Ramadhan Sananta, Harapan Permainan Timnas U-24 yang Makin Menawan Lawan Uzbekistan

Ramadhan Sananta menambah daya gedor timnas U-24 di Asian Games.

Antara/HO-Humas PSSI
Penyerang timnas Indonesia U-24 Ramadhan Sananta
Red: Israr Itah

Oleh: Israr Itah, Redaktur Olahraga Republika.co.id

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID — Di sepak bola, batas antara tetap berpegang teguh kepada rencana permainan dengan monoton tanpa improvisasi amatlah tipis. Penentunya ada pada hasil akhir. Jika menang, orang biasanya menganggap itu buah dari keteguhan mengeksekusi game plan hingga peluit akhir berbunyi.

Namun jika hasilnya minor, tudingan permainan monoton, minim improvisasi, dan hal-hal miring lainnya langsung mengarah. "Kalau terus gagal harusnya ubah dong strateginya, gaya mainnya," demikian biasanya komentar "pundit kampung" saat menyaksikan pertandingan sepak bola tim jagoan mereka di TV, termasuk saya terkadang.

Saat ini, yang jadi sasaran komentar nyelekit para "pundit kampung" adalah aksi timnas U-24 Indonesia yang berlaga di Asian Games 2022 di Hangzhou, China. Timnas U-24 dianggap lolos ke babak 16 besar lewat jalur hoki, menjadi salah satu dari empat peringkat tiga terbaik meskipun hanya menang sekali dan menelan dua kekalahan.

Sempat membangkitkan euforia pencinta bola Tanah Air saat mengalahkan Kirgistian 2-0 pada laga pembuka grup, Indonesia kemudian tumbang 0-1 dari China Taipei dan Korea Utara.

Kelemahan yang tampaknya belum sepenuhnya hilang dari tim-tim yang pernah diasuh Indra Sjafri dalam era kepelatihannya adalah susahnya meladeni lawan yang fokus bermain bertahan atau tim yang punya pertahanan solid. 

Ini terjadi lagi di timnas U-24. Filosofi pendek pendek panjang (pepepa) yang selama ini lekat dalam sentuhan Indra Sjafri seolah mati kutu meladeni lawan yang bermain disiplin bertahan atau menumpuk banyak pemain di lapangan. Hal ini terutama terlihat dalam kekalahan dari China Taipei dan Korea Utara.

Para pemain seperti bingung tanpa arah yang jelas hendak melakukan apa. Akibatnya, bisa dimaklumi jika banyak yang menuding Egy Maulana Vikri dkk monoton dan kurang improvisasi.

Jika dicermati lebih dalam, saya cenderung melihat para pemain timnas U-24 lebih memilih bertahan mengeksekusi rencana permainan mereka. Hanya, hal-hal mendasar yang dibutuhkan untuk menjalankan game plan tersebut agar berhasil guna, alpa dihadirkan. 

Untuk membongkar pertahanan, yang sangat dibutuhkan adalah pergerakan untuk menarik lawan lebih keluar dibarengi dengan timing operan yang pas. Sesekali diiringi oleh dribling yang bergantung pada situasi permainan juga dibutuhkan asal dijalankan dengan cermat dan momen yang pas. Terlambat sedikit saja, kesempatan emas bisa hilang. Seperti kita tahu, sepak bola termasuk dalam kategori olahraga yang mengagungkan momentum. Terlambat berlari menyongsong operan, bola direbut lawan. Terlalu cepat bergerak, siap-siap ditiup offside.

Hal serupa berlaku...

Hal serupa berlaku bagi pemain yang mengkreasi peluang. Terlambat setengah detik mengoper bola, peluang emas mencetak gol bisa hilang. Jika terlalu cepat, dapat berujung rekan terkena offside. 

Masalah ini yang saya lihat hadir dalam dua laga terakhir saat Indonesia takluk. Pergerakan dengan atau tanpa bola yang minim, salah akurasi dan timing dalam mengoper, serta keliru dalam mengambil keputusan apakah mendribel bola, mengoper, atau melepaskan tendangan, menjadi catatan minor timnas U-24. Ditambah tidak adanya predator buas di depan gawang lawan, menjadikan timnas U-24 melempem.

Jeda antarlaga timnas U-24 kontra Korea Utara dengan pertandingan 16 besar melawan Uzbekistan yang singkat membuat kita tidak boleh terlalu berharap Indra Sjafri bisa langsung membenahi semua kelemahan timnya. Yang realitis adalah mengharapkan kelemahan-kelemahan tersebut dikurangi sembari menyaksikan timnas kita bermain sedikit lebih energik dan agresif, terutama di lini depan. 

Alasannya apalagi kalau bukan hadirnya Ramadhan Sananta. Penyerang Persis Solo ini bisa menjadi jawaban dalam kurang klinisnya timnas U-24 di depan gawang. Sananta juga punya pergerakan licin dan jadi penuntas serangan yang piawai. Di SEA Games lalu saat Indonesia merebut emas, ia menyumbang lima gol.

Benar, level Uzbekistan lebih baik dari lawan-lawan Indonesia pada SEA Games lalu. Namun di BRI Liga 1 musim ini, Sananta juga sudah mengoleksi lima gol. Harap diingat bahwa sebagian besar tim-tim di Liga 1 juga menggunakan bek asing. Jadi, seharusnya bukan hal berat untuknya bertarung dengan lawan dengan postur lebih tinggi dan kuat.

Melihat Sananta membuat saya kembali ke masa satu dekade lebih silam saat Thailand merajai Asia Tenggara karena punya striker andal Teerasil Dangda. Teerasil kuat, cepat, jago duel udara, dan penuntas serangan andal. Bagi saya, Sananta merupakan sosok Teerasil dalam versi yang hanya sedikit berbeda. Dari sisi perawakan, keduanya kebetulan tak jauh berbeda. Sananta berpostur 182 cm, sementara Teerasil 1 cm lebih pendek. 

Sananta melengkapi keunggulan serta menutupi kelemahan para penyerang timnas U-24 yang sudah berlaga di Asian Games lebih awal. Ia finisher jempolan. Sananta juga bisa mengejutkan dengan melepaskan tendangan jarak jauh. Selama dilayani dengan maksimal oleh para gelandang dan kedua winger, rasanya bolehlah berharap timnas U-24 bisa menjebol gawang Uzbekistan pada Kamis (28/9/2023) petang di Shangcheng Sports Centre Stadium, Hangzhou, China.

Mari berharap Sananta tidak terbeban dan malah terbawa ritme permainan timnas U-24 pada dua laga sebelumnya. Mari berdoa, Sanantalah yang memimpin rekan-rekannya tampil lebih apik menjalankan rencanan permainan Indra Sjafri menghadapi Uzbekistan nanti. Ayo timnas, saatnya rebut kemenangan lagi!

 
Berita Terpopuler