Biaya Kuliah Jalur Mandiri PTN Mahal, Anak dari Keluarga Kurang Mampu Harus Bagaimana?

Keterbatasan biaya membuat anak dari keluarga tak mampu tak bisa jajal jalur Mandiri.

dok. Republika
Pelaksanaan ujian jalur mandiri penerimaan mahasiswa baru UIN Walisongo, Semarang, Jateng, Rabu (5/7/2023).
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impian lulusan sekolah menengah atas/kejuruan untuk melanjutkan studi kadang terbentur oleh keterbatasan biaya. Bagaimana solusinya jika demikian?

Ketika kendala biaya mengadang, orang tua dari alumnus SMA/SMK akan kesulitan dengan biaya kuliah andaikan masuk lewat jalur Mandiri. Berdasarkan pengalamannya mendampingi komunitas  orang tua dengan anak-anak kelas 12 dari berbagai sekolah di Indonesia untuk persiapan masuk perguruan tinggi negeri (PTN), Mutia Wisnu menyebut ada jalur masuk lain yang harus diupayakan tembus sejak awal.

Baca Juga

Mutia menjelaskan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) umumnya hanya tersedia di jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) dan Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT). Untuk jalur Mandiri, menurut Mutia, kebijakannya diserahkan ke tiap PTN, apakah masih ada alokasi untuk Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP Kuliah) dan keringanan UKT atau tidak.

"Berdasarkan hal tersebut, saya sebagai sesama orang tua dengan anak yang sudah kuliah menyarankan jika ada keterbatasan dana maka prioritaskan agar anak lolos di jalur SNBP atau SNBT atau Seleksi Kedinasan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di berbagai PTN, Politeknik Negeri, dan Sekolah Kedinasan di seluruh Indonesia," ujar Mutia kepada Republika.co.id, Rabu (12/7/2023).

Mutia menyarankan agar anak kurang mampu memilih opsi jurusan yang lebih beragam, baik program akademik S1 maupun Vokasi D4 serta D3 yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan akademisnya. Ia mengakui anak-anak yang orang tuanya mampu menggunakan kesempatan yang dibuka untuk mengikuti seleksi masuk PTN dan jurusan yang diinginkannya.

Sementara itu, terkait Kartu Indonesia Pintar (KIP)-Kuliah, sebaiknya anggarannya diperbesar, bukan malah dikurangi. Dengan begitu, lebih banyak anak-anak yang tidak mampu bisa kuliah di PTN/Poltek Negeri dan seleksi kondisi ekonominya secara langsung diperketat agar tidak salah sasaran.

Lulus SNBT, Peserta Berduit Jajal Jalur Mandiri

Di sisi lain, pengamat pendidikan Muhammad Amin menilai kekuatan dana membuat anak-anak yang sudah diterima di PTN melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) masih ingin mencoba kampus dan jurusan yang lebih bagus lagi. Hal ini memang diperbolehkan menurut peraturannya.

Hanya saja, itu bisa berakibat banyak kursi kosong di jalur SNBT. Padahal, kursi tersebut sejatinya bisa dimanfaatkan untuk anak-anak yang kurang mampu.

"Ya jelas tidak adil bagi yang tak mampu karena kekuatan dana mereka untuk ikut jalur Mandiri, bayar formulirnya saja sudah cukup mahal," ujar Amin kepada Republika.co.id, Rabu (12/7/2023).

Biaya formulir jalur Mandiri berbeda di tiap kampus. Biayanya sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.

Menurut Amin, sistem penerimaan mahasiswa baru yang bagus sudah ada, namun hanya di SNBP. Anak yang sudah diterima SNBP, maka akunnya akan terkunci seumur hidupnya. Mereka tidak akan bisa ikut SNBT.

"Pengalaman saya di lapangan, banyak anak-anak yang mampu ambil SNBT dengan jalur yang aman. Pilihan ke-2 yang peminat sedikit sehingga punya pegangan dulu di SNBT lalu di Mandiri baru kejar jurusan yang top. Nanti kalau mandiri diterima maka lepas SNBTnya," ungkap Amin.

Amin mengatakan kebijakan PTN masih belum jelas dan keras terhadap peserta yang sudah diterima SNBT. Seharusnya, akunnya ikut dikunci seperti halnya SNBP.

Di sisi lain, Amin mengungkapkan di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) berbeda. Walaupun masuk dari jalur Mandiri, namun tetap ada porsi bagi yang tidak mampu.

"Jadi tidak semuanya jalur Mandiri itu mahal, tergantung dari jenis jalur masuknya dan PTN-nya," ujarnya.

Kebijakan PTN-BH

Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis, Indra Charismiadji, mengatakan kebijakan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) tak lain adalah kebijakan untuk mengurangi pemberian subsidi oleh pemerintah terhadap PTN. Dengan status berbadan hukum, PTN diminta untuk hidup sendiri. Hal itu yang menjadi salah satu penyebab biaya kuliah mahal.

"Kan dengan kata lain pemerintah ingin mengurangi subsidi. Jadi universitas itu disuruh hidup sendiri. Karena tadi nggak ada riset, ya sudah satu-satunya cara adalah mempertinggi biaya kuliah. Cuma itu jalannya. Tidak ada cara lain kan?" ujar Indra kepada Republika.co.id, Rabu (5//7/2023).

Indra melihat PTN di Indonesia tidak ada yang merupakan universitas riset, hanya ada universitas mengajar. Di negara lain, menurut dia, tugas utama dari universitas itu bukan mengajar, melainkan melakukan riset.

Menurut Indra, itulah yang dimaksud dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil riset yang dihasilkan barulah kemudian dijadikan bahan pengajaran oleh universitas kepada para mahasiswanya.

"Jadi kita bisa lihat bagaimana cara hidup universitas di luar negeri itu lebih banyak menitikberatkan pada funding atau anggaran untuk riset. Kalau kita, karena tidak ada riset, semuanya adalah ngambil dari mahasiswa," kata dia.

Mahalnya uang kuliah tunggal (UKT), menurut Indra, merupakan buntut dari melencengnya sistem pendidikan nasional dari amanat konstitusi. Fokus utama perguruan tinggi Indonesia yang kini bukan menjadi universitas riset, melainkan universitas pengajaran, menjadi faktor yang membuat semakin mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi.

"Pasal 31 ayat 5 UUD 1945 itu jelas, tujuan dari pendidikan itu mengembangkan ilmu pengetahuan. Sekarang coba kita lihat, satu saja perguruan tinggi kita itu yang universitas riset. Ada tidak? Nggak ada. Semuanya teaching university. Jadi semuanya tugasnya adalah ngajar. Tidak ada yang tugasnya meriset," ujar Indra.

 
Berita Terpopuler