Demonstrasi Anti-LGBTQ+ Meningkat

Pemicu serangan diduga berkaitan dengan upaya hukum untuk membatasi LGBT

EPA
Serangan terhadap kelompok LGBTQ+ secara online maupun offline meningkat.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serangan terhadap kelompok LGBTQ+ secara online maupun offline meningkat. Pemicu serangan diduga berkaitan dengan upaya hukum untuk membatasi hak-hak LGBTQ+ dan retorika politik yang mengobarkan percakapan nasional seputar isu-isu seperti drag show dan perawatan kesehatan transgender.

Seorang ilmuwan politik dan data di Universitas Harvard, Jay Ulfelder telah melacak demonstrasi anti-LGBTQ+ sejak 2017. Data tersebut menunjukkan, demonstrasi anti-LGBTQ+ mengalami peningkatan sekitar 30 kali lipat dibandingkan dengan 2017. Sementara protes terhadap kelompok sayap kanan naik hampir empat kali lipat.  

Salah satu pemicu serangan yakni langkah hukum untuk membatasi hak LGBTQ+ yang meningkat. ACLU telah melacak 491 RUU anti-LGBTQ di badan legislatif negara bagian pada 2023. Ini adalah rekor tertinggi dalam satu abad terakhir.  Telah ada upaya yang dipimpin oleh Partai Republik untuk membatasi hambatan di setidaknya 15 negara bagian dalam beberapa bulan terakhir.

Tahun ini di Florida, pejabat pendidikan memperluas inisiatif Gubernur Ron DeSantis yang membatasi diskusi LGBTQ+ di sekolah hingga kelas tiga. Kebijakan ini juga dikenal sebagai RUU "Jangan Katakan Gay".

Para pendukung RUU anti-gay berpendapat bahwa hanya orang tua yang harus memutuskan kapan membahas topik seksualitas atau identitas gender dengan anak-anak.

Di dunia maya, cercaan untuk kelompok LGBTQ+ juga meningkat. Sebuah laporan dari Pusat Penanggulangan Kebencian Digital (CCDH) dan Kampanye Hak Asasi Manusia tahun lalu menemukan lonjakan 406 persen cuitan di Twitter yang mengejek kelompok LGBTQ+. Warganet mengejek kelompok LGBTQ+ dengan sebutan "groomer". Peningkatan terjadi setelah RUU "Jangan Katakan Gay" disahkan pada Maret 2022.

Baca Juga

Direktur penelitian di Universitas Princeton yang melacak kekerasan politik secara nasional, Joel Day mengatakan, membuktikan kausalitas antara serangan online dan offline itu sulit. Dia memperingatkan, serangan online dan offline saling memperkuat satu sama lain.  

“Sebuah acara, seperti 'Jangan Katakan Gay', dapat meningkatkan obrolan di media sosial. Dan obrolan itu bisa meningkatkan kemungkinan kebijakan semacam itu," ujar Day.

LGBTQ - (Tim infografis Republika)

Gerakan di Kanada

Partai konservatif yang berkuasa di provinsi New Brunswick, Kanada, pekan ini membuat perubahan peraturan untuk sekolah-sekolah dalam upaya mereka untuk mengakui peran orang tua yang lebih besar dalam pertanyaan-pertanyaan seputar identitas gender. Sayangnya kebijakan ini, menghadapi penolakan dari dalam partai mereka sendiri.

Kebijakan sebelumnya, yang berlaku sejak tahun 2020, memerintahkan guru harus menghormati nama dan kata ganti gender yang dipilih oleh semua anak, berapa pun usianya. Selain itu, siswa harus diberitahu oleh orang tuanya.

Menteri Pendidikan Provinsi New Brunswick, Kanada Bill Hogan mengumumkan perubahan pada kebijakan tersebut, pada Kamis (8/6/2023). Ia akan menerapkan mulai 1 Juli mendatang. Anak-anak di bawah 16 tahun harus memiliki izin orang tua untuk mengubah nama dan kata ganti gender mereka di sekolah.

Perubahan lain pada kebijakan tersebut adalah siswa berpartisipasi dalam kegiatan yang konsisten dengan identitas gender mereka. Ada juga persyaratan baru bahwa kamar kecil yang netral gender harus bersifat pribadi.

Pemimpin kelompok Konservatif Progresif New Brunswick, Blaine Higgs, mengatakan perubahan kebijakan tersebut lebih mengakui peran orang tua. Tetapi ia segera mendapat tentangan dari partainya sendiri ketika delapan anggota parlemen, termasuk enam anggota Kabinet, menolak kebijakan ini.

Dalam sebuah pernyataan bersama, kedelapan anggota parlemen tersebut mengatakan bahwa mereka mengungkapkan kekecewaan yang sangat besar atas kurangnya proses dan transparansi kebijakan tersebut. Jika para anggota parlemen tersebut menarik dukungan mereka untuknya, Higgs mengatakan ada kemungkinan akan ada pemilu dini.

Sebelumnya Perdana Menteri Justin Trudeau, yang menghadiri acara LGBTQ+ di Toronto pada Kamis, menentang langkah tersebut. "Saat ini anak-anak yang memilih transgender di New Brunswick diberitahu bahwa mereka tidak memiliki hak untuk menjadi diri mereka yang sebenarnya, bahwa mereka perlu meminta izin orang tua," katanya. 

"Anak-anak trans perlu merasa aman, tidak menjadi sasaran para politisi," ujar Trudeau.

Debat di New Brunswick mencerminkan debat serupa yang diadakan di Amerika Serikat, di mana hal ini telah menjadi isu budaya antara dua partai utama menjelang pemilihan presiden 2024. Wilayah Indiana telah memberlakukan undang-undang yang mewajibkan guru untuk memberi tahu orang tua, ketika siswa meminta untuk dipanggil dengan nama baru atau kata ganti gender yang berbeda.

Sementara di North Dakota telah menyetujui undang-undang yang memperbolehkan guru sekolah negeri dan pegawai negeri untuk mengabaikan permintaan untuk menggunakan kata ganti gender yang diinginkan oleh seorang transgender. 

 
Berita Terpopuler