Media Sosial Dihujani Berita Palsu Konflik Palestina-Israel, dari Video Lawas Hingga Gim

Banyaknya video yang beredar di media sosial makin sulitkan mengetahui fakta aslinya.

EPA-EFE/ATEF SAFADI
An Israeli artillery unit fires towards Gaza along the border in southern Israel, 11 October 2023. More than 1,200 Israelis have been killed and over 2,800 others injured, according to the Israel Defense Forces (IDF), after the Islamist movement Hamas launched an attack against Israel from the Gaza Strip on 07 October. More than 3,000 people, including 1,500 militants from Hamas, have been killed and thousands injured in both Gaza and Israel since the conflict erupted, according to Israeli military sources and Palestinian officials.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform teknologi berjuang untuk membendung gelombang misinformasi seputar permusuhan Palestina-Israel setelah membatalkan kebijakan moderasi konten. Gelombang misinformasi tersebut  mulai dari akun palsu yang menyamar sebagai jurnalis hingga gim video bertema perang yang memicu narasi palsu.  

Baca Juga

Walaupun peristiwa-peristiwa besar di dunia biasanya memicu banjir kebohongan, para peneliti mengatakan skala dan kecepatan penyebaran misinformasi secara daring setelah serangan mematikan akhir pekan lalu terhadap Israel oleh kelompok militan Palestina Hamas tidak seperti sebelumnya. 

Dilansir Japan Today, Rabu (11/10/2023), para ahli mengatakan konflik tersebut memberikan studi kasus yang suram tentang berkurangnya kemampuan platform terkemuka seperti Facebook milik Meta dan X untuk memerangi informasi palsu dalam iklim pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan biaya yang telah menghancurkan kepercayaan dan keselamatan tim.

Terkait X, yang memperburuk masalah pada X milik Elon Musk, khususnya, adalah serangkaian tindakan kontroversial seperti pemulihan akun yang mendorong konspirasi palsu dan program pembagian pendapatan iklan dengan pembuat konten yang menurut para peneliti memberi insentif pada keterlibatan, bukan akurasi.

Para ahli khawatir langkah-langkah ini akan meningkatkan risiko misinformasi yang memicu dampak buruk di dunia nyata, memperkuat kebencian dan kekerasan terutama dalam skenario krisis yang berkembang pesat seperti yang terjadi di Israel dan Gaza. 

Andy Carvin, dari Digital Forensic Research Lab (DFRLab) di Atlantic Council, kepada AFP mengatakan platform media sosial sedang berjuang untuk mengikuti arus misinformasi dan hasutan untuk melakukan kekerasan. 

Menurut dia, ini adalah tren yang telah berkembang selama beberapa waktu, dan menjadi lebih buruk lagi ketika PHK berdampak pada kepercayaan dan keselamatan tim, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk mengatasi kekacauan. 

“Dan dalam kasus X, perubahan pada platform ini telah benar-benar menghancurkan apa yang sebelumnya merupakan salah satu kekuatan terbesarnya— memantau berita terkini dan membantu pengguna memisahkan fakta dari fiksi,” ujar Carvin. 

Peneliti misinformasi mengatakan pengguna media sosial dibombardir dengan foto-foto pertempuran palsu, video-video lama dari Suriah yang dibuat ulang agar terlihat seperti diambil dari Gaza, dan rekaman gim video bertema konflik yang dianggap sebagai adegan serangan Hamas. 

Sebuah gambar yang beredar daring....

 

Sebuah gambar yang beredar daring dimaksudkan untuk menunjukkan tentara Israel ditangkap oleh Hamas, tetapi pemeriksa fakta AFP menemukan bahwa gambar itu diambil pada tahun 2022 saat latihan militer di Gaza. Pemeriksa fakta AFP juga menemukan beberapa postingan di X, Facebook, dan TikTok mempromosikan dokumen palsu Gedung Putih yang mengalokasikan delapan miliar dolar Amerika Serikat (AS) bantuan militer ke Israel. 

Alessandro Accorsi, analis senior di lembaga pemikir Crisis Group, menuturkan banyaknya video dan gambar serangan yang direkayasa, palsu, dan beredar (daring) membuat semakin sulit untuk memahami apa yang sedang terjadi di Israel dan Gaza. Accorsi menyuarakan “kekhawatiran besar” bahwa informasi yang salah, terutama gambar palsu dari para sandera termasuk anak-anak, dapat memicu kekerasan. 

“Dalam krisis seperti kekejaman teroris, perang, dan bencana alam, orang cenderung menggunakan platform media sosial untuk mendapatkan informasi yang dapat diakses dengan cepat,” kata Imran Ahmed, kepala eksekutif Pusat Penanggulangan Kebencian Digital, kepada AFP. 

Ahmed kemudian mengungkapkan alasan mengapa media sosial sebenarnya adalah tempat yang buruk untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya. 

“Tetapi membanjirnya orang-orang yang menyebarkan kebohongan dan kebencian untuk mendapatkan keterlibatan dan pengikut, dikombinasikan dengan algoritma yang mempromosikan konten ekstrem dan mengganggu ini, adalah alasan mengapa mengapa media sosial sebenarnya adalah tempat yang buruk untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya,” ujarnya. 

Yang lebih parah lagi, platform teknologi tampaknya mengabaikan upaya untuk meningkatkan kualitas informasi. 

Di sisi lain, lalu lintas media sosial ke situs-situ berita terkemuka dari platform seperti Facebook dan X telah menurun drastis selama setahun terakhir. Ini menurut data yang dikutip oleh media AS dari perusahaan riset Similarweb. 

Pekan lalu, X menghapus berita utama dari artikel berita yang dibagikan oleh pengguna, dan tautannya kini hanya muncul sebagai gambar. Itu sebuah langkah yang menurut para ahli dapat semakin mengurangi lalu lintas ke situs berita.

Musk sendiri mendapat kritik keras ketika dia mendorong hampir 160 juta pengikutnya di X untuk mengikuti dua akun "baik" untuk mendapatkan informasi terbaru tentang perang tersebut. Kedua akun tersebut dikenal sebagai penyalur informasi yang salah.

Musk kemudian menghapus postingannya tetapi sebelumnya postingan tersebut mendapatkan jutaan penayangan. X tidak menanggapi permintaan komentar AFP.

Carvin dari DFR Lab menuturkan meskipun masih banyak jurnalis dan peneliti berbakat yang terus menggunakan X untuk membantu masyarakat lebih memahami apa yang sedang terjadi, rasio signal-to-noise menjadi tidak dapat ditoleransi. 

“Kegunaannya sebagai alat penelitian dan pelaporan yang andal pada dasarnya telah rusak dan mungkin tidak akan pernah pulih,” katanya. 

 

 
Berita Terpopuler