Alquran Ratusan Tahun Bukti Penyebaran Islam Ulama Tidore di Afsel dan Kegagalan Belanda

Ulama asal Tidore diasingkan Belanda ke Afrika Selatan

pxhere
Ilustrasi Alquran. Ulama asal Tidore diasingkan Belanda ke Afrika Selatan
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON- Belanda tidak menyadari bahwa dengan membuang Tuan Guru Imam Abdullah ibn Qadi Abdus, seorang qadhi Kesultanan Tidore ke Afrika bagian selatan, secara tidak sengaja akan menjadi katalisator penyebaran Islam ke wilayah ini, dimana umat Islam kini berjumlah sekitar 5 persen dari perkiraan populasi Cape Town yang berjumlah 4,6 juta jiwa.

Baca Juga

"Ketika dia datang ke Cape, Tuan Guru mengamati bahwa Islam dalam kondisi sangat buruk sehingga dia memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata penulis biografi Tuan Guru, Shafiq Morton, seperti dilansir BBC pada Rabu (23/8/2023).

Pernyataan ini merespons keberadaan mushaf Alquran yang ditulis tangan dengan rapi oleh ulama Indonesia lebih dari 200 tahun lalu menjadi kebanggaan Muslim Cape Town, Afrika Selatan.  

"Masyarakat tidak benar-benar menguasai teks apa pun - mereka adalah Muslim lebih dari ingatan budaya daripada apa pun. Saya berpendapat bahwa Alquran pertama yang ditulisnya adalah alasan mengapa komunitas Muslim bertahan dan berkembang menjadi komunitas terhormat yang kita miliki saat ini," katanya.  

Alquran itu ditulis tangan oleh ulama Indonesia yang diasingkan ke ujung selatan Afrika oleh penjajah Belanda  yaitu Imam Abdullah ibn Qadi Abdus, beliau adalah seorang qadhi Kesultanan Tidore. 

Alquran itu ditemukan oleh para pekerja bangunan di dalam kantong kertas di loteng Masjid Auwal, ketika mereka sedang membongkarnya sebagai bagian untuk renovasi pada pertengahan 1980-an.

Baca juga: Jangan Lelah Bertobat kepada Allah SWT, Begini Pesan Rasulullah SAW

Para peneliti percaya bahwa sosok Imam Abdullah ibn Qadi Abdus Salaam, yang dikenal sebagai Tuan Guru, menulis Alquran dengan hafalannya setelah ia dikirim ke Cape Town sebagai tahanan politik dari pulau Tidore di Indonesia pada 1780 sebagai hukuman karena  bergabung dalam gerakan perlawanan melawan penjajah Belanda.

“Loteng itu sangat berdebu, sepertinya tidak ada seorang pun yang pernah berada di loteng itu selama lebih dari 100 tahun,” kata Cassiem Abdullah, anggota komite masjid. 

"Para pembangun juga menemukan sebuah kotak teks agama yang ditulis oleh Tuan Guru," tambahnya. 

 

Alquran yang tidak berjilid itu terdiri dari halaman-halaman lepas yang tidak diberi nomor. Kendati demikian Alquran itu dalam kondisi sangat baik, kecuali beberapa halaman pertama yang robek di tepinya. Tinta hitam dan merah yang digunakan untuk tulisan kaligrafi Arab yang terbaca jelas, dan kondisinya masih sangat baik.

Tantangan besar bagi komunitas Muslim setempat dalam upaya mereka untuk melestarikan salah satu artefak paling berharga dalam warisan mereka yang kaya, yang berasal dari tahun 1694, adalah untuk memastikan bahwa semua halaman yang berisi lebih dari 6.000 ayat Alquran itu ditempatkan dalam urutan yang benar. 

Tugas ini dilakukan oleh mendiang Maulana Taha Karaan, yang merupakan ketua ahli hukum Dewan Peradilan Muslim yang berbasis di Cape Town, bersama dengan beberapa ulama Alqurran setempat. Keseluruhan proses, yang diakhiri dengan penjilidan halaman-halaman tersebut, membutuhkan waktu tiga tahun untuk diselesaikan.

