Begini Simulasi Penghematan Biaya Jika Pakai Mobil Listrik 

Pengeluaran bulanan BBM dapat dihemat dengan menggunakan mobil listrik.

ANTARA/Fikri Yusuf
Pengisian daya mobil listrik. Pengeluaran bulanan BBM dapat dihemat dengan menggunakan mobil listrik.
Rep: dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan mobil listrik terus dikampanyekan demi mendukung transisi energi dari sektor transportasi. Pemerintah pun meyakinkan, meski harga mobil listrik saat ini cenderung lebih mahal, pengguna dapat melakukan penghematan biaya pengisian tenaga kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke listrik. 

Baca Juga

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Havidh Nazif, menjelaskan, asumsi jarak tempuh rata-rata mobil mencapai 1.250 kilometer (km) per bulan. Adapun satu liter BBM dapat digunakan mobil untuk menempuh perjalanan sejauh 10 km sehingga rata-rata kebutuhan bensin per bulan sebanyak 125 liter.  

“Jadi, kebutuhan (pengeluaran BBM) per bulan itu Rp 1.875. 000 per bulan dengan harga satu liter bensin Rp 15 ribu,” kata Havidh di Jakarta, Senin (31/7/2023). 

Pengeluaran bulanan itu bisa dihemat dengan penggunaan mobil listrik. Ia menjelaskan, pada mobil bertenaga listirk, setiap daya 1 Kilowatt-hour (KWh) bisa dipakai untuk menempuh jarak 6,6 kilometer sehingga rata-rata kebutuhan daya listrik per bulan sekitar 187,69 KWh dengan jarak tempuh yang sama 1.250 km. 

Adapun, tarif listrik di SPKLU saat ini sebesar Rp 2.467 per KWh. Dengan tarif itu, bila dikalkulasikan maka pengeluaran membeli daya listrik untuk kendaraan per bulan sekitar Rp 464.720. 

Pengguna pun dapat menggunakan layanan SPKLU tipe cepat (fast charging) serta sangat cepat (ultra fast charging) untuk lebih menghemat waktu. Namun, penggunaan dua tipe cepat pengisian itu dikenakan biaya layanan tambahan. Maksimal Rp 25 ribu sekali isi untuk fast charging serta Rp 57 ribu untuk ultra fast charging

Sebagai catatan, pengisian di SPKLU fast charging cukup membutuhkan waktu antara 30 menit hingga satu jam sedangkan ultra fast charging sekitar 15 menit hingga 30 menit. Efisiensi waktu yang didapatkan jauh lebih ringkas dibandingkan mengisi daya di slow charging yang butuh waktu delapan jam maupun di medium charging yang sekitar dua jam hingga empat jam. 

 

Havidh memastikan, dengan biaya tambahan layanan itu, pengguna tetap dapat jauh lebih berhemat. Pihaknya telah menghitung dengan asumsi beberapa kali pengisian daya per bulan, pengguna kendaraan listrik yang mengisi daya di SPKLU fast charging cukup merogoh kocek Rp 740.526 sedangkan SPKLU ultra fast charging sekitar Rp 1.095.726. 

“Jadi penghematannya antara 42 persen sampai 61 persen meskipun sudah dikenakan biaya tambahan. Ini adalah angka (penghematan) minimal,” kata Havidh. 

Pengeluaran bulanan pengguna kendaraan listrik pun dapat lebih dihemat jika mengisi daya kendaraan di rumah. Sebab, tarifnya lebih murah, hanya Rp 1.699 per KWH karena mengikuti besaran tarif listrik golongan perumahan dan industri.

Direktur Retail dan Niaga PT PLN (Persero), Edi Srimulyati, menambahkan, berdasarkan data PLN, 80 persen mayoritas pengguna kendaraan listrik menggunakan charging yang terpasang di rumah. Mereka hanya menggunakan SPKLU ketika akan menempuh jarak jauh. 

“Kapan digunakan? Saat dia tempuh jarak jauh dan kemudian kondisi terbatas atau di tengah jalan lupa ngecas di rumah, baru SPKLU diperlukan, jadi dominan mereka gunakan home charging,” kata Edi. 

 

 

 
Berita Terpopuler