Selepas Blinken Pergi, Giliran Pengusaha Cina Berkumpul di Saudi

Saudi dinilai merupakan pilihan baru yang bagus bagi perusahaan dan investor Cina.

EPA-EFE/BANDAR ALJALOUD
Foto selebaran yang disediakan oleh Pengadilan Kerajaan Saudi menunjukkan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (kanan) menyambut Presiden China Xi Jinping (kiri) selama kunjungannya di Istana Al Yamamah di Riyadh, Arab Saudi, Kamis, 8 Desember 2022. Presiden China Xi Jinping adalah dalam kunjungan kerja tiga hari ke Arab Saudi, dalam rangka memperkuat hubungan kedua negara, serta pertemuan puncak dengan anggota Dewan Kerjasama Teluk dan pertemuan puncak China-Arab yang lebih luas.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG – Pengusaha dan investor Cina berbondong ke Riyadh pekan ini menghadiri konferensi bisnis. Perhelatan ini dijadwalkan pada Ahad (11/6/2023) hingg Senin atau dua hari setelah kunjungan Menlu AS Antony Blinken.

Blinken berkunjung ke Saudi sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara semenjak Presiden Joe Biden menjalankan pemerintahan. Di sisi lain, hubungan Cina-Saudi kian menghangat. Menyusul rekonsiliasi Saudi-Iran yang dimediasi Cina. 

Kian eratnya hubungan Saudi-Cina dalam bidang keamanan dan teknologi tinggi yang sensitif, menjadi perhatian utama AS kini. Pada Ahad mendatang, Saudi akan menjadi tuan rumah 10th Arab-China Business Conference. 

Ini dihelat menyusul kunjungan Presiden Cina Xi Jinping ke negara-negara Teluk yang ia gambarkan sebagai iniatif diplomatik terbesar di dunia Arab. Sekitar 2.000 orang akan hadir.’’Ini salah satu delegasi bisnis terbesar,’’ ujar seorang sumber yang mengetahui acara ini.

Pertemuaan kekuatan ekonomi kedua dunia dan raksasa energi di Teluk ini, berlangsung di tengah menurunnya ekonomi dan ketegangan geopolitik. Ini membuat tantangan bagi perusahaan dan pemilik dana di Cina untuk berekspansi dan menghimpun dana. 

‘’Dari perspektif baik ibu kota maupun pasar baru, Timur Tengah, Saudi merupakan pilihan baru yang bagus bagi perusahaan dan investor Cina,’’kata Presiden Hermitage Capital Henry Zhang. Hermitage Capital merupakan perusahaan ekuitas swasta berbasis di Hong Kong. 

Baca Juga:  Arab Saudi Gandeng AS untuk Kembangkan Program Nuklir Sipil

Zhang yang juga akan menghadiri konferensi bisnis di Riyadh bersama perusahaan portofolio lain, berharap perjalanan ini bisa membantu penanam modal mengeksplor pasar lokal dan memahami apa yang diinginkan investor Saudi untuk Cina. 

Sejak tahun lalu, ia menuturkan, banyak perusahaan modal Cina menyerbu Timur Tengah guna menggaet investor baru. ‘’Dalam hal ini, apa yang harus kita pikirkan adalah apa yang diinginkan investor baru dan bagaimana kita membuat difenrensiasi,’’ ujar Zhang. 

Konferensi bisnis ini juga bersamaan dengan keinginan Saudi melepas ketergantungan pada minyak dan memordenisasi negara dengan membangun industry-industri baru. 

China dan Arab Saudi Harmonis - (Aljazirah/AlArabiya)

Prioritas kebijakan

Amerika Serikat (AS) bertekad terus mendorong upaya normalisasi hubungan diplomatik Arab Saudi-Israel. Ketetapan ini  disampaikan Menlu AS Antony Blinken dalam konferensi pers bersama Menlu Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, Kamis (8/6/2023).

Mengakhiri tiga hari kunjungannya ke Saudi, Blinken menegaskan, normalisasi Israel dengan negara tetangganya untuk menjadikan Timur Tengah lebih terintegrasi, merupakan prioritas bagi AS. Hal ini juga ia katakan saat bertemu kelompok lobi Israel, AIPAC sebelum kunjungan. 

‘’Kami mendiskusikannya di sini dan kami akan terus bekerja, meningkatkannya ke arah lebih jauh dalam hitungan hari, pekan, dan bulan-bulan ke depan,’’ tegas Blinken. Saudi selama ini bertahan dari tekanan AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. 

Ada sejumlah negara tetangga yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, yaitu Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Berbicara di samping Blinken, Pangeran Faisal menyatakan, normalisasi akan memberikan sejumlah manfaat. 

‘’Namun, manfaat itu hanya terbatas jika bukan menjadi jalan untuk mewujudkan solusi dua negara antara Palestina dan Israel,’’ kata Pangeran Faisal. 

Sebuah sumber yang tahu isu ini mengungkapkan, Riyadh ingin AS mendukung program nuklir sipil sebagai imbal balik normalisasi dengan Israel. Maret lalu, The Wall Street Journal melaporkan, program nuklir ini juga jaminan keamanan di antara konsesi yang dikehendaki Riyadh. 

Baca Juga: Kunjungi Arab Saudi, Menlu AS Singgung Soal HAM dan Reformasi

Pangeran Faisal berharap kesepakatan dicapai AS untuk membantu Saudi mengembangkan program nuklir. Ia tak menyatakan program nuklir ini sebagai syarat normalisasi dengan Israel. 

Blinken pejabat tingkat tinggi kedua AS yang berkunjung ke Saudi kurang dari sebulan. Pada 7 Mei lalu, penasihat keamanan nasional Jake Sullivan juga datang ke Saudi. Blinken sebelumnya bertemu Putra Mahkota Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman (MBS).

Keduanya berbicara selama 40 menit, membahasa berbagai isu termasuk konflik Yaman, Sudan, Israel, dan hak asasi manusia. 

Aziz Alghashian, pengamat hubungan Teluk dan Israel, menyatakan Riyadh tak akan tergerak melakukan normalisasi dengan sejumlah alasan. Di antaranya pemerintahan garis keras Israel saat ini dan kurang cocoknya dengan pemerintahan Joe Biden. 

‘’Ini bukan pemerintahan Amerika yang ingin Saudi berikan bingkisan berupa normalisasi Saudi-Israel,’’ ujar Alghashian. Normalisasi menjadi pencapaian mengagumkan dan di bawah payung Amerika. Saudi, kata dia, tak ingin pemerintahan Biden mengambil keuntungan dari sana. 

 
Berita Terpopuler