Sejak itu, Alquran tulisan ulama Indonesia itu telah ditampilkan di Masjid Auwal, yang didirikan Tuan Guru pada 1794 sebagai masjid pertama di Afrika Selatan sekarang.

Tiga upaya pencurian yang gagal mendorong petugas untuk mengamankannya dalam kotak anti api dan peluru di depan masjid 10 tahun yang lalu.

Morton menjelaskan Imam Abdullah ibn Qadi Abdus Salaam kemungkinan besar mulai menulis salinan pertama dari lima salinannya saat ditahan di Pulau Robben tempat ikon anti-apartheid Nelson Mandela juga dipenjarakan dari 1960-an hingga 1980an dan terus melakukannya setelah pembebasannya.

Sebagian besar salinan ini diyakini ditulis ketika dia berusia antara 80 dan 90 tahun, dan pencapaiannya dipandang lebih luar biasa karena bahasa Arab bukanlah bahasa pertamanya.

Baca juga: 10 Makanan yang Diharamkan dalam Islam dan Dalil Larangannya

Menurut Morton, Tuan Guru dipenjarakan di Pulau Robben dua kali, pertama dari tahun 1780 hingga 1781 ketika dia berusia 69 tahun, dan lagi antara tahun 1786 dan 1791.

“Saya percaya salah satu alasan dia menulis Alquran adalah untuk membangkitkan semangat para budak di sekitarnya. Dia menyadari bahwa jika dia menulis salinan Alquran, dia bisa mendidik umatnya dari Alquran dan sekaligus mengajari mereka martabat," kata Tuan Morton.

“Kalau ke arsip dan lihat kertas yang dipakai orang Belanda mirip sekali dengan yang dipakai Tuan Guru. Mungkin kertasnya sama. Penanya dibuatnya sendiri dari bambu dan tinta hitam dan merahnya mudah diperoleh dari pemerintah kolonial," katanya. 

 

Syekh Owaisi, seorang dosen sejarah Islam Afrika Selatan yang telah melakukan penelitian ekstensif terhadap Alquran tulisan tangan di Cape Town, yakin Tuan Guru termotivasi oleh kebutuhan untuk melestarikan Islam di kalangan tahanan dan budak Muslim di tempat yang saat itu merupakan koloni Belanda.

“Sementara mereka (penjajah) mengajarkan Injil dan mencoba mengubah agama para budak Muslim, Tuan Guru menulis salinan Alquran, mengajarkannya kepada anak-anak dan membuat mereka menghafalnya. Ini menceritakan kisah ketahanan dan ketekunan. Ini menunjukkan tingkat pendidikan orang-orang yang dibawa ke Cape Town sebagai budak dan tahanan," katanya 

Tuan Guru juga menulis kitab teks berbahasa Arab setebal 613 halaman berjudul Ma'rifat wal Iman wal Islam (Ilmu Iman dan Agama) dari hafalannya. Kitab tersebut, panduan dasar keyakinan Islam, digunakan selama lebih dari 100 tahun untuk mengajarkan umat Islam di Cape Town tentang iman mereka.

Kondisinya masih bagus dan dimiliki keluarga Rakiep, keturunan Tuan Guru. Replika disimpan di perpustakaan nasional di Cape Town.

“Dia duduk dan menuliskan segala hal yang dia ingat tentang keyakinannya dan dia menggunakannya sebagai teks untuk mengajar orang lain,” kata Syekh Owaisi.

Baca juga: Sosok Perempuan Hebat di Balik Tumbangnya Tiran dan Singgasana Firaun

Dari lima mushaf Alquran tulisan tangan Tuan Guru, tiga masih bisa dipertanggungjawabkan. Selain satu di masjid Auwal, dua lainnya dimiliki keluarganya, termasuk cicit perempuannya.

Sekitar 100 replika telah diproduksi. Pada April lalu, salah satu dari mereka diserahkan ke perpustakaan Masjid al-Aqsa di Yerusalem, situs tersuci ketiga dalam Islam, sementara beberapa lainnya telah diserahkan kepada pejabat yang berkunjung.

 

Pada Mei 2019 Ganief Hendricks, pemimpin partai politik Muslim di Afrika Selatan, Al Jama'ah, menggunakan salah satu replikanya untuk dilantik sebagai anggota parlemen.

 
Berita Terpopuler