Kredit Motor, Rumah, Elektronik, Apakah Termasuk Riba? Ini Pendapat NU-Muhammadiyah

Sistem jual beli kredit banyak berlaku di masyarakat Indonesia

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi kredit motor. Sistem jual beli kredit banyak berlaku di masyarakat Indonesia
Rep: A Syalaby Ichsan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Praktik jual beli dengan sistem kredit jamak berlaku di masyarakat. Sistem ini karena dianggap pelanggan lebih meringankan pembayaran dengan tempo. Bagaimanakah pandangan fikih Islam terkait jual beli dengan sistem kredit?

Baca Juga

Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menjelaskan, hukum asal dalam muamalah adalah mubah, kecuali terdapat nash shahih dan sharih yang melarang dan mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdhah, hukum asalnya adalah haram kecuali ada ayat yang memerintahkan untuk melakukanya.

Dengan demikian, tidak perlu mempertanyakan dalil yang mengakui keabsahan sebuah transaksi muamalah. Sepanjang tidak terdapat dalil yang melarangnya, transaksi muamalah sah dan halal.

Jika dilihat dari ayat Alquran maka jual beli secara umum dihalalkan. Riba merupakan hal yang diharamkan. QS al-Baqarah ayat 275 menyebutkan:  

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا "... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."  

Adanya unsur tolong-menolong dalam transaksi jual beli kredit dikarenakan pembeli memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa harus langsung membayarnya. Prinsip tolong-menolong ini sesuai dengan semangat Alquran surat Al Maidah ayat 2: 

 ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."

Dalam Alquran pun tertera jelas tentang bagaimana ketentuan jual beli tidak secara tunai. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS al Baqarah ayat 282).

Meski demikian, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah tentang dua transaksi dalam satu akad. "Dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa menjual dua transaksi dalam satu transaksi maka baginya kerugiannya atau riba". [HR at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Baihaqi).

Baca juga: Terpikat Islam Sejak Belia, Mualaf Adrianus: Jawaban Atas Keraguan Saya Selama Ini

Majelis Tarjih menjelaskan, ulama menafsirkan dua akad dalam satu transaksi tersebut adalah ketika penjual menyebutkan harga jual baik dengan kontan mau pun lewat kredit tanpa ada kesepakatan.

Misalnya, seseorang berkata, "Aku jual sepeda motor ini, tunai seharga Rp 12 juta, kredit Rp 15 juta," kemudian keduanya berpisah dari majelis akad tanpa ada kesepakatan pembelian, tunai atau kredit.

Maka itu, akad jual beli ini batal adanya. Adapun ketika pembeli menentukan satu pilihan dari dua opsi yang ditawarkan maka jual beli itu sah dan berlaku atas harga yang disepakati.

Kepentingan penjual untuk menaikkan harga jual lebih tinggi dari harga tunai karena penambahan jangka waktu pembayaran adalah sebagai bagian dari harga jual tersebut, bukan sebagai kompensasi waktu semata yang tergolong riba.

Sudah menjadi hal lumrah bahwa sebuah komoditas mempunyai nilai yang berbeda dan bisa berubah nilainya dari masa ke masa. Di antara jumhur ulama fikih yang berpendapat demikian adalah al-Ahnaf, para pengikut Imam asy-Syafi'i, Zaid bin Ali, dan Muayyid Billah.

Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat. Syara' datang untuk mempermudah urusan manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Syara' juga tidak akan melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di dalamnya.

Contohnya riba, penimbunan, penipuan, dan lainnya. Jual beli kredit akan menjadi mashlahat bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah yang memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan keterbatasan dana yang dimiliki.

Dengan demikian, jual beli komoditas dengan cara kredit yang termasuk di dalamnya kendaraan bermotor, bukanlah transaksi utang piutang ataupun transaksi atas barang ribawi.

Transaksi tersebut adalah jual beli murni yang keabsahannya diakui oleh syariat. Tentunya, dengan ketentuan-ketentuan yang telah tersebut di atas. Hanya, ada kalanya pembeli melakukan pengajuan kredit lewat lembaga pembiayaan atau leasing.

Saat ini pun ada leasing yang sudah berstatus syariah. Bedanya dengan leasing konvensional, yakni leasing tersebut menggunakan akad murabahah atau jual beli. Dengan demikian, margin keuntungan pihak leasing dapat diketahui di awal. Leasing syariah juga tidak mengenal bunga harian yang jadi pendapatan saat pihak pembeli tak mampu melunasi setelah jatuh tempo.

Baca juga: Mengapa Tuyul Bisa Leluasa Masuk Rumah? Ini Beberapa Penyebabnya

 

Sementara itu, Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjelaskan, transaksi jual beli secara kredit hukumnya sah dan halal asalkan akad (transaksinya) antara penjual dan pembeli dilakukan secara jelas (aqd sharih).

Artinya, penjual dan pembeli sama-sama mengetahui dan terdapat kesepakatan harga barang dan batas waktu pada saat akad. Transaksi jual beli secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli secara kontan hukumnya sah dan halal.

Dengan syarat, transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan dengan aqd sharih 'adam al jahalah (dilakukan secara jujur dan menyepakati batas waktu dan harga barang).

 

Jangan sampai barang sudah di bawa pulang sementara antara penjual dan pembeli belum ada kesepakatan, apakah membeli secara tunai atau kontan. Sehingga, si pembeli memutuskan sendiri dalam akadnya setelah beberapa waktu dari waktu transaksi. Ketidakjelasan seperti ini hukumnya haram karena akadnya tidak jelas.

 
Berita Terpopuler