Guru SMAN 11 Yogyakarta: ASPD Masih Relevan

Distribusi sekolah yang ada khususnya SMA negeri tidak merata

Republika/Wihdan Hidayat
Wali kelas membagikan surat kelulusan siswa dan nilai asesmen standardisasi penilaian daerah (ASPD) di SMPN 2 Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pro dan kontra terkait Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) terus mencuat usai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim yang mengkritik penerapan ASPD di DIY. Meski begitu, sebagian pihak menilai penerapan ASPD masih diperlukan di DIY.

Baca Juga

Tidak terkecuali bagi guru di DIY, salah satunya di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Wakil Ketua Humas SMA Negeri 11 Yogyakarta, Ruswidaryanto menilai penerapan ASPD ini masih relevan untuk diterapkan sebagai salah satu komponen penentu dalam proses seleksi calon siswa.

Seleksi calon siswa di sekolah negeri di DIY khususnya jenjang SMA/SMK sendiri menggunakan beberapa komponen selaian ASPD, yakni akreditasi sekolah dan nilai rapor. Menurutnya, dengan masuknya komponen ASPD dalam seleksi calon siswa di sekolah negeri di DIY juga memberi rasa keadilan bagi calon siswa.

Komponen akreditasi sekolah dibobot lima persen, ditambah nilai raport dari semester satu hingga semester lima yang dibobot 40 persen. Selain itu, nilai ASPD dibobot lebih besar yakni 55 persen.

"ASPD masih relevan untuk diterapkan sebagai salah satu point penentu untuk memudahkan dalam proses seleksi masuk calon siswa di SMA negeri yang lebih terukur, dan transparan, dan saya rasa lebih adil," kata Ruswidaryanto yang juga bagian informasi PPDB tersebut kepada Republika, Kamis (8/6/2023).

Nadiem meminta agar DIY menghapus ASPD karena dinilai tidak sinkron dengan Kurikulum Merdeka Belajar, dan membebani siswa. Namun, Ruswidaryanto menyebut bahwa jika ASPD dihapus, maka harus diperhatikan sistem zonasi yang lebih adil.

"Misalnya ASPD dihapus, berarti diperhatikan pembagian zonasi yang lebih adil mengingat distribusi sekolah yang ada khususnya SMA negeri tidak merata," ucapnya.

Sementara, letak geografis sekolah di DIY tidak merata. Hal ini tentunya tidak memberikan rasa adil kepada siswa, terutama yang jarak tempat tinggalnya jauh dari sekolah.

"Coba bayangkan kalau hanya zonasi saja, kita lebih sulit di sisi keadilan, apalagi irisan zonasi tidak merata," jelas Ruswidaryanto.

Selain itu, Ruswidaryanto menilai masih relevannya ASPD untuk diterapkan karena jalur penerimaan calon siswa juga dibuka tidak hanya satu jalur, namun dalam beberapa jalur. Mulai dari jalur siswa berkebutuhan khusus, jalur prestasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua, dan jalur zonasi.

 

Sebelumnya, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menyebut bahwa ASPD masih diperlukan untuk diterapkan di DIY dan tidak bertentangan dengan Kurikulum Merdeka Belajar. Selain untuk memetakan kualitas pendidikan, juga sebagai pemerataan pendidikan di DIY.

Meski begitu, Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya mengatakan bahwa pihaknya tetap akan melakukan evaluasi terkait penerapan ASPD ini sesuai masukan dari Mendikbudristek. "Evaluasi tentunya akan kita evaluasi ya, sesuai saran beliau (Mendikbudristek)," kata Didik kepada Republika, Rabu (7/6/2023).

Pihaknya juga akan mempertimbangkan komponen seleksi lainnya, selain ASPD dalam proses seleksi calon siswa. "Tentunya persoalan-persoalan di daerah itu kita inventarisasi apabila tidak ada alat seleksi yang seperti ASPD. Mungkin kita akan menggunakan alternatif apa yang paling ideal, dan memberi rasa keadilan kepala calon siswa," ucap Didik.

Didik menyebut, pihaknya akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas hal ini bersama dengan pihak terkait lainnya. FGD ini belum dipastikan kapan akan dilakukan, namun dalam waktu dekat ini.

 

"Nanti kita akan mengadakan semacam FGD dengan berbagai pihak, kemudian solusi terbaiknya apa," ungkap Didik.

 
Berita Terpopuler