Legislator Desak Pemprov DKI Lunasi Biaya Ijazah Siswa yang Ditahan Sekolah

Jhonny Simanjuntak geram dapat laporan ijazah siswa di DKI ditahan sekolah swasta.

Dok DPRD DKI
Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak.
Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Legislator mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membantu menyelesaikan masalah penahanan ijazah siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Ijazah siswa tersebut ditahan pihak sekolah swasta karena belum melunsi tagihan biaya pendidikan.

 "Pemprov harus melakukan gerak cepat, jadi dengan catatan memanggil seluruh sekolah yang menahan ijazah. Ijazah itu ditarik bahwa ada ikutan pembiayaan, Pemprov harus membayar itu kepada sekolah swasta," kata Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jhonny Simanjuntak kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/10/2023).

 

Jhonny mengatakan, berapa pun besaran tunggakan pendidikan, seperti SPP atau biaya lainnya yang tidak bisa dilunasi oleh siswa, Pemprov DKI harus menyubsidinya. Hal itu sebagai bentuk berjalannya kebijakan wajib belajar 12 tahun di Ibu Kota.

 

"Betul (wajib dibantu dilunasi) kalau orang tuanya enggak mampu. Tapi, ijazah harus diserahkan dulu ke siswa," ujar politikus PDIP tersebut.

 

Menurut dia, masalah penahanan ijazah bukanlah hal yang sepele. Persoalan itu terbilang krusial karena menyebabkan siswa yang belum memperoleh ijazah menjadi kesulitan untuk bersaing di dunia kerja. Walhasil, hal itu bisa berdampak terciptnya pengangguran yang berimbas kenaikan tingkat kemiskinan di Jakarta.

 

Di samping itu, kata Jhonny, permasalahan tersebut juga menunjukkan ketidakadilan dibandingkan dengan subsidi di sekolah negeri. Johnny mencontohkan, anaknya terdaftar di sekolah negeri dan tidak dikenakan biaya pendidikan apa pun alias gratis.

"Coba perbandingan sekarang yang masuk SMAN 8, SMAN 13, atau SMAN lainnya kan banyak anak-anak orang kaya. Contoh kayak saya, anggota DPRD, lalu istri saya mantan kepala sekolah, pegawai negeri, waktu anak saya di SMAN 13 sekolah gratis. Kenapa gratis? Berarti kan disubsidi," ujar Jhonny.

"Masa orang mampu disubsidi, sementara anak penjual nasi uduk, naik ojol, atau pegawai-pegawai rendahan, apalagi kemarin di-PHK karena Covid masa negara enggak turun tangan?" kata Jhonny menggugat sistem pendidikan.

 

Dia menuturkan, masalah penahanan ijazah di sekolah swasta termasuk melanggar kebijakan wajib belajar 12 tahun. Persoalan itu sebenarnya sudah terjadi sejak era Gubernur Anies Rasyid Baswedan, ketika muncul pandemi Covid-19.

Beberapa orang tua yang harus kehilangan pekerjaan atau pendapatan tidak bisa melunasi tunggakan biaya anaknya yang sekolah di swasta. Sebagai konsekuensinya, pihak sekolah menahan ijazah mereka.

Dia pun berharap pemimpin saat ini, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono mau mengambil sikap bijak. "Keadaannya sudah masif, maka Pemprov lah yang turun tangan ketika warganya menghadapi persoalan sosial, enggak boleh ada pembiaran. Maka saya harap Pj Gubernur bisa menyelesaikan hal ini," ujar Jhonny.

Geram ijazah ditahan...

Jhonny Simanjuntak mengungkapkan, kegeramannya dengan banyaknya kasus penahanan ijazah siswa di sejumlah sekolah swasta di Jakarta. Pasalnya, masalah itu jelas melanggar kebijakan Pemprov DKI dan pusat mengenai wajib belajar 12 tahun.

 

"Itu (sekolah yang menahan ijazah siswa) melakukan pelanggaran, karena siswa akibat ekonomi keluarga tidak mampu membayar uang sekolah di sekolah swasta," kata Jhonny di Jakarta, Rabu.

 Johnny menuturkan, penahanan ijazah yang dilakukan sekolah swasta menyebabkan banyak siswa yang tersendat untuk bersaing di dunia kerja. Tentu hal itu sangat merugikan mereka.

 

"Mereka yang sudah lulus karena orang tuanya tidak mampu ijazah ditahan bagaimana mereka bisa masuk di pasar kerja. Akhirnya mereka pengangguran, itulah yang nanti (menambah) kemiskinan tapi kemiskinan struktural, warga tidak bisa mengakses program Pemprov DKI Jakarta," jelas Jhonny.

 

Jhonny menekankan bahwa persoalan itu bukanlah hal yang sepele. Itu menjadi PR yang besar bagi Dinas Pendidikan (Disdik) DKI untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Karena biar bagaimana pun itu masalahnya boleh dikatakan persoalan darurat di lingkungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta," ujar Jhonny.

 
Berita Terpopuler