Prancis Ajukan Rencana Pertahanan Alternatif Selain Inisiatif Jerman

Prancis termasuk salah satu eksportir senjata terbesar di dunia.

EPA-EFE/DUMITRU DORU
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia berhasil menyakinkan sejumlah negara sekutu Prancis di Uni Eropa untuk menilai kembali strategi pertahanan dalam negeri.
Rep: Lintar Satria Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Emmanuel Macron mengatakan, dia berhasil menyakinkan sejumlah negara sekutu Prancis di Uni Eropa untuk menilai kembali strategi pertahanan dalam negeri. Bertolak belakang dengan upaya Jerman mendorong sistem pertahanan udara gabungan dari serangan dari luar Eropa.

Baca Juga

Pada Oktober lalu Jerman membuat kesal Prancis seusai mengumumkan rencana dengan 14 sekutu Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membeli sebagian sistem dari Amerika Serikat (AS) dan sebagian dari Israel untuk melindungi wilayah NATO dari serangan rudal. Rencana ini didorong invasi Rusia ke Ukraina.

Sejak saat itu sekitar 17 negara termasuk negara-negara Baltik, Inggris dan sejumlah negara Eropa timur menandatangani inisiatif yang disebut European Sky Shield. Dalam sejarahnya Eropa mengandalkan perangkat pertahanan dari AS.

Namun Macron mengatakan Prancis, Belgia, Siprus, Estonia dan Hungaria menandatangani kesepakatan untuk melakukan pembelian gabungan sistem pertahanan udara Mistral milik Prancis. Sistem itu dibangun produsen rudal MDBA.

"Ketika kami membicarakan pertahanan udara, kami akan salah bila terburu-buru pada peningkatan (kapasitas), isu utamanya adalah strategi," kata Macron dalam pertemuan pertahanan sekitar 20 negara di sela pameran penerbangan Paris Air Show, Senin (19/6/2023).

"Apa yang diperlihatkan Ukraina adalah kami hanya dapat memberikan Kiev apa yang kami miliki dan produksi. Apa yang datang dari negara non-Eropa kurang dapat dikelola. Ini masalah waktu, prioritas dan terkadang otorisasi dari negara ketiga," ujar Macron.

Macron mengatakan, kebutuhan jangka panjang Uni Eropa adalah memiliki strategi otonom bukan mengandalkan negara lain terutama AS melalui NATO. Kunci untuk melakukan itu adalah membangun industri pertahanan Eropa dan membeli di antara negara-negara Uni Eropa. Prancis termasuk salah satu eksportir senjata terbesar di dunia.

Berlin khawatir solusi untuk menjaga....

 

Berlin khawatir solusi untuk menjaga pertahanan Eropa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Jerman akhirnya memutuskan untuk menyetujui sistem siap pakai yang sudah terbukti, Sky Shield seperti Patriot dari AS yang dikembangkan perusahaan Raytheon, Arrow 3 dari Israel dan sistem IRIS-T dari Jerman.

Jerman membuka pintu bagi Prancis untuk masuk dalam kelompok itu dengan menambah sistem MAMBA yang diproduksi Prancis-Italia ke daftar pertahanan udara yang tersedia bagi anggota Sky Shield. Namun Prancis menolak bergabung dengan inisiatif tersebut karena hanya akan menambah ketergantungan. Masalah ini menjadi titik perselisihan antara Prancis dan Jerman.

Sebelumnya pejabat pertahanan Prancis mengatakan analisa ancaman harus melampaui pertahanan udara. Campuran antara pertahanan, serangan, kapabilitas anti-drone dan payung nuklir.

Pertemuan di Paris digelar tiga hari setelah rapat menteri-menteri pertahanan NATO. Sumber mengatakan, dalam rapat itu Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius membela inisiatif Jerman. Juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman membantah adanya persaingan antara rencana Jerman dan Prancis.

"Inisiatif (European Sky Shield) tidak berkompetisi dengan NATO atau Uni Eropa. Semua pembelian dapat diintegrasikan ke struktur yang sudah ada. Artinya, kami tidak bersaing dengan konferensi Prancis di Le Bourget," katanya.

"Prancis dan Spanyol jelas diundang ke inisiatif (yang dipimpin Jerman). Prancis terlibat dalam pertemuan pertama. Inisiatif terbuka pada negara lain yang mungkin ingin bergabung," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman.

 
Berita Terpopuler