Muslim Swedia Alihkan Provokasi Pembakaran Alquran dengan Cokelat

Saya pikir ini lebih kuat dan efektif daripada menunjukkan sikap agresif.

Reuters
Aksi pembakaran Alquran kembali terjadi di Swedia.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, SYOCKHOLM -- Pada akhir Juni lalu, bertepatan dengan perayaan Idul Adha, di tengah aksi pembakaran Alquran yang dilakukan imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan masjid di Stockholm, Swedia, Husam El Gomati berjalan di antara kerumunan orang bersama sejumlah temannya. 

Baca Juga

Apa yang mereka lakukan? El Gomati, wiraswasta asal Libya beserta rekannya mengeluarkan cokelat mahal. Menyapa sejumlah orang dan memberinya cokelat mahal itu. Lalu, tertawa dan bercanda dengan orang-orang di sekitarnya. 

Mengalihkan sepenuhnya mereka dari retorika provokatif yang disampaikan Momika melalui megaphone. "Tentu tak mudah menolak cokelat bukan," kata El Gomati, seperti diberitakan Aljazirah, Selasa (8/8/2023). 

Cokelat juga membuatnya bisa menjalin dialog bersahabat dengan orang-orang yang saat itu menyaksikan pembakaran Alquran. Dengan demikian, lebih menenangkan suasana. El Gomati berhasil mengalihkan perhatian massa dari aksi Momika.  

‘’Cokelat menenangkan beberapa orang yang marah sebab saya menunjukkan mereka respons berbeda, dengan bersikap ekstra baik. Saya pikir ini lebih kuat dan efektif daripada menunjukkan rasa benci atau sikap agresif.’’ 

Ia dan teman-temannya berusaha agar tak terjadi kekerasan di tengah aksi pembakaran Alquran yang sebenarnya membuatnya tak senang. Jangan sampai, kata dia, sekelompok orang terutama sayap kanan mencapai tujuannya, terjadi kekerasan. 

El Gomati mengaku tak senang hari liburnya dengan menyaksikan aksi lain pembakaran Alquran. ‘’Saya tak begitu senang, bangun di hari libur untuk pergi dan mencoba menenangkan orang. Namun, ini penting karena kelompok sayap kanan paling suka terjadi kekerasan.’’

Julia Agha, kepala Alkompis, saluran berita berbahasa Arab di Swedia mengirimkan reporternya di setiap aksi pembakaran Alquran. Ia menyatakan, Muslim di Swedia merasa sakit hati dan diperlakukan tak adil dengan aksi ini dibandingkan dilabeli buruk di media sosial. 

Ia menuturkan, suasananya selalu tenang. ‘’Beberapa orang terlihat sedih melihat aksi pembakaran Alquran. Ada pula yang berteriak emosional merespons pembakaran itu,’’ katanya. 

El Gomati menambahkan, minoritas Muslim Swedia menghadapi beragam tekanan dari arah berbeda. Sistem politik yang ada mendorong munculnya Islamofobia dan media memproduksi berita yang mencitrakan Muslim dengan sangat negatif. 

Ia juga menjelaskan mengapa Alquran begitu penting bagi Muslim kepada warga Swedia, yang biasa hidup di tengah masyarakat yang sekuler. Sebagian dari mereka tak bisa apa yang komunitas agama rasakan dengan aksi pembakaran kitab suci. 

Jika melihat negara lain di Eropa, Timur Tengah, atau Amerika, kata El Gomati, ada tingkat pemahaman sekitar hubungan antara individu dengan kitab sucinya.’’Secara tipikal, orang Swedia tak bisa memahami hal ini,’’ katanya. 

Terkait aksi pembakaran Alquran, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mendesak warganya menggunakan kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab. Dengan demikian, ada tanggung jawab yang harus dipikirkan saat menyampaikan pendapat termasuk berunjuk rasa. 

Ia merujuk pada aksi pembakaran Alquran di Stockholm yang terjadi berulang. ‘’Di negara bebas seperti Swedia, Anda memiliki kebebasan luas. Namun dengan tingkat kebebasan tinggi, ada pula tanggung jawab yang besar,’’ katanya dalam konferensi pers, Selasa (1/8/2023). 

Semua yang bersifat legal, menurut dia, tidak seluruhnya tepat. Ini bisa saja buruk tetapi tetapi sesuai hukum. ‘’Kami berupaya mengembangkan sikap menghormati antara negara dengan rakyatnya,’’ katanya menegaskan.

Namun, Kristersson menegaskan, perubahan drastis undang-undang yang menjamin kebebasan berbicara bukan pilihan tetapi pemerintah mendorong perubahan yang mengizinkan polisi menghentikan pembakaran Alquran jika melahirkan ancaman bagi keamanan Swedia. 

‘’Kita sepenuhnya memiliki sistem politik yang berbeda dengan mereka yang mengkritik Swedia, sepenuhnya berbeda dalam pandangan terhadap HAM, termasuk kebebasan berbicara,’’ kata Kristersson menegaskan.

 

 

 
Berita Terpopuler