Menengok Rumah Polisi di Lampung yang Jadi Tempat Singgah Puluhan Korban Perdagangan Orang

Saat rumah itu digerebek, puluhan perempuan muda tampak trauma dan stres.

Republika/Mursalin Yasland
Kondisi rumah milik perwira polisi yang dijadikan tempat penampungan 24 perempuan muda calon pekerja migran ilegal di Bandar Lampung, Kamis (8/6/2023).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mursalin Yasland

Baca Juga

Kekesalan warga berujung sebuah rumah mewah di Jl Padat Karya, Kelurahan Rajabasa Raya, Rajabasa, Kota Bandar Lampung, disegel polisi, Senin (5/6/2023) malam. Rumah kusam penuh alang-alang yang ditinggal penghuninya belasan tahun, tiba-tiba ditempati 24 orang perempuan yang dijanjikan oknum akan bekerja ke Timur Tengah.

Warga sekitar rumah ‘misterius’ tersebut melapor ke Ketua RT 06 LK 1 Kelurahan Rajabasa Raya, Ngadiono. Setelah tiga hari berselang, rumah tersebut digerebek polisi dari Polda Lampung, Senin malam. Petugas mendapati 24 orang perempuan berasal dari berbagai daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menginap di sana tanpa fasilitas layaknya rumah tinggal.

“Saya tahunya, malam-malam banyak polisi. Ternyata, ada penggerebekan di rumah milik polisi tersebut,” kata Sri (52 tahun), warga Jl Padat Karya, saat ditemui Republika, Kamis (8/6/2023).

Sri tidak menyangka rumah yang telah ditinggal keluarganya tersebut menjadi rumah tinggal pekerja migran ilegal. Padahal, ungkap dia, rumah milik polisi berpangkat AKBP inisial LW tersebut tidak pernah ditinggali lagi baik orang tua maupun anak-anaknya.

“Yang saya tahu dia polisi, tapi sekarang sepertinya sudah tua, pensiun tidak aktif lagi,” ujar Sri.

Berdasarkan penelusuran Republika, rumah mewah tersebut menempati tanah hampir satu hektare di pinggir Jl Padat Karya. Rumah ini dinilai memang strategis untuk kegiatan yang tidak dapat diketahui orang luar, karena sekitar rumah dilingkari pagar tembok setinggi dua meter.

Saat mengintip dari pagar rumah polisi berpangkat perwira yang telah dipasang garis polisi tersebut, terlihat halaman rumahnya kotor, dan sudah ditumbuhi alang-alang atau rumput liar hampir satu meter. Kondisi cat rumah sudah pudar meski tampak masih kokoh.

Ketua RT 06 LK 1 Rajabasa Raya Ngadiono mengaku dihubungi polisi saat melakukan penggerebekan dalam rumah polisi tersebut. “Itu rumah polisi,” kata Ngadiono, yang turut menyaksikan pembebasan 24 perempuan sebagai pekerja migran ilegal.

Ngadiono tidak mengetahui status rumah tersebut dibeli, disewa, atau dikontrak. Sejauh ini, ia menyatakan rumah mewah tersebut ditinggal pemiliknya sudah belasan tahun. Kondisi rumah juga tidak layak lagi untuk ditempati.

Keterangan yang diperoleh, AKBP LW, pemilik rumah pernah menjabat kapolres di Lampung, beberapa tahun lalu. Dia juga pernah menjabat Direktur Narkoba di Polda Maluku Utara.

“Tapi, sekarang sepertinya sudah pensiun, anak-anaknya juga tidak kelihatan lagi,” kata Sri, tetangganya.

 

 

Rumah polisi yang dijadikan rumah singgah untuk menampung 24 pekerja migran ilegal tersebut selalu tertutup dan tidak tampak ada orang. Selama menampung pekerja migran yang diduga melakukan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), tidak pernah terlihat pekerjanya keluar rumah.

Tim Polda Lampung menyelamatkan pengiriman 24 pekerja migran perempuan ilegal asal NTB yang siap berangkat ke Timur Tengah. "Korban-korban ini ditampung dalam sebuah rumah dengan kondisi kurang layak tanpa kasur ataupun lokasi istirahat yang memadai," kata Wakil Direktur Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung AKBP Hamid Andri Soemantri di Mapolda Lampung, Rabu (7/6/2023). 

Saat digerebek, puluhan perempuan masih usia muda tersebut tampak trauma dan stres. Selama berada di rumah mewah sekira tiga hari tidak diperbolehkan keluar rumah oleh oknum penjaganya. Mereka hanya tidur beralaskan kain miliknya, kondisi ruangan dalam rumah kotor.

“Banyak yang trauma dan stres tinggal di rumah itu,” kata Hamid.

Saat ditanya petugas, para pekerja migran ilegal tersebut tidak mengetahui rencana pasti keberangkatan ke luar negeri, dan ditempatkan di negara mana. “Mereka jadi korban TPPO, dan Lampung hanya transit,” katanya.

Melihat kondisi 24 calon pekerja migran tersebut trauma dan stres tidak banyak bicara, untuk meringankan trauma para korban diberikan trauma healing dan pemeriksaan kesehatan oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan serta Biro Sumber Daya Manusia Polda Lampung.

Para korban saat ini masih diinapkan di Subdit IV Renakta Polda Lampung untuk pendalaman penyelidikan keberadaan mereka, dan juga pihak penyalur tenaga kerja tersebut. Polda Lampung telah menetapkan lima tersangka kasus TPPO dengan jumlah korban 24 orang perempuan asal NTB.

Lima tersangka tersebut, yang berada di dalam rumah bersama 24 perempuan calon pekerja migran ilegal. Mengenai keberadaan rumah milik perwira polisi tersebut, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad belum bisa menerangkan.

“Bisa hubungi kabid Propam,” kata Pandra kepada Republika, Kamis (8/6/2023).

Kabid Propam Polda Lampung Kombes Pol Firman Andre belum menjawab dan membalas konfirmasi yang disampaikan, meski pesan singkat yang dikirimkan oleh Republika sudah dibaca. 

Keterangan yang diperoleh Republika di Polda Lampung, Kamis (8/6/2023), dari 24 calon pekerja migran ilegal tersebut, 20 diantaranya sudah memiliki paspor, yang dibuat di Kantor Imigrasi Tangerang. Sedangkan empat orang lagi sama sekali tidak ada paspor dan identitas.

Ke-24 orang calon pekerja migran tersebut direkrut di berbagai daerah di NTB, melalui beberapa penghubung, dan pertemanan. Mereka dijanjikan dapat bekerja di luar negeri dengan gaji besar. Sebagian mereka tertarik dengan tawaran tersebut, karena sebagian korban ada yang rela berhenti bekerja untuk ikut kerja di luar negeri.

Sedangkan keberadaannya di Bandar Lampung, hanya sebagai tempat transit, karena penampungan korban diduga TPPO ini selalu berpindah-pindah. Polda Lampung meminta Mabes Polri untuk mengusut kasus TPPO ini, termasuk dengan keberadaan rumah milik polisi tersebut.

 

 

Infografis Perdagangan Orang - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler