dalam pemilihan parlemen dan memimpin wilayah pendudukan Tepi Barat.

Baca Juga

Fatah merupakan singkatan dari Harakat al-Tahrir al-Filistiniya atau Gerakan Pembebasan Nasional Palestina dalam bahasa Arab. Kata Fatah artinya menaklukkan.

Gerakan sekuler ini didirikan di Kuwait pada akhir 1950-an oleh diaspora warga Palestina setelah Nakba pada 1948. Fatah didirikan oleh beberapa orang terutama mendiang presiden Otoritas Palestina (PA) Yasser Arafat, Khalil al-Wazir, dan Salah Khalaf, dan Mahmoud Abbas yang merupakan presiden Otoritas Palestina saat ini.

Fatah memiliki sayap militer utama al-Asifah atau Badai. Perjuangan bersenjata kelompok tersebut melawan pendudukan Israel dimulai pada 1965. Sebagian besar operasi bersenjatanya dilakukan dari Yordania dan Lebanon.

Kepemimpinan Yasser Arafat dan setelah Perang Arab-Israel pada 1967, membuat Fatah menjadi partai dominan di Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang terdiri atas banyak partai politik Palestina. PLO dibentuk pada 1964 dengan tujuan untuk membebaskan Palestina dan saat ini bertindak sebagai perwakilan rakyat Palestina di PBB.

Setelah diusir dari Yordania dan Lebanon pada 1970-an dan 1980-an, gerakan ini mengalami perubahan mendasar, memilih untuk bernegosiasi dengan Israel. “Orang-orang Arab pada dasarnya membantu memaksa Fatah untuk setuju mengambil jalur diplomatik, setelah mereka diusir dari Beirut,” ujar analis politik yang berbasis di Tepi Barat Nashat al-Aqtash dikutip dari Aljazirah.

Pada 1990-an, PLO yang dipimpin Fatah secara resmi meninggalkan perlawanan bersenjata dan mendukung Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB. Resolusi ini menyerukan pembangunan negara Palestina di perbatasan 1967 (Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza), berdampingan dengan negara Israel.

PLO kemudian menandatangani Perjanjian Oslo, yang mengarah pada pembentukan Otoritas Nasional Palestina atau Otoritas Palestina. Pejanjian ini membentuk sebuah badan pemerintahan mandiri sementara yang bertujuan untuk mewujudkan negara Palestina merdeka.

Sedangkan Hamas adalah singkatan dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyya atau Gerakan Perlawanan Islam. Kata Hamas berarti semangat.

Gerakan Hamas didirikan di Gaza pada 1987 oleh imam Sheikh Ahmed Yasin dan ajudannya Abdul Aziz al-Rantissi tak lama setelah dimulainya Intifada pertama atau pemberontakan Palestina melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina.

Gerakan ini dimulai sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin di Mesir dan membentuk sayap militer Brigade Izz al-Din al-Qassam untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel dengan tujuan membebaskan Palestina yang bersejarah. Mereka juga memberikan program kesejahteraan sosial kepada warga Palestina yang menjadi korban pendudukan Israel.

Hamas mendefinisikan dirinya sebagai gerakan pembebasan dan perlawanan nasional Islam Palestina. Pada 2017, Hamas mengeluarkan dokumen politik yang secara efektif mengeklaim memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini akan menerima negara Palestina di perbatasan 1967 dengan kembalinya pengungsi Palestina.

Meskipun tindakan tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan loyalisnya bahwa mereka telah menyerah terhadap perjuangan Palestina, Hamas menambahkan klausul berikut: Hamas menolak segala alternatif terhadap pembebasan penuh dan menyeluruh Palestina, dari sungai hingga laut tetapi menganggap pembentukan negara Palestina yang berdaulat di perbatasan 1967 menjadi formula konsensus nasional.

 

 

Perbedaan sikap terhadap Israel...

Hamas memasuki politik Palestina sebagai partai politik pada 2005 ketika terlibat dalam pemilihan lokal. Kelompok ini pun menang telak dalam pemilihan parlemen pada 2006, mengalahkan Fatah.

Hanya saja sikap Fatah yang mendorong pembicaraan damai dengan Israel ini tidak membuahkan hasil. Kondisi ini yang membuat banyak warga Palestina mulai meninggalkan konsep yang didorong oleh kelompok itu dan lebih memilih Hamas.

Kondisi ini pun diakui oleh pemimpin Fatah. Menurut wakil ketua gerakan Fatah Mahmoud al-Aloul dikutip dari Times of Israel, penurunan kehadiran Fatah di tengah masyarakat dengan menerapkan cara-cara damai ini belum mampu diwujudkan.

“Ini adalah bagian penting dari apa yang menyebabkan penurunan popularitasnya,” kata al-Aloul.

Perbedaan terbesar antara kedua gerakan tersebut saat ini adalah sikap terhadap Israel. Hamas tetap menggunakan perlawanan bersenjata. Sementara Fatah meyakini perlunya negosiasi dengan Israel dan sepenuhnya mengesampingkan penggunaan serangan.

Perjanjian Oslo memberi Israel kendali penuh atas perekonomian Palestina serta masalah sipil dan keamanan di lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat.

Berdasarkan perjanjian tersebut, PA harus berkoordinasi dengan pendudukan Israel mengenai keamanan dan setiap serangan perlawanan bersenjata yang direncanakan terhadap Israel. Hal ini dipandang sangat kontroversial dan dianggap oleh sebagian orang sebagai tindakan PA berkolaborasi dengan pendudukan Israel.

Pada Maret, protes meletus di Tepi Barat ketika aktivis politik Palestina terkemuka Basil al-Araj dibunuh oleh pasukan Israel di Ramallah, setelah ditangkap oleh personel keamanan PA atas tuduhan merencanakan serangan. Abbas secara teratur dan terbuka mengutuk setiap operasi perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh warga Palestina terhadap Israel.

“PA tidak percaya pada legitimasi senjata Hamas. Artinya PA ingin mengakhiri perlawanan di Gaza dan Hamas menolaknya. Dan jika Fatah menerima perlawanan tersebut, Israel akan mengambil tindakan terhadap PA,” ujar analis politik yang berbasis di Nablus Abdulsattar Qassem.

Tidak dapat dipungkiri daya tarik Hamas di mata warga Palestina terletak pada ideologinya. Sedangkan sikap Fatah sangat aman bagi Barat karena dinilai tidak membahayakan Israel sehingga membuat kelompok ini mendapat lebih banyak dukungan internasional dan dipandang lebih aman secara finansial.

Dalam hal menggalang dukungan, keduanya menggunakan taktik yang sangat berbeda. Hamas menggunakan aktivisme akar rumput untuk menginformasikan ideologinya kepada masyarakat, di tempat-tempat seperti masjid dan universitas. Sisi lain, Fatah tidak lagi melakukan latihan semacam itu dan lebih mengandalkan penyediaan dukungan finansial untuk mendapatkan pengikut. 

 
Berita Terpopuler