Isu Pembakaran Alquran akan Dibahas dalam Sidang Dewan HAM PBB

Aksi pembakaran Alquran berulang kali terjadi di Swedia dan Denmark.

EPA-EFE/STEFAN JERREVANG
Polisi turun tangan di tempat kejadian di mana seorang pria membakar Alquran di luar masjid di Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023.
Rep: Dwina Agustin, Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Volker Turk mengatakan pada Senin (11/9/2023), serangan baru-baru ini terhadap Alquran akan dibahas di Dewan HAM PBB pada 6 Oktober. Pernyataan tersebut disampaikan Turk pada sesi pembukaan Dewan HAM ke-54 di Jenewa yang dimulai dengan mengheningkan cipta untuk menyatakan solidaritasnya terhadap Maroko pascagempa bumi dahsyat.

Baca Juga

Turk mengatakan, alih-alih adanya kesatuan tujuan dan kepemimpinan yang jelas dan kooperatif, dunia justru sedang menyaksikan politik perpecahan dan gangguan. Kondisi itu seperti terciptanya perdebatan palsu mengenai gender, migrasi, atau membayangkan bentrokan peradaban.

“Serangkaian 30 insiden pembakaran Alquran yang menjijikkan baru-baru ini adalah manifestasi terbaru dari dorongan untuk melakukan polarisasi dan perpecahan, untuk menciptakan perpecahan dalam masyarakat dan antar negara,” kata Turk dikutip dari Anadolu Agency.

Turk menegaskan, situasi tersebut akan dibahas secara mendalam di forum pada 6 Oktober. Pengajuan itu sejalan dengan resolusi 53/1.

Dalam sesi Dewan HAM sebelumnya pada Juli, Turk meminta negara-negara untuk memerangi persenjataan perbedaan agama untuk tujuan politik. “Insiden ini dan insiden lainnya tampaknya dibuat untuk mengekspresikan penghinaan dan mengobarkan kemarahan, untuk menimbulkan perpecahan di antara orang-orang, dan untuk memprovokasi, mengubah perbedaan perspektif menjadi kebencian dan, mungkin, kekerasan,” katanya.

Turk menambahkan, bahwa terlepas dari penetapan undang-undang negara memperbolehkan atau tidak dan terlepas dari keyakinan agama seseorang atau kurangnya keyakinan, orang harus bertindak dengan menghormati orang lain.

Tokoh dan kelompok Islamofobia di Eropa Utara dalam beberapa bulan terakhir telah berulang kali melakukan pembakaran Alquran dan upaya serupa untuk menodai kitab suci umat Islam. Tindakan ini pun  memicu kemarahan negara-negara Muslim dan dunia.

Berulangnya aksi pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark telah memicu kecaman komunitas internasional, tak hanya oleh negara-negara Muslim, tapi juga Uni Eropa dan PBB. Pada 25 Agustus 2023, Menteri Kehakiman Denmark Peter Hummelgaard mengatakan, Pemerintah Denmark akan mengajukan RUU yang bertujuan melarang aksi penistaan dan pembakaran Alquran di negara tersebut.

Hummelgaard menjelaskan, dalam RUU terkait diatur mengenai larangan perlakuan tak pantas terhadap objek-objek keagamaan yang penting bagi komunitas beragama. Artinya, selain Alquran, lewat RUU tersebut, Swedia bakal melarang aksi penistaan terhadap kitab-kitab suci keagamaan lainnya, termasuk Alkitab dan Taurat.

Hummelgaard mengatakan, RUU tersebut ditujukan terutama pada aksi penistaan dan pembakaran kitab suci di tempat-tempat umum. Dalam RUU diatur, pelaku pelanggaran bakal diganjar denda dan dua tahun penjara. RUU, jika disahkan, akan dimasukkan dalam bab 12 kitab undang-undang hukum pidana Denmark, yang mencakup keamanan nasional.

Menurut Hummelgaard, keamanan nasional merupakan motivasi utama diajukannya RUU tersebut. “Kami tidak bisa terus berpangku tangan sementara beberapa orang melakukan apa saja untuk memicu reaksi kekerasan,” katanya.

Terkait pembakaran Alquran yang berulang kali terjadi di negaranya, Hummelgaard mengatakan aksi itu pada dasarnya menghina dan tidak simpatik. Dia menilai, berulangnya aksi pembakaran dan penistaan Alquran merugikan Denmark dan kepentingannya.

Sementara itu Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson sempat menyampaikan bahwa dia menghormati keputusan Denmark mengajukan RUU untuk mengkriminalisasi aksi penistaan kitab suci keagamaan, termasuk Alquran. “Saya sangat menghormati apa yang dilakukan Denmark,” kata Kristersson dalam sebuah konferensi pers, dikutip Anadolu Agency, 26 Agustus 2023 lalu.

Kristersson mengungkapkan, Swedia dan Denmark memiliki UU yang berbeda. Dia menyebut negaranya harus mengamandemen konstitusi jika ingin mengikuti langkah Kopenhagen. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Swedia sempat merespons pertanyaan Anadolu Agency tentang apakah negara tersebut akan mencontoh upaya yang ditempuh Denmark untuk mencegah berulangnya aksi pembakaran Alquran. Mereka mengatakan bahwa Swedia memiliki “sistem perizinan” yang tidak dimiliki Denmark.

“Artinya, kami mempunyai kemungkinan untuk memperluas proses pemeriksaan permohonan izin (aksi penistaan kitab suci) sehingga keamanan Swedia dapat dipertimbangkan,” ungkap Kemenlu Swedia.

Kemenlu Swedia menekankan bahwa mereka menentang aksi penistaan Alquran atau kitab suci lainnya. Menurutnya, tindakan tersebut kurang ajar dan merupakan sebuah provokasi. “Pemerintah Swedia dengan tegas menolak tindakan ini, yang tidak mencerminkan pendapat pemerintah dan juga pendapat mayoritas rakyat Swedia,” ucapnya.

Kemenlu Swedia menambahkan, saat ini UU Ketertiban Umum sedang dalam proses peninjauan. Tujuannya adalah memastikan bahwa keamanan negara dapat dipertimbangkan ketika memeriksa permohonan izin untuk pertemuan publik.

 
Berita Terpopuler