Pejabat AS Mundur, tak Sanggup Lagi Sediakan Senjata untuk Israel

Josh Paul kecewa dengan kebijakan Biden dalam menangani perang Israel-Palestina

EPA-EFE/MIRIAM ALSTER
Josh Paul, yang menangani transfer senjata selama lebih dari 11 tahun di Biro Urusan Politik-Militer Deplu AS, mengumumkan pengunduran dirinya melalui surat.
Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Rabu (18/10/2023) mundur karena kecewa dengan kebijakan Presiden Joe Biden dalam menangani perang Israel-Palestina.

Josh Paul, yang menangani transfer senjata selama lebih dari 11 tahun di Biro Urusan Politik-Militer Deplu AS, mengumumkan pengunduran dirinya melalui surat.

Dalam surat dua halaman itu, dia menjelaskan bahwa keputusannya didasari keyakinan bahwa pendekatan AS dalam perang tersebut, khususnya soal penyediaan senjata mematikan, telah mencapai titik di mana dia tidak lagi dapat mendukungnya. Menurut Paul, penyediaan senjata oleh AS ke Israel terus berlanjut, bahkan diperluas dan dipercepat.

"Saya tidak lagi bisa mendukung kebijakan ini," kata dia, merujuk pada dukungan pemerintah Biden pada Israel dalam merespons serangan Hamas pada 7 Oktober.

Paul menegaskan serangan Hamas terhadap Israel adalah tindakan yang mengerikan, tetapi serangan balasan Israel yang didukung AS akan memperburuk perang tersebut.

"Dukungan buta pada satu pihak akan merusak kepentingan kedua pihak dalam jangka panjang," katanya.

Dalam pidatonya di Tel Aviv pada Rabu, Biden menyuarakan dukungan penuhnya bagi Israel.

"Kalian tidak sendirian. Kalian tidak sendirian," katanya.

"Amerika Serikat akan selalu ada untuk kalian. Kami tahu bahwa serangan teroris baru-baru ini telah menyebabkan rasa sakit dan penderitaan yang mendalam bagi bangsa ini (Israel)."

Dalam surat pengunduran dirinya, Paul menyampaikan keinginannya agar orang-orang yang tidak bersalah, baik di Israel maupun di Palestina, dilindungi.

Pembunuhan dan penculikan warga sipil oleh kelompok teroris di Israel dan Palestina adalah tindakan yang bertentangan dengan upaya perdamaian, katanya.

Dia menambahkan bahwa hukuman kolektif, pembersihan etnis, pendudukan, dan kebijakan apartheid adalah musuh bagi perdamaian.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler