PKS-Gerindra Sindir Arteria, Disalahkan PDIP, Denny Indrayana: Terima Kasih Media...

PKS-Gerindra menyindir Arteria Dahlan, PDIP justru menyalahkan Denny Indrayana.

Republika/Putra M. Akbar
Denny Indrayana. PKS-Gerindra menyindir Arteria Dahlan, PDIP justru menyalahkan Denny Indrayana.
Rep: Febryan A/Nawir Arsyad Akbar/Fergi Nadira Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah konstitusi menolak permohonan uji materi untuk mengubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Dengan demikian, Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Baca Juga

Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al-Habsyi dan Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman pun 'menyentil' politisi PDIP Arteria Dahlan. Arteria dan partainya merupakan pihak yang selama ini getol menginginkan pemilu menggunakan sistem proporsional daftar calon tertutup alias sistem coblos partai. 

"Ini pastinya sambutan gembira ada di kubu partai. Saya yakin PDIP pun gembira," kata Aboe saat konferensi pers bersama Habiburokhman dan Arteria usai mengikuti sidang pembacaan putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023). 

Sedangkan Habiburokhman menyebut Arteria sebenarnya merupakan pemenang sejati dalam gugatan ini, meski keputusan MK berbeda dengan keinginan PDIP. Sebab, MK dalam bagian pertimbangan putusannya menyampaikan sejumlah poin untuk memperbaiki kelemahan sistem proporsional terbuka. 

"Saya sedikit komentari Arteria, dia pemenang sejati dalam permasalahan ini. Beliau menunjukkan sekali, loyalis sekali menuntut proporsional tertutup, tetapi usulan beliau atau perbaikan proporsional terbuka diakomodir oleh hakim MK," kata Habiburokhman. 

Arteria hanya diam ketika koleganya menyampaikan 'sentilan' tersebut. Saat gilirannya berbicara, Arteria mengatakan dirinya maupun PDIP menghormati putusan MK. Pihaknya akan mengikuti Pemilu 2024 meski menggunakan sistem proporsional terbuka dan tidak akan mengambil langkah lanjutan untuk mengganti sistem pemilu.

"PDIP partai adalah partai yang dewasa. Kami tanpa putusan MK, kami jauh-jauh hari sudah siap dengan segala sistem pemilu," ujar Arteria. 

Permohonan uji materi ini diajukan oleh kader PDIP, Demas Brian Wicaksono, beserta lima koleganya. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka sebagaimana termaktub dalam UU Pemilu, bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta hakim konstitusi menyatakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024. 

Saat sidang beragendakan mendengarkan keterangan DPR pada Januari 2023 lalu, Arteria menyampaikan keterangan fraksinya yang berbeda dengan sikap resmi DPR. Ketika itu, Arteria menjelaskan panjang lebar kebaikan sistem proporsional tertutup dan keburukan sistem proporsional terbuka. Dia pun meminta hakim konstitusi mengabulkan gugatan tersebut. 

Dalam sidang pembacaan putusan MK pada Kamis (15/6/2023), majelis hakim konstitusi mengabaikan keterangan Fraksi PDIP yang dibacakan Arteria pada awal Januari itu. Sebab, sidang diagendakan untuk mendengarkan keterangan DPR secara kelembagaan, bukan pandangan fraksi. 

Dalam putusannya, majelis hakim konstitusi menolak permohonan uji materi untuk mengubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Dengan demikian, Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. 

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (15/6/2023). 

Salahkan Denny Indrayana

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membantah pernyataan mantan wakil menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang menyebut lembaga tersebut akan menerima gugatan terhadap sistem proporsional terbuka.

"Karena prejudice itu tidak perlu kan dan yang bersangkutan juga harus mempertanggungjawabkan atas pernyataan-pernyataannya tidak disertai dengan bukti. Dan apa yang disampaikan oleh Saudara Denny Indrayana tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan di depan publik," ujar Hasto dalam konferensi persnya secara daring, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, tidak boleh seseorang menyampaikan informasi kepada publik yang penuh muatan politik. Apalagi jika dalam pernyataan Denny ada kepentingan politik, yang seharusnya tak perlu dilontarkan oleh seorang akademisi.

"Karena itu lah PDI Perjuangan agar mendorong MK untuk menanggapi secara khusus apa yang disampaikan oleh Saudara Denny Indrayana tidak benar dan yang bersangkutan untuk menyampaikan dari mana informasi yang konon katanya A1 itu," ujar Hasto.

Buka Suara

Mantan wakil menteri hukum dan HAM Denny Indrayana buka suara setelah namanya dilaporkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ke organisasi advokat perihal pernyataannya yang menimbulkan kegaduhan politik. Menurutnya, pelaporan tersebut adalah pilihan yang menarik dan bijak. 

"Apresiasi saya karena MK tidak memilih jalur pidana, menggunakan tangan paksa negara, yang artinya memberi ruang terhadap kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran," ujar Denny dalam keterangan pers terkait putusan MK pada Kamis (15/6/2023).

Denny mengatakan, langkahnya ini masuk dalam perannya selaku akademisi, guru besar hukum tata negara. Peran itu, kata dia mempunyai kewajiban menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.

Kendali publik menurutnya melalui kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign). Dalam kasus ini, dia berharap terbukti efektif melahirkan keadilan dan menguatkan daulat rakyat.

Putusan MK, kata dia sudah sesuai dengan harapannya. Menurut dia, putusan MK yang menguatkan sistem proporsional terbuka tersebut adalah kemenangan daulat rakyat menyusul survei Indikator yang merekam 80 persen rakyat dan delapan partai di DPR juga menghendaki tetap diterapkannya sistem proporsional terbuka.

Soal unggahan di media sosialnya yang viral, Denny justru berterima kasih kepada rekan-rekan jurnalis dan media. Sebab, dengan liputan pemberitaan yang meluas itu menjadi kontribusi pengawalan yang efektif, saat MK memutus lebih cermat dan hati-hati atas permohonan sistem pileg yang sangat strategis tersebut. 

"Wajib diapresiasi dan kita harus fair tidak hanya mengkritisi saja, ini adalah salah satu putusan MK yang komprehensif, mudah dibaca alur dan konsistensi logikanya," ujar Denny.

"Satu-satunya argumen yang belum muncul dan menurut saya perlu mendapatkan penguatan adalah, bahwa soal sistem pemilu legislatif adalah open legal policy, yang merupakan kewenangan pembuat UU (Presiden, DPR, dan DPD) yang menentukannya, bukan kewenangan MK," kata dia menambahkan.

 
Berita Terpopuler