Gelombang Boikot Israel Semakin Beragam dan Menyebar di Seluruh Dunia

Merek-merek yang memiliki hubungan dengan Israel ramai-ramai diboikot

Antara/Yudi
Pengunjuk rasa menginjak bendera Israel dan foto Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat aksi bela Palestina. Tak hanya aksi, gerakan untuk memboikot Israel pun semakin beragam dan menyebar
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Muncul di media sosial tagar #BDSMovement yang merupakan gerakan untuk memboikot, melakukan divestasi, dan memberikan sanksi kepada Israel. Upaya ini membuat para pengguna akun menyebut merek-merek yang memiliki hubungan dengan Israel dan menyerukan boikot.

Salah satu yang ramai menjadi sasaran adalah McDonald's setelah sebuah lokasi di Israel menawarkan makanan gratis untuk militer. Beberapa di antaranya memboikot Starbucks setelah perusahaan tersebut menggugat serikat pekerjanya pada bulan ini atas akun media sosial serikat pekerja, yang mengunggah dukungan untuk warga Palestina.

BDS ini, menurut VOX, merupakan gerakan protes non-kekerasan global. Mereka berupaya menggunakan boikot ekonomi dan budaya terhadap Israel, divestasi keuangan dari negara, dan sanksi pemerintah untuk menekan pemerintah Israel agar mematuhi hukum internasional dan mengakhiri kebijakan kontroversialnya terhadap Palestina.

Tindakan ini adalah sebuah taktik, bukan sebuah organisasi, sehingga kelompok-kelompok yang berbeda melakukan kampanye sendiri yang mungkin berfokus pada serangkaian target yang sedikit berbeda. Namun satu kesamaan dari taktik ini adalah semuanya memiliki landasan moral dan menggunakan perlawanan yang damai.

BDS mengambil inspirasi langsung dari perjuangan anti-apartheid di Afrika Selatan dan gerakan hak-hak sipil AS, yang keduanya secara efektif menggunakan boikot. Aktivis anti-apartheid di Afrika Selatan, Uskup Agung Desmond Tutu, adalah pembela gerakan BDS yang bersemangat, dan menyebut persamaan antara apartheid di Afrika Selatan dan Israel sangat mencolok.

Boikot yang dilakukan BDS tidak hanya mencakup produk dan perusahaan Israel, seperti SodaStream. Perusahaan raksasa non-Israel yang diyakini gerakan tersebut terlibat dalam penindasan terhadap warga Palestina pun masuk dalam BDS.

Contoh saja beberapa warga Maroko memutuskan untuk memboikot perusahaan dan institusi yang pro-Israel atau membuat pernyataan yang tidak bernada mengenai perjuangan Palestina. Mereka fokus pada pemboikotan jaringan ritel Prancis Carrefour, yang menandatangani kemitraan dengan Electra Consumer Products dan anak perusahaannya Yenot Bitan tahun lalu, keduanya beroperasi di pemukiman ilegal Israel.

Beberapa pemuda Maroko memperluas boikot mereka terhadap semua perusahaan yang mengunggah pesan permintaan maaf di media sosial atas "genosida Tel Aviv di Gaza". McDonald's, Starbucks, Pizza Hut, dan jaringan waralaba makanan lainnya yang populer di kalangan anak muda adalah target utama kampanye yang sedang berlangsung. Perusahaan-perusahaan ini mempunyai catatan memanfaatkan konflik untuk kepentingan humasnya.

Kampanye ini lebih dari sekedar pernyataan politik...

Baca Juga

Di negara lain pun melakukan hal yang sama. Warga Yordania memilih untuk memboikot merek-merek yang mendukung Israel dan menggalangkan kampanye “Dukungan Lokal”.

Banyak perusahaan yang meluncurkan bursa kerja kecil, menawarkan peluang kerja bagi karyawan yang berisiko tinggi kehilangan pekerjaan atas gerakan itu.

Pengguna media sosial Faten Mousa mengatakan dikutip dari The Jordan Times, solidaritas ini memberikan semangat dan menunjukkan bahwa komunitas Yordania menghargai persatuan dan tindakan kolektif. “Kampanye ini mewakili upaya sadar untuk membangun perekonomian lokal yang lebih kuat,” kata Mousa.

Mousa menegaskan, jelas bahwa kampanye ini lebih dari sekedar pernyataan politik. Kampanye tersebut merupakan bukti ketahanan bangsa Yordania dan bukti kekuatan boikot yang dilakukan secara sadar.

Sedangkan di Inggris, sejarawan terkemuka menolak hadiah akademis Israel senilai ratusan ribu poundsterling. Profesor Catherine Hall dari University College London menolak penghargaan penelitian dengan  menggambarkan keputusannya itu sebagai pilihan politik independen.

Ahli dalam sejarah kolonial ini seharusnya menerima hadiah dari Dan David Foundation dalam sebuah upacara di Tel Aviv pada 28 Oktober, tetapi dia menolak untuk hadir. Dia termotivasi untuk menolak penghargaan tersebut setelah berbicara dengan gerakan BDS.

 
Berita Terpopuler