Usai Mahfud MD 'Turun Tangan', Kasus Siswi SMP Dilaporkan Pemkot Jambi Berakhir Damai

KemenPPPA mengatakan SFA hanya menuntut keadilan untuk sang nenek.

Republika/Prayogi.
Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Rep: Rizky Suryarandika, Fergi Nadira Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus seorang siswi SMP berinisial SFA (15 tahun) yang dilaporkan ke polisi oleh Pemerintah Kota Jambi akhirnya diselesaikan secara damai melalui mekanisme restoratif justice. Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, gugatan hukum atas pencemaran nama baik terhadap Pemkot Jambi berakhir damai karena SFA masih berusia anak-anak.

"Terkait gugatan hukum atas pencemaran nama baik terhadap Pemerintah Kota Jambi yang dialami oleh SFA dapat diselesaikan melalui restorative justice karena korban SFA masih berusia anak," ujar Nahar, dalam keterangan, Selasa (6/6/2023).

Diketahui, SFA kerap membuat konten di Tiktok yang mengkritik Pemkot Jambi dan Perusahaan China. Kritik itu terkait pembangunan PLTU di pemukiman warga di Kelurahan Payo Selincah, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi. Buntut kritikannya itu, SFA mendapatkan komentar bernarasi pelecehan yang diduga dilakukan komika asal Jambi, Debi Ceper.

SFA pun melaporkan Debi Ceper ke kepolisian. Namun, pihak pemkot justru berbalas melaporkannya terkait konten kritik Pemkot Jambi. Bahkan, warganet ramai menelusuri pelapor siswa SMP 1 Jambi tersebut.

Baca Juga

Diduga pelapor SFA adalah Kabag Hukum Pemerintah Provinsi Jambi Muhammad Gempa Awaljon Putra. Akun Instagram @gempa_putra pun langsung dikunci. Berdasarkan pantauan Republika.co.id pada Selasa (6/6/2023), akun dengan pengikut 1.547 digembok.

"Akun IG M Gempa Awaljon Putra (@gempa_putra), Kabag Hukum Pemkot Jambi sekaligus Jaksa pelapor anak SMP Syarifah Fadiyah Alkaff pun langsung di private. Beraninya cuma sama anak kecil!" kata akun warganet di Twitter @PartaiSocmed dikutip Republika.co.id di Jakarta pada Selasa.

Warganet kemudian mencari tahu informasi mengenai Muhammad Gempa dan mempertanyakan dua jabatan sekaligus yang ia emban, yaitu menjadi kepala bagian hukum di pemerintahan dan jaksa. "Yudikatif rangkap eksekutif sungguh birokrasi yang membagongkan," kata akun lain @jumain***.

Kasus yang viral di media sosial tersebut akhirnya mendapat perhatian dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) Mahfud MD. Menko Polhukam mengaku sudah menerima informasi mengenai SFA. Mahfud memerintahkan jajarannya dan pihak terkait lainnya untuk mendampingi siswi SMP tersebut.

"Terima kasih atas infonya. Polhukam akan berkoordinasi dengan Kementerian PPA, Kompolnas, dan Komisi Perlindungan Anak untuk bisa ke Jambi, membantu mendampingi anak ini," kata Mahfud MD melalui akun Twitter resminya @mohmahfudmd dikutip Republika.co.id di Jakarta pada Senin (5/6/2023).

Selanjutnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memastikan pendampingan terhadap anak berinisial SFA. Nahar menyampaikan KemenPPPA ikut dalam rapat koordinasi dengan Kemenko Polhukam, Kompolnas, dan Polda Jambi untuk membahas kasus tersebut. KemenPPPA selanjutnya berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jambi dalam upaya perlindungan anak.
 
"KemenPPPA memantau kasus ini untuk memastikan perlindungan anak berjalan sebagaimana mestinya. Ananda SFA juga telah mendapatkan pendampingan dari tenaga psikolog untuk memantau kondisi psikisnya," kata Nahar.
 
Nahar menyayangkan kasus hukum terhadap korban atas konten video yang dimuatnya di media sosial. SFA memuat konten video di media sosial yang memprotes perusahaan dan Pemerintah Kota Jambi lantaran jalan di sekitar rumah neneknya menjadi rusak karena dilalui alat berat milik perusahaan.

"SFA ini menuntut keadilan untuk neneknya," ujar Nahar. Dalam hal konten pencemaran nama baik tersebut, Pemerintah Kota Jambi melaporkan SFA ke Polda Jambi memakai UU ITE dengan sangkaan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 27 ayat 3 atas perbuatan tidak menyenangkan dengan pasal berlapis SARA.

"Hasil pertemuan berupa surat perdamaian kedua belah pihak dan permohonan pencabutan pengaduan mendasari dilakukannya upaya restorative justice oleh Polda Jambi," ujar Nahar.

 
Berita Terpopuler